Gita dan Manjanya (Kathrina)

439 58 4
                                    












# Gita dan Manjanya

Rintik hujan membasahi jendela kafe, menciptakan melodi lembut yang mengiringi suasana sore yang sendu. Di sudut ruangan, Gita duduk tenang, jemarinya mengetuk-ngetuk meja mengikuti irama hujan. Matanya sesekali melirik jam tangan, menunggu seseorang yang entah mengapa selalu terlambat.

"Kak Gita!" Suara riang itu memecah keheningan, membuat Gita mengangkat kepalanya.

Kathrina, dengan rambut sedikit basah dan napas terengah, berdiri di hadapannya dengan senyum lebar.

"Maaf ya, Kak. Hujannya bikin macet," ujar Kathrina sambil duduk, tangannya sibuk merapikan rambut yang berantakan.

Gita hanya mengangguk, tangannya terulur memberikan tissu.

"Ngak apa-apa. Sudah pesan?"

Kathrina menggeleng, bibirnya mengerucut. "Belum dong, Kak. Kan nungguin Kakak yang mesenin."

Gita memanggil pelayan, memesan dua cangkir cokelat panas dan sepiring kentang goreng untuk mereka bagi bersama. Kathrina memperhatikan, matanya berbinar melihat perhatian kecil yang Gita berikan.

"Kak Gita tahu aja aku lagi pengen cokelat panas," Kathrina tersenyum manja.

"Hujan-hujan begini memang enaknya minum yang hangat," jawab Gita singkat, matanya kembali memandang keluar jendela.

Kathrina terdiam sejenak, merasa ada yang kurang.

"Kak," panggilnya pelan.

"Hm?"

"Kakak nggak kangen sama aku?"

Gita menoleh, alisnya terangkat. "Kita kan baru ketemu kemarin."

Kathrina cemberut, tangannya dilipat di dada. "Tapi kan tetap aja! Masa Kakak nggak kangen sih?"

Gita menghela napas, berusaha menahan senyum. "Iya, kangen."

"Kok jawabnya gitu doang sih, Kak?" Kathrina mulai merengek, suaranya naik satu oktaf.

Pelayan datang membawakan pesanan mereka, memberi jeda pada percakapan yang mulai memanas. Gita mengambil kesempatan ini untuk mengalihkan perhatian Kathrina.

"Nih, diminum dulu cokelatnya. Nanti keburu dingin," ujarnya sambil mendorong cangkir ke arah Kathrina.

Kathrina masih cemberut, tapi tangannya meraih cangkir itu. Ia menyesap cokelat panas perlahan, matanya masih menatap Gita dengan pandangan menuntut.

"Kak Gita," panggilnya lagi setelah beberapa saat.

"Ya?"

"Kakak sayang nggak sama aku?"

Gita menghela napas lagi. "Kalau nggak sayang, ngapain aku di sini?"

"Tapi Kakak nggak pernah bilang!" Kathrina mulai merengek lagi.

"Aku bukan tipe yang suka ngomong-ngomong begitu, Kathrina. Kamu tahu itu," jawab Gita tenang.

Kathrina terdiam sejenak, matanya mulai berkaca-kaca. "Tapi aku butuh denger, Kak. Aku butuh Kakak bilang sayang ke aku."

Gita menatap Kathrina lekat-lekat, menyadari bahwa gadis di hadapannya ini butuh lebih dari sekadar tindakan. Ia mengulurkan tangan, menggenggam jemari Kathrina lembut.

"Aku sayang kamu, Kathrina," ujarnya pelan, tapi tegas.

Kathrina tersenyum lebar, air matanya menetes. "Aku juga sayang Kak Gita!"

Suasana kembali mencair. Mereka mulai berbincang tentang hari-hari mereka, diselingi tawa Kathrina dan senyum tipis Gita. Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama.

Short Stories GITA KUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang