Yue Hanna, yang memilih untuk hidup sederhana sebagai pendekar biasa, berusaha keras menyembunyikan kekuatan sesungguhnya. Ia sudah berada di tahap setengah dewa, namun ingin tetap berada di dunia manusia tanpa menarik perhatian para immortal atau dewa.
Suatu hari, ketika Yue sedang melakukan perjalanan melalui pegunungan yang sepi, ia dihadang oleh sekelompok monster yang tidak biasanya muncul di tempat itu. Mereka kuat, dan tampaknya datang dari dunia yang lebih gelap daripada yang biasa ia hadapi. Yue menyadari bahwa jika ia menggunakan kekuatannya secara penuh, rahasianya akan terbongkar, jadi ia bertarung hanya menggunakan kemampuan fisik biasa.
Awan kelabu menggantung berat di atas pegunungan. Yue Hanna melangkah pelan di jalan setapak, kedua tangannya menggenggam erat gagang pedang. Di depannya, sekelompok monster dengan mata merah membara memandangnya dengan lapar.
"Aku tidak boleh menggunakan kekuatan asliku," batinnya sambil memperhitungkan setiap langkah. "Mereka kuat, tapi aku tidak bisa membiarkan rahasiaku terbongkar."
Ia menarik napas dalam-dalam, bersiap bertarung dengan teknik biasa. Namun, sebelum ia bisa mengayunkan pedang, angin dingin tiba-tiba menerjang dari arah belakang, membuat jubahnya berkibar. Monster-monster itu tiba-tiba berhenti, mata mereka yang merah memudar ketakutan.
Dari balik bayangan pepohonan, muncul seorang pria dengan langkah tenang, kulit pucat dan tatapan tajam. Tanpa sepatah kata, dia melambaikan tangannya, dan dalam sekejap, monster-monster itu runtuh ke tanah, mati.
Yue Hanna memandang pria itu dengan waspada, meski merasa lega. Pria itu adalah sosok yang sangat kuat, jelas bukan manusia biasa.
"Siapa kau?" Yue bertanya, suaranya bergetar sedikit, meskipun ia berusaha terlihat tenang.
Pria itu memandangnya tanpa ekspresi, mata hitamnya seperti menembus jiwanya. "Itu bukan urusanmu," jawabnya singkat, suaranya sedingin angin pegunungan.
Yue menyipitkan matanya, merasa terintimidasi oleh tatapan dingin itu. "Terima kasih telah membantu," katanya setelah beberapa detik hening.
Pria itu, Xiou Win, hanya mengangguk kecil. Tidak ada rasa terima kasih atau bahkan rasa peduli dalam sikapnya. Yue merasa seolah ia hanyalah sosok yang tak berarti di hadapan immortal ini. Namun, ia tetap menundukkan kepala sebagai tanda hormat.
“Namamu?” Yue bertanya, mencoba menjaga suaranya tetap tenang.
Xiou Win menatapnya lagi, kali ini lebih lama. "Xiou Win."
Yue mengangguk perlahan. "Xiou Win... immortal yang dingin." Ia menahan senyum tipis yang hampir muncul di wajahnya. “Aku Yue Hanna.”
Xiou tidak menjawab, hanya memberikan pandangan singkat ke arah Yue sebelum membalikkan badan, bersiap untuk pergi. Namun, Yue tak bisa menahan diri.
"Kau... tak bertanya mengapa aku ada di sini?"
Xiou berhenti sejenak, namun tak menoleh. "Karena itu tidak penting."
Jawaban itu menusuk hati Yue dengan cara yang aneh. Ia terbiasa dilihat sebagai pendekar tangguh atau setidaknya seseorang yang menarik perhatian. Tapi pria ini, Xiou Win, sama sekali tidak tertarik pada siapa dia. Yue merasa terbebas sekaligus tersinggung.
"Apa kau selalu bersikap dingin pada orang lain?" tanya Yue, dengan nada sedikit menantang.
Xiou akhirnya menoleh. Tatapannya tetap tenang, namun ada sedikit ketertarikan yang melintas di matanya. "Hanya pada mereka yang mencoba menarik perhatian tanpa alasan."
Yue tertawa kecil, meski agak gugup. "Aku tidak mencoba menarik perhatianmu."
Xiou mengangkat alis. "Bagus."
Tanpa menunggu lagi, Xiou Win melanjutkan perjalanannya, meninggalkan Yue yang berdiri di tempat, merasa bingung dan sedikit tertantang. "Aku akan melihatmu lagi, Xiou Win," pikir Yue dalam hati, meski ia tahu, pria itu mungkin tidak akan peduli.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Whispers of the Immortal moon
FantasíaDalam dunia di mana kekuatan dan takdir saling bertarung, dua jiwa bertemu di tengah kepingan-kepingan harapan yang tersisa. Yue Hanna, seorang pendekar setengah dewa yang menyembunyikan kekuatan sejatinya, terjebak dalam konflik antara cintanya dan...