Chapter 5: Ketidakpastian yang Menyakitkan

645 40 0
                                    

---

Hari-hari berlalu setelah pertemuan emosional antara Gawin dan Joss. Meskipun Joss berusaha untuk tidak terlalu mengawasi Gawin, tingkah lakunya yang posesif masih kerap muncul. Gawin berusaha menjalin interaksi normal dengan teman-teman kuliahnya, namun perasaan tidak nyaman yang menggerogoti pikirannya membuatnya kesulitan untuk bersosialisasi.

Di kampus, Gawin duduk di meja kafe sambil memandang sekeliling. Dunk dan Book sudah duduk di meja sebelah, tertawa dan berbagi cerita. Sementara itu, Joss berada di meja lain, menatapnya dengan pandangan tajam. Hati Gawin bergetar, merasa seolah Joss adalah bayang-bayang yang mengikutinya ke mana pun dia pergi.

"Win, kamu mau ikut kita?" tanya Dunk, menyadari tatapan Gawin yang kosong. "Kita mau main game di apartemen. Atau kamu lebih suka kita ke bioskop?"

Gawin ragu sejenak. Dia ingin sekali bergabung, tetapi ada rasa takut yang membuatnya berpikir dua kali. Joss tidak akan suka jika dia pergi tanpa memberitahunya terlebih dahulu.

"Eh... sepertinya aku harus pulang. Ada tugas yang harus diselesaikan," jawab Gawin, berusaha terdengar santai meskipun hatinya tertekan.

"Beneran? Atau kamu cuma takut Joss marah?" Book bertanya dengan nada bercanda. Namun, Gawin bisa merasakan ada kebenaran dalam kata-katanya.

Gawin tersenyum paksa. "Bukan gitu. Aku hanya ingin menyelesaikan semuanya agar bisa tenang."

"Kalau begitu, jangan lupa untuk beristirahat. Kuliah tidak akan ke mana-mana," Dunk menyemangati sambil menepuk punggung Gawin.

Setelah perpisahan yang singkat, Gawin berjalan pulang, hatinya terasa berat. Ketika sampai di apartemen, Joss sudah menunggu di depan pintu. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran, dan hati Gawin berdesir.

"Kemana kamu? Aku khawatir," kata Joss dengan nada serius, seolah Gawin telah melakukan kesalahan besar.

"Saya ke kafe. Maaf, aku tidak bilang," Gawin menjawab, mencoba menyembunyikan perasaan bersalah.

Joss mendekat, meneliti wajah Gawin. "Kamu tidak bilang pada siapa pun tentang kita, kan? Mereka tidak boleh tahu."

"Aku tidak membahasnya, Joss. Aku hanya menghabiskan waktu dengan teman-temanku," jawab Gawin, berusaha mempertahankan ketenangan.

"Tapi mereka bisa mempengaruhi kamu, Gawin. Aku tidak suka jika kamu terlalu dekat dengan orang lain. Hanya aku yang bisa menjagamu," Joss mengingatkan, suaranya terdengar lembut tetapi ada nada kekerasan di sana.

Gawin merasakan kepanikan melanda dirinya. "Joss, aku butuh teman. Kamu tidak bisa terus-menerus menjaga setiap gerakanku. Ini bukan cinta, ini pengawasan."

Joss terdiam sejenak, terlihat merenungkan kata-kata Gawin. "Tapi aku mencintaimu, dan aku tidak ingin kehilanganmu. Itu saja alasanku."

Gawin merasa hatinya mencelos. "Cinta seharusnya tidak membuatku merasa terkurung. Aku butuh ruang untuk bernafas, Joss."

"Ruang?" Joss menekankan kata itu, seolah mengeksplorasi makna di baliknya. "Apakah itu artinya kamu ingin menjauh dariku?"

"Bukan begitu! Aku hanya butuh waktu untuk berpikir. Semua ini terasa sangat cepat dan membuatku bingung," Gawin menjelaskan, berusaha agar Joss mengerti.

Joss menatap Gawin, matanya seolah menyelidik. "Kalau kamu ingin waktu, baiklah. Tapi ingat, aku tidak akan membiarkan orang lain menyakitimu."

Gawin mengangguk pelan, merasa seolah terjebak dalam kebimbangan. Dia mencintai Joss, tetapi dengan cara yang menyakitkan. Dia tahu bahwa hubungan ini bisa menjadi masalah jika tidak ada batas yang jelas.

Saat Joss beranjak pergi, Gawin merasa hampa. Dia menginginkan Joss dalam hidupnya, tetapi dalam hati kecilnya, dia meragukan keputusan yang diambilnya. Apakah dia bisa bertahan dalam hubungan yang penuh dengan kecemasan dan kontrol ini?

Malam itu, Gawin duduk di tempat tidur sambil memandangi langit malam yang gelap. Dia berusaha mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri. Dalam hati, dia merasa terjebak antara cinta dan kebebasan. Dia membutuhkan perubahan, tetapi ketakutannya akan kehilangan Joss membuatnya sulit untuk melangkah maju.

Satu-satunya harapan yang tersisa adalah mengubah cara pandangnya terhadap hubungan ini. Jika mereka bisa menemukan keseimbangan antara cinta dan kebebasan, mungkin saja cinta mereka bisa bertahan.

Namun, saat pikiran itu mengendap, Gawin tahu bahwa untuk mencapai itu, mereka harus berhadapan dengan ketidakpastian yang menyakitkan ini. Dia tidak tahu bagaimana caranya, tetapi satu hal yang pasti: dia tidak bisa terus-menerus merasa terkurung dalam cinta yang seharusnya membuatnya bahagia.

Malam itu, Gawin terlelap dalam keadaan penuh pemikiran, memikirkan bagaimana dia bisa membawa Joss kembali ke jalur yang benar-jalur di mana cinta bisa menjadi sumber kebahagiaan, bukan penjara.

---

Trapped in Obsession🔞‼️ (Jossgawin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang