Eight

81 6 13
                                    

Suasana hati Rora sedikit kacau hari ini, dirinya bertemu orang yang sangat dia hindari sejak dulu, "Apa—apaan itu tadi?! Emang di pikir gue juga mau kaya gini???" monolog Rora kesal, tangannya sibuk memukul—bantal leher kesayangannya,

Flashback
Rora baru saja keluar dari dalam bilik toilet dan hendak mencuci tangan, tapi gerakannya berhenti saat menyadari jika ada orang lain selain dirinya di dalam toilet,

Pandangan mereka bertemu, "Oh hai Rora!" sapa orang lain itu, berbasa—basi tentu saja,

"Uhm—hai Mikha," ujar Rora, sedikit kaku.

"Wah.. Lo masih ingat sama gue ternyata," ujarnya gadis yang bernama Mikha itu,

"Ya?? Wajarkan? Kita kan satu kampus." ujar Rora, menaikkan sebelah alisnya, heran.

Mikha terkekeh, "Ah.. Lo ingetnya kita pernah satu sekolah doang nih? Bukan karna gue mantan pacar Juan?" ujar Mikha, masih terselip sindiran di dalamnya,

Rora menghela nafas, "To the point aja, mau lo apa?" ujar Rora jengah,

"Oh! Wow.. Calm dong, gue cuma kangen nih sama Juan, boleh dong gue minta kontaknya?" ujar Mikha, sengaja memancing emosi Rora,

Berhasil. Rora yang sejak awal fokus dengan kegiatannya mencuci tangan berbalik, menatap Mikha dengan tajam, "Kenapa gue harus ngasih itu ke elo?" jawab Rora, ketus.

"Ya? Lo kan sahabatnya? Eh—masih sahabatnya bukan sih? Atau lo udah berhasil jadi pacar Juan?? Hahahaha udah ngga kaget sih.." ujar Mikha, sarkas.

"Itu bukan urusan lo!" seru Rora, merasa kesal,

"Urusan gue lah, lo pikir gue ngga tahu kenapa Juan mutusin gue?! Gue ngga akan pernah lupa, Rora. Hari itu.. Kalau aja lo ngga egois, mungkin saat ini gue masih punya Juan!" ujar Mikha, tatapannya yang sejak awal tajam, berubah sendu, terselip kesedihan di dalamnya, "Kenapa sih harus selalu ada lo di dalam setiap kegiatan Juan?! Elo elo elo terus! Juan berkali—kali ngebatalin janji juga karna lo! Kenapa lo harus selalu jadi alasan buat Juan ninggalin gue?!" suara Mikha terdengar parau, seperti menahan tangis.

Rora menghela nafas kasar, tidak ingin berlama—lama menghadapi Mikha yang bisa saja membuatnya kacau, "Jatmikha Ariella, sorry.. Gue ngga pernah punya niat buat jadi alasan Juan ninggalin elo.. Lo ngga ngerti apa pun, ini rumit buat gue dan juga Juan, dan ngeliat lo se—emosional ini di hadapan gue sekarang, kayanya lo masih punya perasaan sama Juan ya? Mikha, gue harap lo lupain Juan, karna percuma, perasaan lo hanya akan berakhir sia—sia, sama kaya sebelumnya." ujar Rora, meninggalkan Mikha yang masih berdiri kaku disana,

"Ah.. ternyata lo masih ngga berubah ya.." kata yang di lontarkan Mikha membuat Rora berhenti,

"Lo ngga tahu apa pun Mikha, jadi stop bicara omong kosong!" ujar Rora, tangannya mengepal menahan kesal.

Melihat respon Rora, Mikha tertawa mengejek, "Hahaha.. Why should I stop? Lo ngga sadar kalau lo itu cuma beban Juan? Gue inget, dulu Juan harus selalu nurutin semua keinginan lo, tanpa mikirin diri dia sendiri. Ups.. ngga kaget kalau nanti gue baca berita pernikahan kalian."

Rora benci ini, mengapa seolah—olah ini salahnya?! "Gue bilang lo ngga tahu apa pun! Berhenti bertingkah seolah lo tahu semua tentang gue dan Juan!"

"Of course, i know everything. Kalian di jodohin, makanya Juan selalu terikat sama anak manja kaya lo!" ujar Mikha menggebu—gebu, tangannya terangkat menunjuk Rora, "Gue benci lo Rora! Juan selalu nolak perjodohan kalian, tapi lo cuma diam aja tanpa mau usaha juga buat batalin semuanya! Lo egois! Kenapa? Segitu ngga percaya dirinya ya elo buat dapetin Juan? Sampe harus minta orang tua lo ngomong ke orang tua Juan yang kebetulan sahabatan deket biar bisa di jodohin sama Juan.. Terus ngapain lo bersikap seolah lo ngga tahu apa pun di depan Juan?! Munafik lo! Lo bikin Juan ngga bisa milih jalan hidupnya sendiri!"

Our JuanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang