Lizia menatap semua teman-teman barunya. Dia memilih pindah karena tidak nyaman dengan laki-laki di sekolah sebelumnya yang terlalu mengejar-ngejarnya.
Lizia menunduk segera, dia pemalu. Dia selalu merasa risih dilihat orang. Dia justru tidak percaya diri dengan kecantikannya.
"Ini Lizia, pindahan dari sekolah SMA 1 Pribumi.. Silahkan perkenalkan diri,"
"Aku Lizia." singkatnya tetap menunduk malu.
Kelas mulai terdengar saling membisik, membicarakan kecantikan Lizia yang tetap terpancar walau terhalang kacamata cupunya.
"Sudah? Baiklah, kamu boleh duduk di ujung sana," tunjuk bu Widia sebagai wali kelas di kelasnya.
Lizia berjalan mendekati meja dan kursi yang di maksud sambil menatap laki-laki tampan yang melipat tangan di perutnya, tatapannya tajam, senyumnya miring, sepertinya bad boy di sini.
"Izin duduk," cicitnya gugup.
"Kamu bicara sama siapa?" bisik Gea- teman baru Lizia di depan mejanya yang menoleh ke belakang itu.
"Ha?" kaget Lizia, dia menatap laki-laki yang memakai seragam- tunggu, seragamnya berbeda dengan yang dirinya pakai.
Lizia memucat. Dengan gugup sontak membenarkan kacamatanya segera dan sibuk membuka ransel, mencoba mengabaikan hantu di sampingnya. Bahkan mengabaikan Gea.
Lizia sungguh tidak tahu dia hantu. Biasanya akan terlihat bagai hologram, kenapa bisa ada hantu yang terlihat sekali seperti manusia hidup.
Ini pengalaman pertama Lizia melihat hantu senyata itu.
"Ini pertama kalinya ada yang bisa liat gue,"
Lizia berdebar cemas, walau begitu dia akan terus mencoba abai, menatap guru pelajaran Fisika yang merangkap menjadi wali kelasnya itu tengah memulai pelajaran.
"Ga usah pura-pura,"
Lizia menelan ludah yang terasa sulit, tetap berusaha mengabaikannya. Keringat sebesar sebutir beras segera muncul di pelipis. Lizia sungguh tidak ingin bersinggungan dengan makhluk dunia lain.
"Gue Heksa.. Lo udah ketahuan, Lizia." bisik Heksa sambil menyelipkan jemarinya ke dalam rok Lizia.
Membelai celana dalamnya.
"Ah!" jerit Lizia sampai berdiri dari duduknya dengan heboh, masalahnya dia bisa merasakan sentuhan hantu. Selama ini dia tidak bisa merasakan seketara itu. Biasanya hanya bagai tiupan angin.
Dan hantu itu tadi terlalu jauh dan nakal menyentuhnya.
"Ada apa?"
Lizia menelan ludah, mencoba bernafas normal saat semua mata tertuju ke arahnya. Menatap Lizia yang panik dan gugup.
***
"Gimana hari pertamanya?" Celine memeluk sekilas sang anak.
"Baik, ma." jawab Lizia lembut, mencoba baik-baik saja padahal energinya sudah 0%.
Celine tersenyum. Lizia adalah jiplakan Abidzar. Berbeda dengan satu anaknya lagi yang laki-laki.
"Kalau aku ga suka, ma." Lanon berjalan dengan seragamnya yang berantakan bagai berandalan. Melempar asal tas gandong yang isinya hanya satu buku, satu pulpen, dan bola plastik.
Celine menghela nafas panjang. Dan dia jiplakannya. Nakal sekali, pasti ada saja masalah yang dibuatnya.
"Kamu emang dasarnya ga suka sekolah," Abidzar muncul, dia juga baru pulang dari kantor cabang mertuanya yang sementara dia ambil alih baru kelak Lanon yang menggantikannya.