***
Prang!
Suara sesuatu yang keras terdengar memenuhi ruangan, lalu di susul oleh suara dua manusia dewasa yang saling berteriak satu sama lain. Ah jangan lupakan samar-samar suara tangisan dari gadis kecil yang sekarang menangis sambil memeluk dirinya sendiri.
"Mas! Udah ya stop, please! Kalau kamu mau sama dia silahkan, aku gak pernah larang kamu, bahkan aku mempertaruhkan harga diri aku sendiri saat kamu bawa mereka ke rumah ini!" Teriak seorang perempuan yang mungkin umurnya sekarang hampir menginjak umur 35 tahun. Pakaian yang dia pakai adalah putih, tapi kini ternodai oleh darah.
"Kalau gini jadinya bilang dari awal kamu gak setuju! Saya bisa gak kembali lagi kesini, kamu itu munafik tahu gak?!" Bentak balik seorang pria.
"Abraham! Jaga ucapan kamu ya!" Kali ini seorang pria tua dengan rambutnya hampir memutih sempurna masuk menyusul mereka, dia menarik sang pria dan menunjuk-nunjuk pria itu.
"Papah selalu saja bela Shiren, aku ini anak papah, bukan Shiren!" Bentak pria bernama Abraham, yang sekarang sedang bersitegang dengan sang istri yaitu Shiren.
"Anak papah itu pria tahu diri, pria bertanggungjawab bukan—"
"Tanggungjawab? Aku udah nikahin Raina dan nafkahi anak aku Cornelia itu bukan tanggungjawab hah? Emang dasarnya otak papah itu udah di cuci sama wanita munafik itu!"
Plak!
"Jaga ya ucapan kamu!" Tegas Shiren dengan penuh penekanan setelah menampar kuat pipi sang suami. Dia juga gak segan-segan menunjuk-nunjuk wajah sang suami yang seharusnya senantiasa dia hormati.
Setelah ucapan dari Shiren, tak ada lagi saling teriak diantara Abraham dan Shiren. Mereka sibuk saling pandang dengan tatapan tajam penuh dendam.
"Ayah" Panggil seorang gadis kecil, lebih kecil dari gadis yang masih menangis.
Gadis itu masuk ke ruangan lalu berlari berhamburan memeluk kaki Abraham. Pelukan yang sangat erat disusul oleh tangisan kencang, membuat Abraham berjongkok untuk mengendong sang putri bernama Cornelia.
"Papih" Kali ini gadis yang tadi menangis sambil memeluk dirinya sendiri memanggil Abraham juga, dia ingin dipeluk dan digendong juga oleh Abraham.
Namun, langkahnya mendekat ke arah Abraham terhenti saat tangisan Cornelia yang semakin menjadi mengatakan takut berkali-kali. Gadis itu kembali melangkah mundur ke tempat semula saat seorang wanita yang memiliki penampilan jauh beda dengan Shiren datang, walaupun berbeda mereka tetap sama karena pakaian mereka berlumuran darah.
"Mas, udah" Ujarnya dengan lembut meraih lengan Abraham.
"Udah? Cih" Celetuk Shiren sambil memasang wajah malasnya.
"Kak Shiren, saya minta maaf kalau Shani terluka karena saya" Ujar wanita bernama Raina, perempuan kedua yang Abraham nikahi diluar persetujuan ayahnya sendiri, sekaligus menjadi madunya Shiren.
"Raina, berhentilah meminta maaf! Dia yang salah, bukan kamu!" Dengan cepat Abraham menarik lengan Raina yang hendak mendekati Shiren.
Shiren memutarkan matanya malas mendengar ucapan dari sang suami, tanpa rasa takut dia mendekati Abraham lalu mencodongkan tubuhnya kedepan menepatkan bibirnya tepat di dekat telinga sang suami.
"Lantas siapa yang meminta maaf jika Shani terluka? Gak mungkin anak yang sedang kamu gendong kan?" Bisik Shiren penuh penekanan lalu disusul oleh tangisan Cornelia yang semakin menjadi lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Different World
FanficGita Sekar, mahasiswa sastra Inggris semester akhir yang sedang disibukkan dan dipusingkan dengan skripnya, tetap mencoba waras dengan melampiaskan rasa lelah dan stressnya pada mainan. Gita yang memang sedari dulu suka sekali mainan dan punya kein...