---
Hari-hari berikutnya terasa lebih tenang, namun Gawin tidak bisa menepis rasa khawatir yang menggelayuti pikirannya. Meskipun Joss berusaha untuk lebih memahami kebutuhannya akan ruang, ada saat-saat di mana kecemasan dan rasa cemburu masih menghantuinya. Gawin tahu bahwa pengawasan Joss belum sepenuhnya hilang, dan itu membuatnya merasa tertekan.
Suatu hari, ketika mereka berdua sedang duduk di kafe kampus, Gawin melihat Joss menatapnya dengan ekspresi penuh perhatian. "Kamu baik-baik saja?" tanya Joss, suara lembutnya seolah mencoba meraih hatinya.
Gawin tersenyum tipis, "Ya, aku baik. Hanya saja, kadang aku merasa seperti ada yang membebani kita."
Joss mengangguk, "Aku mengerti. Aku akan berusaha lebih baik untuk tidak terlalu mengawasi."
"Tapi kita juga perlu berbicara tentang masa lalu kita, Joss," kata Gawin, menatap mata Joss dengan serius. "Ada banyak hal yang tidak kita bicarakan."
Mata Joss sedikit menyipit, seolah teringat sesuatu yang menyakitkan. "Apa yang kamu maksud?" tanya Joss, suaranya terdengar tegang.
"Aku tahu kamu pernah mengalami hal yang sulit sebelumnya. Mungkin itu yang membuatmu sangat posesif padaku sekarang," jawab Gawin, berusaha lembut.
Joss terdiam, tampak berjuang dengan emosinya. "Aku tidak ingin mengingatnya. Itu masa lalu yang tidak ingin aku ungkapkan," ungkap Joss, suara sedikit bergetar.
"Aku paham, tetapi kita tidak bisa membiarkannya menghalangi kita. Kita perlu saling mendukung, bahkan dalam kenangan yang buruk," Gawin berkata, meraih tangan Joss.
Joss menatap tangan mereka yang terhubung, dan akhirnya menarik napas dalam-dalam. "Baiklah, aku akan mencoba. Tapi itu bukan hal yang mudah untukku," kata Joss, sedikit ragu.
Setelah beberapa detik hening, Joss mulai bercerita. "Dulu, saat aku masih di sekolah menengah, aku memiliki seorang teman dekat. Dia adalah orang pertama yang membuatku merasakan cinta. Tapi ketika dia mulai menjauh, aku merasa sangat kehilangan. Aku tidak ingin mengulang pengalaman itu lagi, sehingga aku mulai mengontrol semua orang yang dekat denganku."
Gawin merasakan empati mendalam untuk Joss. "Itu sangat menyakitkan. Tapi mengendalikan orang yang kita cintai bukanlah cara untuk melindungi diri. Kita harus belajar untuk mempercayai satu sama lain," ujar Gawin, berusaha menenangkan Joss.
"Bisa jadi, tetapi rasa sakit itu sangat nyata. Kadang-kadang, aku merasa bahwa tanpa kontrol, aku akan kehilangan segalanya lagi," Joss mengakui, tatapannya mulai penuh dengan ketakutan.
Gawin mengangguk. "Kita bisa bekerja sama untuk menghadapi ketakutan itu. Kita tidak akan kehilangan satu sama lain, Joss. Aku berjanji," katanya, berusaha memberikan jaminan.
Di saat itu, Gawin merasakan koneksi yang lebih dalam dengan Joss. Walaupun bayang-bayang masa lalu Joss mengintai hubungan mereka, dia merasa bahwa mereka bisa melewati semua rintangan asalkan mereka saling mendukung.
Setelah percakapan itu, Gawin berusaha lebih mendekatkan diri kepada Joss. Dia ingin Joss merasakan bahwa cinta mereka adalah sebuah tim, bukan hanya pengendalian. Setiap malam, mereka menghabiskan waktu bersama, baik belajar maupun sekadar berbincang santai tentang mimpi dan harapan masing-masing.
Namun, satu malam, ketika Gawin sedang bersantai di apartemen dengan Joss, ponsel Joss bergetar. Dia mengambilnya dan melihat pesan dari seorang teman lamanya, Arvin. Tanpa sadar, rasa cemburu mulai menjalar di hati Gawin. Joss terlihat ragu untuk membalas pesan itu.
"Siapa itu?" tanya Gawin, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang, meski ada rasa tidak nyaman yang mendorongnya untuk bertanya.
"Ah, hanya Arvin. Dia ingin bertemu dan berbicara tentang kuliah," jawab Joss, terlihat sedikit gelisah.
Gawin berusaha menahan diri agar tidak menunjukkan reaksinya. "Kamu ingin pergi?" tanyanya, meski dalam hati, dia tidak ingin Joss pergi.
"Aku... aku tidak tahu. Mungkin aku bisa, tapi..." Joss ragu.
Gawin memutuskan untuk mencoba mendukung keputusan Joss. "Kalau itu penting, kamu sebaiknya pergi. Aku akan baik-baik saja," ucap Gawin, berusaha bersikap dewasa.
Joss menatapnya, seolah meragukan keputusan itu. "Tapi aku tidak ingin membuatmu merasa tidak nyaman," katanya, suara penuh perhatian.
"Aku tidak akan merasa tidak nyaman. Kita perlu saling mempercayai, kan?" Gawin mengingatkan, berharap Joss bisa mengerti.
Akhirnya, Joss setuju untuk pergi bertemu Arvin. Meski hatinya berat, Gawin berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini adalah langkah untuk memperkuat hubungan mereka. Ketika Joss pergi, Gawin merasa ada bagian dari dirinya yang kosong.
Saat malam tiba, Gawin duduk di sofa, menunggu Joss kembali. Dia berusaha bersikap tenang, tetapi perasaan cemas mulai menggelayuti pikirannya. Dia berusaha mengalihkan pikirannya dengan menonton film, tetapi rasa khawatir terus muncul.
Setelah beberapa jam, Gawin mulai merasa cemas. Dia mengirim pesan kepada Joss, tetapi tidak ada balasan. Ketika jam menunjukkan tengah malam, rasa cemasnya berubah menjadi panik.
"Apa yang terjadi? Kenapa dia belum kembali?" pikirnya, gelisah. Gawin merasa seolah ada sesuatu yang tidak beres. Dia berusaha menenangkan pikirannya, tetapi suara hatinya terus berbisik bahwa Joss mungkin berada dalam masalah.
Ketika akhirnya ponselnya bergetar, Gawin langsung melihat layar. Pesan dari Joss muncul: "Maaf, aku akan pulang segera. Ada yang perlu dibicarakan."
Gawin merasakan campuran rasa lega dan khawatir. "Apa yang terjadi?" pikirnya, menunggu dengan cemas di sofa. Dia tahu bahwa apa pun yang Joss bicarakan harus ditangani dengan hati-hati.
Ketika Joss akhirnya membuka pintu, wajahnya terlihat lelah dan bingung. "Maaf membuatmu menunggu," katanya dengan nada lemah.
"Ada apa? Kamu terlihat tidak baik," Gawin mengamati Joss dengan penuh perhatian.
"Aku... aku hanya perlu waktu untuk berpikir," Joss menjawab, suara gemetar.
Gawin merasakan sesuatu yang salah. "Apa yang terjadi?" tanyanya, mencoba menenangkan Joss.
Joss menatap Gawin dengan mata yang penuh rasa bersalah. "Aku merasa terjebak dalam perasaanku sendiri. Arvin memberitahuku tentang banyak hal yang membuatku mempertanyakan segalanya," ungkap Joss, suaranya bergetar.
Gawin merasa hatinya tersentuh oleh kata-kata Joss. "Joss, apa yang dia katakan?" tanyanya, berusaha memahami situasinya.
"Aku tidak tahu jika aku bisa memberi kamu kebebasan yang kamu butuhkan. Aku takut akan kehilanganmu," ucap Joss, matanya mulai berkaca-kaca.
Gawin meraih tangan Joss dan menggenggamnya. "Joss, kita akan menghadapi ini bersama. Tidak ada yang akan memisahkan kita, asalkan kita mau saling terbuka dan percaya satu sama lain."
Malam itu, mereka berbicara hingga larut, membahas rasa takut, harapan, dan masa depan mereka. Gawin tahu bahwa meskipun mereka masih memiliki banyak tantangan di depan, kekuatan cinta mereka akan membantu mereka melewati semua itu.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped in Obsession🔞‼️ (Jossgawin)
Romance🔞‼️ Di tengah gemerlap kehidupan kampus, Joss Way-ar, seorang mahasiswa hukum tahun kedua yang sempurna dan karismatik, terjebak dalam cinta yang penuh gairah dan ketegangan. Dianggap sebagai "hot student" di fakultasnya, dia memiliki segalanya-kec...