"Sialan!"
Avy mengejar adiknya yang tidak tahu diri, bahwa Ia telah beranjak usia dewasa dan dirinya masih bersikap seperti anak-anak saat bersamanya.
"Kemari kau, Aleeza!" Pekik Avy ketika mengejar dengan langkah tidak cepat ke arah dapur menuju adiknya, sementara perempuan dengan piama kebesaran bermotif bunga-bunga lily kecil di tiap sudut bajunya hanya menampilkan gigi putihnya.
Entah perbuatan apa yang Aliza lakukan hingga kakaknya Avy menggeram kesal padanya, namun yang paling besar menyerah dan berpasrah ketika melihat adik perempuannya itu menjulurkan lidahnya.
"Ya, ambil saja. Kau sangat menyebalkan," ungkapnya sebagai akhir dari permasalahan mereka, kemudian melangkah santai menuju kamarnya yang berada di lantai 2 rumah mereka.
Aliza tertawa kemenangan, bahwa Ia telah memiliki pakaian terusan kakaknya yang selama ini ingin sekali Ia gunakan. Sebuah dress berwarna krem cerah dengan puff sleeve yang mengembang di bagian lengan, tidak ada yang istimewa, namun corak bunga lily ungu di setiap sudutnya itu membuat Aliza sangat ingin memakainya suatu hari. Tetapi, kakaknya yang jahat itu tidak memberi izin padanya untuk memakai dress indah itu sekali saja seumur hidupnya.
Kenapa Ia tidak membelinya sendiri? Oh, think about it, Ia terlalu tidak memiliki uang untuk membeli pakaian yang sama dengan kakaknya yang telah bekerja itu.
Tinggal hanya bersama dengan kakaknya berdua tentu menjadi tantangan besar, baik bagi Aliza maupun Avy sendiri. Namun, tentu Avy terlihat lebih menguras lebih banyak tenaga dalam permaian rumah tangga mereka berdua. Kedua orang tua mereka membiarkan Aliza keluar dari Abbotsbury untuk menempuh ilmu di kota Edinburgh yang mengesankan dan Aveery yang kebetulan saja bekerja di kota tersebut bahkan sebelum adiknya pindah ke sekolah menengah atas di Edinburgh.
Aliza merupakan adik yang sangat takut terhadap kakak kandungnya, lebih berharap agar kakak perempuannya itu untuk tidak mengutarakan segala kegiatannya di Edinburgh kepada kedua orang tuanya. Avy terlalu pengadu bagi Aliza, tidak akan menyenangkan jika Ia dikembalikan ke Abbotsbury hanya karena Ia mengacaukan toko kebab Mr. Zareef.
Aliza memiliki kelas pagi ini, tentu Ia akan menggunakan dress milik Avy untuk ke kampus karena Ia telah mendapatkan hak miliknya. Maka dari itu, tanpa ragu-ragu Ia menuju ke kamarnya yang juga berada di lantai 2 dan segera mengganti piama kebesarannya itu dengan dress impiannya.
Semenjak Roseanne memakai dress putih bercorak bunga-bunga kecil yang lembut beberapa bulan yang lalu ke kampus dan melihat temannya itu tetap memakai tipe pakaian yang sama hingga sekarang, sejak saat itulah Aliza menginginkan dress milik kakaknya—dan kebetulan sesuai dengan seleranya. Selama ini, setelan yang dimilikinya selalu tampilan terlalu santai—misalnya, kaos bermotif yang dipadukan dengan trousers coklat atau kadang Ia menggabungkannya dengan jaket kulit coklat gelap kebesaran milik Ayahnya, bahkan Ia jarang menggunakan rok. Tentu, kampus bukan menjadi pilihan utama untuk bergaya namun begitu pun banyak mahasiswa di kampusnya yang berdandan layaknya model papan atas—antara benar mereka memang seorang model sebagai pekerjaan sampingan atau hanya ingin bergaya saja. Namun, biasanya mereka memiliki pengikut yang banyak di sosial media.
Melihat dirinya di depan kaca besar yang menampilkan seluruh tubuhnya menggunakan dress tersebut, Aliza tersipu malu. "Ternyata aku cantik," ungkapnya. Gemas melihat dirinya sendiri, Ia menjinjit-jinjit kesana kemari seakan-akan Ia adalah seorang peri.
Ponselnya berdering, Ia mengambilnya yang terletak di atas nakas di samping tempat tidurnya. Melihat sebuah nama di layar ponsel tersebut, Aliza segera menggeser tombol hijau.
"What?" mulainya.
Seseorang di sana berteriak, "LEEZA! Kau harus tahu aku dapat informasi apa dari perkumpulan yang kemarin aku datangi," seru orang di seberang telepon dengan bersemangat.
Aliza hanya menaikkan kedua alis matanya, "What is it, Roseanne." Balasnya, "kau tidak ingin menarikku untuk masuk ke klub tidak berguna itu, bukan?"
Terdengar dengusan di seberang, "Oh, seriously? You're joking," pekik Roseanne di seberang. "Itu adalah klub Theatre, Leez." jelasnya lagi.
"Sekaligus penggemar boyband kampus," ungkap Aliza, tertawa setelahnya.
Terdengar ungkapan tidak setuju dari Roseanne, "Err—tapi kau tetap harus tahu, bahwa Jane Birskeen; yang merangkap sebagai teman dekatmu saat dahulu kala, ternyata mantan seorang Theodore Gillton!" Pekiknya tak sabar.
"For heaven sake, Roseanne Mariette!" Aliza tidak berpikir jika teman dekatnya itu akan berkata tentang teman dekatnya di sekolah dahulu, "sebaiknya kau berhenti bergosip dan tidak terlambat untuk kelas Prof. Langford, atau akan mendapatkan nilai rendah lagi seperti kemarin." Aliza mengetuk tombol merah di layarnya setelah mengutarakan kalimat terakhir, mematikan telepon sepihak.
Memikirkan kembali, tidak ada yang perlu Aliza pikirkan tentang teman dekatnya di sekolah dahulu. Lagipula, Ia sudah tidak begitu dekat lagi dengan Jane semenjak kuliah. Walau masuk ke universitas yang sama, tetapi perempuan itu menjauh darinya di tahun pertama kuliah dan Aliza tetap tidak memikirkannya secara berlebihan.
Kelas Prof. Langford tentu merupakan kelas yang membutuhkan tenaga lebih untuk hanya bisa menghirup udara segar, di kelas, tentu Roseanne terlambat. Teman duduk sekaligus teman dekat Aliza semenjak kuliah itu terus menerus diserang oleh Prof. Langford dengan pertanyaan-pertanyaan terkait pertemuan sebelumnya. Namun, karena suatu hal, Aliza diputuskan mengikuti detensi yang Roseanne terima akibat Ia terlalu berempati dengan temannya itu. Mengingat kembali kejadian tadi, yang mana Aliza berusaha membantu Roseanne untuk menjawab pertanyaan bertubi-tubi yang ditanyakan oleh Prof. Langford. Namun, tampaknya di mata seorang Professor tentu Aliza merupakan mahasiswa yang ribut dan mencari perhatian temannya. Ia berakhir mendapatkan detensi yang sama dengan Roseanne, untuk membuat karangan resensi terkait salah satu buku bertema atau novel dari perpustakaan kampus.
"Sialan, Anne." Umpat Aliza ketika mereka berdua berjalan bersama di lorong kampus, "aku menyesal membantumu."
Roseanne, di sisi lain, tersenyum bahagia melihat tidak hanya dirinya seorang yang mengerjakan karangan yang diberikan Prof. Langford tersebut. Ia merangkul lengan Aliza dengan erat, "Thank you my love, aku akan traktir makan siang untukmu!" Pekiknya, sementara Aliza hanya menghela napasnya.
Sepertinya, waktu istirahatnya akan terpakai untuk kegiatan menulis tinjauan sebuah buku. "Sebaiknya kita ke perpustakaan untuk melihat buku-buku yang akan kita tinjau," ajak Aliza. "berhubung aku tidak memiliki kelas lagi setelah ini."
Ekspresi wajah Roseanne menjadi suram, "Leez! Aku ada kelas Sejarah setelah istirahat jam makan siang," ungkapnya dengan parau.
Aliza tertawa, "Poor you, Anne. Tapi aku akan tetap ke perpustakaan setelah kita makan siang," balasnya.
Roseanne hanya mengangguk, mereka berjalan berdampingan menuju kafetaria.
*