.・゜𓆟゜・Hari demi hari berlalu dengan lambat bagi Kazuya. Setelah pertemuan terakhir 4 hari yang lalu, pikirannya dipenuhi oleh sosok Souta. Meskipun jarang berbicara panjang, ada sesuatu yang membuatnya ingin tahu lebih banyak tentang pemuda itu. Seolah-olah ada misteri yang terkubur dalam keheningan Souta, dan Kazuya merasa terdorong untuk menggali lebih dalam.
Namun, hubungan mereka tidak pernah benar-benar berkembang ke arah yang lebih personal. Setiap kali Kazuya mengirim pesan, entah itu menanyakan kabar atau sekadar mengirim gambar hal-hal yang menurutnya menarik, balasan dari Souta selalu singkat. Jawaban yang diberikan oleh Souta seakan tidak lebih dari formalitas—sebuah basa-basi untuk menjaga komunikasi tetap hidup, namun tak ada emosi yang terungkap secara jelas.
Pesan hari pertama:

Pesan hari kedua:
Pesan hari ketiga:
.・゜𓆟゜・
Meski jawaban-jawaban itu sederhana dan datar, Kazuya bisa merasakan ada rasa yang lebih dalam di balik kata-kata tersebut. Setiap balasan, meskipun singkat, tetap terasa ada sesuatu yang terpendam. Bukan penolakan, tetapi juga bukan keterbukaan. Hal ini membuat Kazuya bertahan, terus mencoba, berharap bahwa pada suatu saat, dinding yang dibangun Souta akan mulai runtuh.
Di lain sisi, kehidupan Souta tampak berjalan monoton. Setiap harinya dihabiskan dengan bermain game atau membaca novel yang menumpuk di kamarnya. Dunia di luar layar dan buku-bukunya tampak semakin jauh dari jangkauannya. Dia membangun tembok yang tinggi, bukan hanya dari orang lain, tapi juga dari dirinya sendiri. Meski sesekali pikirannya melayang pada Kazuya, ia tetap enggan mengakui bahwa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya sejak pertemuan mereka.
Souta sering duduk di sudut kamarnya, ditemani cahaya lembut yang berasal dari layar komputernya. Jemarinya lincah menekan tombol-tombol keyboard, tenggelam dalam dunia game yang memberinya pelarian dari kenyataan. Sesekali ia berhenti, menatap layar ponselnya yang berkedip, menandakan pesan baru dari Kazuya.
Pesan hari keempat:

Dia membaca pesan itu dan menaruh ponselnya di samping, merasa bersalah tapi tetap tak mampu membalas lebih dari itu. Ada perasaan hangat yang muncul setiap kali Kazuya mengiriminya pesan, tapi ia tidak tahu bagaimana harus merespons dengan lebih dalam. Hubungan mereka, baginya, seperti benang tipis yang menghubungkannya dengan dunia luar, tapi ia tetap terlalu takut untuk menariknya lebih dekat.
Sementara itu, Kazuya mencoba memahami Souta. Dia tahu ada sesuatu yang salah, namun tidak pernah bisa menebak apa itu. Mengapa Souta selalu menjaga jarak? Mengapa dia menolak untuk membiarkan dirinya benar-benar terbuka? Meski demikian, Kazuya tidak berhenti mencoba. Mungkin ada saatnya Souta akan mau berbicara lebih dari sekadar jawaban satu kata.
Kazuya: "Souta, kamu lagi sibuk tidak? Ada hal yang ingin aku bicarakan."
Souta: "Sekarang tidak. Ada apa?"
Setiap percakapan yang terjadi selalu diwarnai dengan harapan di sisi Kazuya, tetapi terputus oleh balasan dingin dari Souta. Tidak ada percakapan panjang yang mengalir seperti yang Kazuya harapkan. Namun, yang membuatnya tetap bertahan adalah perasaan bahwa meskipun Souta tampak dingin, dia tetap membalas. Dia tidak pernah benar-benar mengabaikannya. Itu cukup untuk membuat Kazuya terus mencoba.
ŞİMDİ OKUDUĞUN
Whispers Beneath Shibuya
RomantizmPenulis: Qiyu Sharen - 齐鲁沙人 Latar: Tokyo, Shibuya 渋谷の地下でささやく Di tengah hiruk-pikuk kota Shibuya, di mana langit seringkali gelap dan hujan turun deras, seorang gadis berusia 17 tahun bernama Kazuya menemukan takdirnya. Pertemuan tak terduga dengan s...