2

415 62 5
                                    

Bel pulang berbunyi, menandakan akhir dari jam pelajaran. Sing langsung melangkahkan kakinya menuju UKS, tempat di mana Zayyan masih terbaring. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya setelah melihat keanehan pada sikap Zayyan tadi siang.

Kriettt

Pintu UKS terbuka pelan. Sing berdiri di ambang pintu, memandangi sosok Zayyan yang tertidur di atas ranjang. Pemuda itu tampak damai, seolah lelap dalam tidur tanpa gangguan, namun mata Sing menatapnya dengan intens, terlalu intens. Dia tidak pernah menyangka akan merasakan dorongan yang begitu kuat untuk memperhatikan Zayyan seperti ini. Sebelumnya, keberadaan Zayyan sama sekali tidak pernah menarik perhatiannya. Hubungan mereka, meskipun sekamar di asrama, terasa dingin—tak ada interaksi lebih bahkan untuk sekadar basa-basi.

Tapi sesuatu berubah hari ini. Melihat Zayyan yang terbangun dari pingsannya, dengan kebingungan yang jelas tampak di matanya, membuat hati Sing bergetar. Ada sesuatu yang membuatnya ingin menjaga Zayyan, melindunginya atau bahkan memilikinya—sesuatu yang lebih dari sekadar simpati. Jika diingat-ingat, Sing tidak pernah merasa sebegitu pedulinya pada siapa pun sebelumnya. Namun, dia menepis pikiran itu, menganggapnya sebagai perasaan sementara yang tidak perlu dipikirkan lebih jauh.

Tak ingin terlalu lama tenggelam dalam pikirannya, Sing melangkah mendekati ranjang dan menepuk pipi Zayyan dengan lembut.

"Zay, bangun. Ayo, istirahatnya lanjutkan di kamar saja, ya?" Sing berkata dengan nada lembut yang tak biasa keluar dari mulutnya, penuh perhatian yang sebelumnya tak pernah ia tunjukkan.

Zayyan menggeliat perlahan, matanya perlahan terbuka, dan sosok Sing yang menatapnya dari dekat segera tertangkap oleh pandangannya. Harapannya pupus. Ia sempat membayangkan, ketika terbangun, dirinya akan kembali ke tubuh aslinya.

"Sudah waktunya pulang?" tanya Zayyan dengan suara serak, bangkit perlahan sambil mengusap matanya. Sing hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Apa kau bisa berjalan sendiri? Atau aku gendong?" tawar Sing tanpa ragu. Ada ketulusan dalam tawarannya, namun Zayyan merasakan sesuatu yang aneh. Dalam sepenggal ingatan yang diberikan pemilik tubuh ini, Sing tak biasanya menawarkan hal seperti ini, apalagi dengan sikap sebegitu lembutnya.

"Ah, tidak perlu, aku bisa jalan sendiri," jawab Zayyan cepat, suaranya sedikit gugup. Membayangkan dirinya digendong oleh Sing membuatnya merasa tak nyaman.

Sing menatap Zayyan dengan pandangan yang sulit diartikan. Tatapannya seolah menyelami sesuatu yang lebih dalam, mengamati tiap gerakan kecil Zayyan. Ada perasaan yang mulai tumbuh dalam dirinya—sesuatu yang terasa salah namun tak bisa ia hindari. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak memperhatikan Zayyan lebih dari yang seharusnya.

"Baiklah, kalau begitu mari kita pulang," kata Sing, matanya masih melekat pada Zayyan yang kini berdiri di sampingnya. Saat mereka berjalan keluar dari UKS, Zayyan merasakan tatapan Sing di punggungnya, menelusuri setiap gerakannya. Ada rasa canggung yang menjalari tubuhnya.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Zayyan tiba-tiba, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Sing dengan ekspresi bingung.

Sing tersenyum tipis, namun senyum itu tidak sepenuhnya tulus. Ada sesuatu di baliknya yang membuat Zayyan merasa terjebak, seolah Sing melihatnya bukan sebagai sahabat, tetapi sebagai sesuatu yang lebih. "Aku hanya ingin memastikan kau benar-benar baik-baik saja, Zay," jawab Sing, suaranya lembut, hampir seperti berbisik.

Zayyan mengerutkan kening. Ada yang salah di sini, tapi dia tidak tahu apa. "Aku baik-baik saja. Terima kasih, tapi... bisa kita kembali ke asrama sekarang?" tanyanya, mencoba menghentikan percakapan yang semakin terasa canggung.

"Baiklah, mari kita pulang," jawab Sing, masih dengan senyuman yang menimbulkan lebih banyak pertanyaan di benak Zayyan.

Saat mereka berjalan menuju asrama, Zayyan menyadari satu hal—dia tidak tahu jalan kembali. Memori yang terlintas di pikirannya saat pertama kali terbangun di tubuh ini terlalu kabur untuk membantunya mengenali sekeliling.

"Tunggu, Sing. Kau bisa jalan duluan, aku... agak lupa jalan ke asrama," ujar Zayyan sambil menggaruk kepalanya, mencoba tampak santai. Dia merasa seperti orang asing di tubuh ini, dan situasi ini membuatnya semakin tak nyaman.

Sing menatapnya lama, lalu berkata pelan, "Kau lupa jalan ke asrama?" Ada nada aneh dalam suaranya, seperti menahan tawa kecil, tapi juga kecurigaan. "Sepertinya banyak yang kau lupakan sejak pingsan, ya?"

Zayyan tak tahu harus bagaimana menanggapinya. Dia hanya mengangguk tanpa berkata-kata. Sing menggenggam tangannya dengan lembut, membimbingnya menuju asrama. Sentuhan itu membuat Zayyan bergidik, tapi dia tidak berani menarik tangannya. Ada sesuatu pada diri Sing—sebuah obsesi halus yang membuat Zayyan merasa terkepung.

Sesampainya di kamar asrama, Sing langsung meraih kunci dan membuka pintu. Zayyan merasa lega saat memasuki kamar yang akhirnya terlihat familiar—meskipun hanya sebatas ruangan yang ia tahu dari ingatan pemilik tubuh ini.

"Kenapa kau hanya berdiri di sana? Kau tidak mau istirahat?" tanya Sing, melepas jas sekolahnya sambil menatap Zayyan dengan pandangan penuh arti.

Zayyan tersentak dari lamunannya. "Ah, tidak, aku sudah cukup istirahat tadi," jawabnya cepat, melangkah menuju meja belajarnya. Namun, belum sempat ia duduk, dia dikejutkan oleh gerakan Sing yang mulai membuka pakaian di depannya.

"Heh! Apa yang kau lakukan? Kenapa tidak ke kamar mandi?" seru Zayyan, wajahnya memerah. Situasi ini terlalu aneh baginya.

Sing berhenti, menatap Zayyan dengan alis terangkat. "Kenapa? Aku biasa melakukannya di sini, dan kau tidak pernah keberatan sebelumnya," katanya datar, namun ada sesuatu di balik ucapannya yang membuat Zayyan semakin tidak nyaman.

Zayyan menelan ludah, mencoba mencari alasan. "Ya, tapi... mungkin akan lebih nyaman kalau kau melakukannya di kamar mandi. Lebih... privasi," balasnya dengan gugup.

Sing tersenyum samar, kali ini dengan tatapan yang lebih intens. "Baiklah," katanya menyetujui. Dia langsung berjalan menuju kamar mandi setelah mengalihkan pandangannya dari Zayyan.

Zayyan menghela napas lega begitu pintu kamar mandi tertutup. Namun, rasa lega itu hanya sementara. Dia bisa merasakan ada sesuatu yang salah dengan Sing—sesuatu yang lebih dari sekadar perhatian seorang sahabat. Apa yang sebenarnya terjadi dengan tubuh ini, dan kenapa Sing tiba-tiba begitu peduli padanya, sikapnya sangat berbeda dari ingatan yang tubuh ini berikan?

Tapi satu hal yang jelas, Zayyan merasa semakin terkepung oleh perasaan dan situasi yang tidak ia mengerti.

===

Saat ini Zayyan sudah berada di kelas. Dia tadi berangkat bersama Sing, tapi mereka berpisah karena kelas Sing berada tepat di sebelah kelasnya. Beruntung, Sing langsung mengantarkannya ke kursi, sehingga dia tidak perlu terlihat kebingungan mencari tempat duduknya.

Saat guru mulai menjelaskan materi, Zayyan merasa cukup familiar dengan pembahasannya. Pelajarannya sama seperti di tubuh aslinya, dan sepertinya dunia ini pun serupa dengan dunia yang ia tinggalkan. Bukan dunia kerajaan atau fantasi seperti di webtoon. Hanya anehnya, meskipun dunia ini tampak biasa, nama tempat-tempat di sini sangat asing baginya.

Malam sebelumnya, Zayyan mencoba mencari informasi dari Sing. Meski awalnya curiga, Sing akhirnya menjawab semua pertanyaan Zayyan setelah ia menjelaskan bahwa ingatannya kabur setelah terbangun dari pingsan. Dari percakapan itu, Zayyan mendapatkan beberapa fakta penting.

Mereka bersekolah di Moonlight High School, sebuah sekolah modern yang menerapkan sistem asrama. Setiap siswa wajib tinggal di asrama dan hanya diizinkan pulang sekali seminggu pada hari libur. Lebih aneh lagi, ponsel dilarang keras di lingkungan sekolah maupun asrama, membuat Zayyan merasa semakin terisolasi dari dunia luar.

Yang paling membingungkan bagi Zayyan adalah lokasi mereka saat ini. Kota ini bernama Andromeda—nama yang sama sekali tidak pernah didengarnya.

Setidaknya, informasi ini cukup untuk menjadi pegangan sementara. Walaupun dia masih sangat berharap untuk kembali ketubuh aslinya.

























Jangan lupa vote dan komen.

To be continued.....

OUR SECRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang