53. Indagis Tuyul (3)

175 11 4
                                    

Semua orang terkejut mendengar bahwa Maya telah hilang.

"Apa? Kok bisa dia hilang?" Tanya Bima.

"Tadi Kak Maya tiba-tiba lari seperti mengejar seseorang!" Jawab Nayla.

"Mengejar seseorang? Apa jangan-jangan dia mengejar Wira?" Ujar Praja, membuat semua orang membelalakkan matanya.

"Wira? Siapa itu Wira?" Nayla tampak bingung begitu mendengar nama Wira.

"Itu loh, pemilik warung makan yang waktu itu kita selidiki! Masa kamu lupa sih?" Jelas Bima.

"Gadis itu memang bodoh, selalu membahayakan nyawanya sendiri. Dan pada akhirnya, kita juga yang repot!" Geram Angga, saat ini ia tampak begitu marah atas tindakan yang Maya lakukan.

"Kak Maya tidak sebodoh itu, dia pasti punya alasan tersendiri mengejarnya!" Nayla mencoba menyanggah apa yang Angga ucapkan, ia bahkan tampak menahan tangis karena mengkhawatirkan Kakaknya.

"Alasan apa? Nyatanya kalian para Indriya selalu merepotkan kami, para Indagis! Legenda selalu mengatakan kami harus melindungi kalian? Kenapa kami harus melakukan itu? Memangnya apa yang kalian miliki sampai-sampai kami harus melindungi kalian dengan segenap kemampuan kami?" Ucap Angga, membuat Nayla hanya bisa terdiam.

"Sudah cukup Angga, saat ini tidak ada gunanya berdebat. Nayla sedang sedih karena kakaknya tiba-tiba menghilang, sebaiknya kita pikirkan cara untuk mencari tahu lokasi di mana keberadaan Maya!" Ujar Bima, mencoba menengahi.

Angga pun hanya mendecak kesal sembari membuang muka. Ia sendiri paham bahwa saat ini ada masalah lain yang jauh lebih penting ketimbang berdebat dengan yang lain.

***

Sementara itu, di tempat lain.

Wira tampak sedang berjalan menuju ke suatu tempat, sementara Maya sedang berjalan mengikutinya di belakang.

"Hey, namamu Maya kan? Kenapa kau malah mengikutiku dari tadi sih?" Tanya Wira dengan kesal.

"Maaf, tapi Anda harus mempertanggung jawabkan perbuatan Anda pada kampung itu!" Jawab Maya.

"Bertanggung jawab? Buat apa? Toh aku melakukan itu hanya demi memancing kalian saja kok! Salah kalian sendiri mencoba berurusan denganku!" Balas Wira dengan ketus.

Maya pun langsung menghentikan langkahnya. "Justru karena itulah Anda harus mempertanggung jawabkan setiap perbuatan Anda. Apalagi, alasan Anda berbuat seperti itu karena alasan sepele!" Ucapnya, dengan ekspresi kesal yang tergambar di wajahnya.

"Terserah kau mau bilang apa, yang jelas sebaiknya kamu segera pergi dari sini! Aku sedang tidak mood membunuh siapapun, jadi untuk kali ini kau ku lepaskan!" Ucap Wira.

"Tidak bisa, sebelum kamu meminta maaf pada semua warga di sana, dan memperbaiki kerusakan yang telah kau perbuat di desa itu!" ucapnya, sembari langsung melancarkan sebuah tendangan, hingga membuat Wira terkejut.

Namun dengan sigap, Wira berhasil menangkis tendangan gadis itu dengan salah satu tangannya.

Pria itu pun tampak mengerenyit menahan rasa sakit, karena saat itu tubuh astralnya sedang terluka parah akibat serangan Maung Bodas tadi.

"Sekarang apa lagi? Kau mencoba menyerangku yang seorang Indagis ini?" Wira tampak semakin meremehkan Maya, meskipun saat ini keadaan rohnya sendiri sedang terluka parah.

"Diamlah, mendengar kata-katamu membuatku semakin muak denganmu. Kamu menipu konsumenmu dengan makanan hasil pesugihan, kamu juga mengacaukan sebuah perkampungan hanya demi masalah sepele." Maya tampak marah dengan segala perbuatan buruk yang telah dilakukan Wira.

"Sebenarnya apa kamu tidak pernah mempedulikan orang lain? Bagaimana jika ada keluargamu yang mengalami nasib yang sama dengan korban-korban hasil dari perbuatanmu itu?" Ucapan Maya itu membuat Wira sempat tertegun.

"Keluarga ya, soal itu aku juga punya kok, mau melihatnya?" Lirih Wira, membuat Maya hanya terdiam terperanjat.

***

Wira pun mengajak Maya ke suatu tempat di ujung perkampungan itu. Sebuah kost-kostan dengan lingkungan yang tampak cukup kumuh, namun memiliki suasana yang cukup ramai dengan orang-orang yang tampak sedang bercengkrama di halaman.

"Tempat ini..." Gadis itu tampak terkejut dengan apa yang dia lihat sekarang.

"Lihatlah, keluargaku adalah mereka, para karyawan dari warung makan yang kemarin kalian serang!" Jelas Wira, sembari menunjuk orang-orang itu.

Salah satu diantara orang-orang itu segera menyadari kedatangan Wira dan Maya.

"Loh, bos, akhirnya bos pulang juga. Ngomong-ngomong gadis di sebelah bos ini kan...!" Orang itu tampak terkejut dengan kehadiran Maya.

"Tenang saja, dia tidak akan bisa melakukan apapun di sini!" Jelas Wira, dibalas anggukan anak buahnya.

***

Sementara itu, di rumah Kakek Chandra. Terlihat Praja, Bima, Angga, dan Nayla sedang berkumpul di ruang tamu. Mereka tampak begitu mengkhawatirkan keadaan Maya.

Para Indagis sudah mencoba mencarinya ke perkampungan yang kemarin Praja datangi, namun mereka tetap tak menemukan petunjuk apapun.

Sedangkan Nayla sudah berulang kali mencoba menelepon Kakaknya, namun hp nya tetap tak bisa dihubungi.

"Sekarang apa yang kita harus lakukan? Maya mungkin sedang dalam bahaya sekarang!" Tanya Praja dengan nada panik.

"Apa kita harus lapor polisi aja?" Usul Bima.

"Tidak bisa, lawan kita adalah Indagis, polisi tidak akan berguna melawannya!" Sanggah Praja.

Sementara Nayla hanya bisa diam sembari menahan isak tangis karena mengkhawatirkan Kakaknya.

Melihat hal itu Bima pun hanya bisa menatapnya dengan sendu, ia mencoba menepuk punggung Nayla, berharap bisa sedikit menenangkan gadis itu.

Kakek Chandra pun datang menghampiri mereka.

"Kalian tenang saja, Maya pasti baik-baik saja. Sebaiknya sekarang kalian istirahat, agar besok kalian bisa melatih kemampuan pengendalian energi kalian, karena hal itu juga tak kalah penting!" Pinta Kakek Chandra.

"Apa? Berlatih dalam keadaan yang lagi kayak gini? Mana mungkin bisa dilakukan!" Tolak Praja.

"Kalian ingin menyelamatkan Maya kan? Kalo energi kalian gampang habis seperti tadi, kalian tidak akan bisa menang melawan Wira!" Tegas Kakek Chandra.

Semua orang pun hanya bisa terdiam mendengar ucapan Kakek Chandra barusan. Ia benar bahwa dengan kemampuan mereka yang kemarin tidak mungkin bisa mengalahkan Wira.

"Ini memuakkan, kenapa kita harus repot-repot menyelamatkannya? Kalau dia bertindak gegabah seperti itu, seharusnya dia sadar resiko dari perbuatannya itu!" Ucap Angga dengan ketus.

Mendengar itu, Nayla mulai naik pitam. Ia pun berniat membalas ucapan Angga, namun segera ditahan oleh Bima.

"Jadi maksudmu, kita tak perlu menyelamatkan Maya?" Ujar Praja, nampak urat-urat diwajahnya keluar, tanda bahwa ia begitu marah dengan ucapan Angga itu.

"Itu benar, mana mungkin kami membiarkan Maya dalam bahaya! Kalo kamu benar-benar Indagis, kenapa kamu malah bicara begitu?" Sahut Bima.

"Aku hanya mengucapkan fakta, para Indriya selalu merepotkan kita. Secara logika, kenapa kita harus repot-repot menyelamatkan mereka? Apa untungnya buat kita?" Balas Angga.

"Sudah cukup, Angga! Kita harus bicara!" Pinta Kakek Chandra.

IndagisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang