C.

229 31 17
                                    

Arthur terus mondar-mandir di ruangan bersalin karena satu jam yang lalu Luna sudah melahirkan, Arthur menemani wanita itu di luar ruangan. Dokter keluar dari ruang rawat Luna dan tersenyum ke arah Arthur.

"Selamat, tuan Jose. dia seorang putra." Kata sang dokter lalu menepuk-nepuk bahunya sebelum pergi.

Dengan wajah datarnya, Arthur masuk tanpa permisi bahkan disaat Luna tengah menyusui putranya yang baru lahir. Arthur jijik sebenarnya melihat bayi itu, dia hanya khawatir pada keselamatan manusia kerdil itu saja. Bagaimanapun, Arthur masih memiliki hati.

"Jadi, kapan kau pergi?" Luna menatap Arthur lalu tersenyum seolah dia benar-benar sudah menerima takdirnya.

"Aku akan pergi saat keadaanku benar-benar membaik, kak. Jangan khawatir, Aku tidak akan mengganggumu lagi setelah ini. Tapi, sebelumnya terimakasih banyak atas bantuanmu yang telah melindungiku dan putraku."

"Baguslah, pastikan kepergianmu tidak di ketahui siapapun. Aku akan menyuruh orangku untuk mengikutimu sampai di bandara." Luna tersenyum sekali lagi, meski tidak mendapat cinta pria itu. Tetapi,setidaknya Arthur masih menaruh perhatian dan kekhawatirannya untuk Luna.

"Baiklah."

Arthur terus menatap manusia kerdil di dalam rengkuhan Luna yang sedang meminum asi pertamanya dengan begitu rakus.

"Siapa namanya?" Tanya Arthur dengan suara yang nyaris berbisik.

"Xander."

"Kau tidak memberikan nama pria brengsek itu?" Luna hanya menggeleng pelan.

"Tidak, aku tidak akan pernah memberikannya. Karena mungkin Xander saja akan lebih indah."

"Kuberikan namaku untuknya." Saat itu juga, Luna langsung mendongak menatap Arthur dengan mata melebar.

"A-Apa? T-Tapi.."

"Xander Jace Kavinsky. Dia akan menjadi kakak yang baik untuk adiknya kelak." Kebahagiaan Luna mungkin hanya sampai di atas awan sebelum terjatuh mendarat dengan keras di permukaan tanah.

"Istrimu sedang mengandung?" Tanyanya sedikit rasa iri terpancar dari nada suaranya.

"Tidak, tapi belum. Aku akan membuatnya hamil anak-anakku." Katanya dengan penuh percaya diri.

"Kau tidak bisa memaksanya, kak. Jatuhnya pemerkosaan."

"Who cares? I married her to create my offspring and make my heirs." Arthur berujar sambil melangkah duduk di sofa sambil mengeluarkan ponsel untuk menghubungi istri cantiknya. Arthur merasa sedikit bersalah karena meninggalkan Jenna yang sedang kelaparan tadi. Apa wanita itu sudah makan? Arthur dengan cepat mengetik sebuah pesan singkat pada Jenna.

Namun, yang di tunggu-tunggu tidak kunjung membalas pesannya, Arthur mengetuk kakinya yang terbalut pantofel di atas marmer. Dia mulai merasa khawatir, pria itu terus saja mengecek ke arah ponselnya. Lalu dengan cepat berdiri dari sofa dan meraih kunci mobil yang terletak di atas meja. Luna sudah tertidur, begitupun dengan Xander. Bayi menyebalkan itu sedang tidur pulas di box bayi. Arthur menghampiri box bayi itu untuk mengecek sebentar sebelum pergi.

.

.

.

Hari-hari dan bulan berlalu dan semakin hari, sikap Jenna berubah. Jenna mulai mengabaikannya, pergi ke kampus sendiri dan bangun lebih awal agar tidak bertemu Arthur. Jenna juga pindah kamar dan menempati kamar di lantai bawah. Gadis itu berubah dan tidak lagi membuat masalah di kampus. Tidak cerewet dan banyak tingkah, Jenna hanya fokus pada pendidikannya.

My Secret HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang