Lari Pagi

22 2 3
                                    

——— 04.25

Seperti janji kemarin, Migel terlebih dahulu datang ditempat yang dikatakan Selena, berkali-kali dia mengecek jam ditangannya. Terlalu cepat datang juga membuatnya harus menunggu Selena

"Sudah ku bilang jam 5 pagi, kenapa kau malah datang  jam 4 pagi?" Suara itu, Migel langsung mengangkat kepalanya. Menemukan Selena dengan jaket hitam dan celana cetah yang membuat Migel melihat sisi lain dari Selena yang tidak dia ketahui

Migel menggeser duduknya kepinggir, menyuruh Selena duduk di sampingnya. Namun sebelum duduk, gadis itu memberikan 2 plester ke Migel

"Tutupi lukamu, setidaknya kau harus merawatnya karena itu aset berhargamu" Tertawa kecil Migel dibuatnya. Padahal saat lukanya baru, gadis itu tak segan-segan untuk menamparnya

"Maaf karena waktu itu tanganku ringan" Lanjutnya, gadis itu akhirnya duduk dengan nyaman. Pandangannya lurus, sambil menunggu Migel yang sedang memsang plester dilukanya. Dan memulai obrolan mereka berdua

Migel mengambil nafas panjang, matanya ikut memandang ke depan. Menyenderkan badannya, Migel memulai dengan satu kalimat yang berhasil membuat Selena melongo

"Musuh terbesar ayahmu sebenarnya bukan Ayahku atau Om Guso. Tapi kakaknya sendiri, Walter" Gadis itu terdiam, entah kalimat apa yang harus dia ucapkan karena apa yang baru saja Migel katakan sangat diluar dugaan

"Ingat saat kau diculik 10 tahun lalu? sebelum aku membawamu keluar, ada 3 orang dewasa yang sedang berdebat di ruang kerja Om Guso, dan aku mendengarnya saat itu" suaranya terdengar semakin lirih, rupanya yang dikatakan Migel adalah hal serius antara ayahnya dan para musuhnya

"Apa yang kau dengar?" Tanya gadis itu penasaran

"Tentang perebutan kekuasaan diperusahaan, yang selama ini dikerjakan ayahmu, om Guso dan ayahku. Walter tidak ada campur tangan dalam pengembangan. Namun karena dia tau kunci inti perusahaan ditangan ayahmu, dan dengan liciknya Walter berhasil mencuci otak om Guso dan juga ayahku untuk menghancurkannya"

"Lalu, setelah huruhara 10 tahun yang lalu. Kenapa sampai sekarang masih saja dipermasalahkan? bukannya perginya keluargaku sudah cukup untuk menganggap misi mereka berhasil?"

"Tidak Sel, Ayahmu berhasil mengamankan berkas penting saat pergi. Bahkan seisi rumahmu yang penuh dengan barang-barang mewah tidak membuat mereka puas. Ada yang masih mereka incar. Namun aku dan Sior masih belum tau apa yang dimaksud"

Dada Selena terasa sesak, matanya penuh amarah. Sebegitu penting kah berkas itu sampai ayahnya sendiri tidak sempat menjaga putri semata wayangnya? batin Selena

"Anak buah mereka banyak, diantaranya yang selelu mengawasi toko roti Sania. Dialah yang akan menculikmu malam itu. Untung saja aku dan Sior lebih cepat mengamankanmu"

"Kita hanya ingin kau tidak menjadi korban diantara masalah orang dewasa Sel. Cukup ibuku yang pergi karena selalu melindungiku dari keegoisan orang-orang itu"

Pikirannya dipenuhi keraguan dan kemarahan. Bagaimana mungkin dia bisa memercayai Migel? Namun, keputusasaan di matanya tidak dapat disangkal. Apakah dia tulus, atau dia hanya mempermainkannya

"Lalu, apa maumu?"

"Ikut aku, ikut Sior dan juga bawa Sania bersamamu. Kalian tidak aman jika ditinggalkan berdua" Sudah Selena duga pasti ujung-ujungnya dia harus mengikuti Migel

Namun dengan kesadaran penuh Selena tidak mengindahkan permintaan Migel meskipun katanya itu akan membuatnya aman. Meninggalkan toko roti itu sangat mustahil, apalagi harus pergi dari kota yang selama ini mau menampung Selena

Gadis itu beranjak tanpa pamit, berjalan cepat menjauhi Migel. Sengaja dia melewati gang-gang kecil untuk menghindari pria itu. Setidaknya dia harus memberitahu Sania akan hal ini. Karena Sania sudah terseret di rencananya Migel

Bloodline RivalryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang