Chapter 13: Kebangkitan dan Penentuan

305 18 0
                                    

---

Gawin terbangun di pagi hari dengan rasa cemas yang menggelayuti pikirannya. Malam sebelumnya, perasaannya tentang hubungan mereka kian kabur. Ciuman dan pelukan Joss masih terasa hangat di kulitnya, namun dalam hatinya, ada rasa tidak nyaman yang tak bisa diabaikan. Dia tahu bahwa mereka perlu berbicara serius, dan penentuan itu harus segera dilakukan.

Setelah mandi, Gawin berusaha untuk menenangkan diri. Ia memilih pakaian yang simpel dan nyaman, berharap bisa menenangkan suasana. Ketika dia masuk ke ruang tamu, dia menemukan Joss sedang duduk di sofa dengan wajah serius.

"Gawin, kita perlu bicara," ucap Joss dengan nada tegas.

Gawin merasakan detak jantungnya berdegup kencang. "Ya, aku juga merasa begitu," jawabnya, mengambil kursi di depan Joss.

"Aku tidak suka bagaimana kamu bergaul dengan teman-temanmu belakangan ini. Aku merasa kamu semakin menjauh," Joss mulai dengan pernyataan yang langsung menohok.

Gawin menghela napas, mencoba bersabar. "Joss, kita sudah membahas ini sebelumnya. Aku butuh teman-teman di sampingku. Itu tidak berarti aku menjauh darimu," jawab Gawin, mencoba mempertahankan ketenangan.

"Aku tidak peduli dengan teman-temanmu. Aku hanya ingin kamu fokus padaku," Joss mengucapkan kalimat itu dengan nada yang keras, membuat Gawin terkejut.

"Tapi aku tidak bisa hidup dalam bayang-bayangmu, Joss. Kita harus belajar untuk saling mempercayai," balas Gawin, merasa frustrasi.

Joss terdiam sejenak, lalu berkata, "Aku mencintaimu, Gawin. Aku hanya ingin melindungimu."

"Tapi cinta yang sehat tidak bisa dipaksakan. Kita harus memberi ruang satu sama lain," jawab Gawin, merasakan kepedihan di dalam hati.

Mereka terdiam beberapa saat, suasana menjadi tegang. Gawin merasakan keinginan untuk mengubah arah pembicaraan, tetapi kata-kata itu masih terjaga dalam hatinya. Dia tidak ingin mengakui betapa dalamnya rasa takut Joss terhadap kehilangan.

Akhirnya, Joss berbicara lagi, suara lembut namun tegas, "Apa kamu berpikir kita perlu memberi batasan yang jelas dalam hubungan ini?"

Gawin mengangguk. "Aku rasa itu langkah yang tepat. Kita perlu menghormati satu sama lain dan juga memberikan kebebasan untuk bersosialisasi."

Joss merasakan ketegangan yang mengendur, tapi di sudut matanya, Gawin bisa melihat rasa cemas yang masih ada. "Baiklah, aku akan berusaha lebih baik. Tapi kamu harus mengingat, aku tidak suka ketika kamu bersama orang lain," ungkap Joss, suaranya penuh penekanan.

Gawin menyadari bahwa kata-kata Joss mengandung harapan dan ketakutan. "Aku akan berusaha menjaga jarak dengan orang-orang yang membuatmu tidak nyaman, tetapi aku juga ingin kamu menghargai keputusanku."

Setelah pembicaraan yang berat itu, mereka berdua merasa lebih lega. Namun, Gawin tahu bahwa ini baru permulaan. Keputusan ini tidak bisa hanya dilakukan sekali, tetapi harus dipertahankan dalam setiap langkah ke depan.

Hari berlalu, dan Gawin mencoba kembali fokus pada kuliah dan tugas-tugasnya. Namun, bayang-bayang Joss tetap menghantuinya. Ketika dia berusaha bersosialisasi dengan teman-temannya, dia merasakan tatapan waspada dari Joss, bahkan saat mereka berada di ruang kelas.

Suatu sore, saat Gawin sedang berkumpul dengan Book dan Dunk, Joss muncul tiba-tiba, ekspresinya terlihat tegang. "Kamu tahu kita punya rencana belajar malam ini, kan?" tanya Joss, nada suaranya mencerminkan ketidakpuasan.

Gawin merasa tertekan, "Ya, aku tahu. Tapi kita hanya belajar. Ini penting untuk kita semua."

Joss menatapnya dengan intens. "Kamu tidak perlu berusaha untuk membuktikan dirimu. Aku hanya ingin agar kamu mengingat siapa yang paling penting bagimu."

Book dan Dunk saling berpandangan, tidak tahu harus berbuat apa. Gawin merasa frustrasi, tetapi dia tidak ingin membiarkan situasi ini merusak hubungan dengan teman-temannya. "Joss, aku bisa menjaga keduanya. Temanku penting bagiku, sama seperti kamu," ungkap Gawin, suaranya penuh tegas.

Joss terlihat marah dan kecewa, tetapi Gawin tahu bahwa dia tidak bisa terus membiarkan ketegangan ini menguasai hidup mereka. Dia harus menegaskan posisinya.

"Kalau kamu tidak nyaman dengan ini, kita bisa bicarakan kembali. Tetapi aku tidak ingin memutuskan hubungan ini karena rasa cemburu yang tidak perlu," Gawin menambahkan, mencoba mencari keseimbangan.

Joss merasakan ketegangan itu. "Aku akan berusaha untuk mempercayaimu. Tapi kita harus saling berkomunikasi," ucap Joss, suara lembutnya kembali muncul, seolah mencoba menahan emosi yang mendidih.

Gawin merasa lega, meski dia tahu ini hanya langkah awal. "Baiklah, kita bisa saling berkomunikasi lebih baik. Aku akan melakukan yang terbaik untuk menjaga hubungan kita tetap sehat."

Saat mereka berpisah, Joss tampak lebih tenang, tetapi Gawin tidak bisa mengabaikan rasa khawatir yang menyelimutinya. Ia tahu, meskipun perbincangan ini memberikan kelegaan, tantangan mereka masih panjang.

Malam tiba, dan Gawin kembali ke apartemen. Dia duduk di sofa, merenungkan semua yang terjadi. Ia tahu bahwa cinta dan obsesi harus dihadapi dengan cara yang berbeda. Ketika dia menatap langit malam melalui jendela, harapannya adalah agar mereka bisa menemukan jalan keluar dari pusaran ini.

Sementara itu, Joss masuk ke dalam, duduk di samping Gawin dengan tenang. "Apakah kita bisa mulai lagi?" tanyanya, suara penuh harap.

Gawin menoleh dan melihat ke dalam mata Joss, merasakan kasih sayang yang tulus di dalamnya. "Ya, kita bisa. Kita akan melakukannya bersama."

Satu per satu, mereka berusaha membangun kembali fondasi hubungan mereka, berjanji untuk saling menjaga tanpa mengorbankan diri. Gawin tahu bahwa perjalanan mereka tidak akan mudah, tetapi dia percaya cinta yang tulus bisa mengalahkan segalanya.

---

Trapped in Obsession🔞‼️ (Jossgawin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang