- ✧ -
"thanks." Giorgio berkata dengan nada yang sedikittt lembut.
Millan mengangguk puas, setidaknya pemuda itu sudah berterimakasih. Setelah selesai mengobati, mereka duduk berdua di sofa. Suasana kembali hening, tetapi kali ini, ada rasa kedekatan yang aneh di antara mereka.
Millan bangun dari duduk nya dan bersiap pergi namun tangannya ditahan Giorgio. "Mau kemana?"
"Kedapur, kamu disini aja diem jangan banyak gerak." setelah mengatakan kalimat tersebut millan pergi kedapur untuk membuat sesuatu. Meninggalkan Giorgio yang hanya menatap lekat kepergian nya.
Didapur, millan memasak air dan mengambil gelas. Teh hijau yang ada di dalam wadah kotak itu ia ambil dan ia seduh ke gelas. Dia menunggu air mendidih sambil mengambil adonan roti yang sempat ia simpan.
"Aku buat bentuk nya asal ajalah, ujung ujungnya juga bakal dimakan." millan membentuk adonan itu adonan yang sudah di pulung ia letakkan di loyang yang sudah dioles margarin atau mentega.
Setelah beberapa proses akhirnya roti itu jadi, millan letakkan di piring. Atas roti itu ia taburi keju dan susu putih, air panas itu ia tuangkan kedalam gelas sekaligus menambahkan perasan lemon untuk menyegarkan tenggorokan.
Millan membawa roti yang dia buat ke ruang tamu sekaligus membawa teh hijau yang masih panas.
Tak, suara itu berasal dari wadah roti yang millan letakkan dimeja. Giorgio yang tadinya menutup mata kini membuka nya setelah mencium bau enak.
"Roti? Lo yang buat?" tanya Giorgio
Millan mengangguk, "makan nih, mumpung masih anget. Kalo mau teh tinggal minum yang itu aja." katanya tanpa menatap Giorgio millan duduk berhadapan dengan pemuda itu namun pandangan nya ke minuman yang ada ditangan nya.
Giorgio menatap sepotong roti didepan nya, Aroma hangat dan gurihnya menyelimuti ruangan, menciptakan suasana yang nyaman. ia mengangkat roti tersebut, merasakan teksturnya yang renyah di luar dan lembut di dalam.
Dengan gerakan yang lambat dan hati-hati, ia memotong roti itu, memperlihatkan bagian dalamnya yang masih hangat. Saat ia menggigit potongan pertama, ekspresi wajahnya berubah; Roti itu meleleh di mulutnya, memberikan rasa kenyang dan enak yang baru pertama kali ia rasakan.
Ia mengunyah perlahan, menghargai setiap rasa yang muncul sedikit manis, sedikit asin, dan aroma panggang yang sempurna. Iris hitam itu sedikit menampakkan binar.
Millan diam diam tersenyum melihat betapa lahap nya Giorgio ketika memakan roti buatannya. Siapa juga yang tidak senang ketika makanan buatan kita bisa membuat orang lahap memakannya apalagi dari raut wajah datar yang tidak bisa sepenuhnya tertutupi sudah membuat nya puas.
Millan menggeser teh hijau yang masih hangat, "minum dulu, nanti seret."
Giorgio diam sambil menatap gelas berisi teh hijau dengan lekat, Millan yang paham pun mulai membuka suaranya kembali. "Tenang aja warna hijau itu dari teh bukan racun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Enter the Figuran Body
Novela JuvenilMika, seorang pengelola toko roti peninggalan mendiang ibunya, menjalani kehidupan yang monoton dan sederhana. Namun, segalanya berubah drastis ketika suatu malam jiwanya dipindahkan ke dunia novel yang tak pernah ia bayangkan. Dua tokoh penting dar...