70. Luka Masa Lampau

2.8K 253 139
                                    


Happy reading 

-

-



"Lalu sekarang Lara dimana?"

"Dia pergi semalam," jawab Aige dengan pandangan kosong. Mulutnya terasa kering saat ini dengan wajah pucat tak karuan.

"Semalam hujan ngga berhenti. Kalian biarin dia pergi nerjang sendirian?!" Aryan dengan cepat menyahut.

Di pagi itu, semua berkumpul di rumah Aryan. Mamah sudah menangis sejak tadi. Dengan Aryan yang berusaha menenangkan sang ibunda yang hampir pingsan dibuatnya.

Aige dan Avi sudah merunduk sejak tadi. Deengan Avi yang memasang wajah marah, dan Aige yang masih kosong seolah raganya hilang saat ini.

"Harusnya Budhe bilang sejak awal. Kenapa Budhe sembunyiin semuanya dari kita?" dengan tatapan menajam, tangannya saling bertautan dengan siku yang menompang ke kaki. Rahangnya mengeras, mata memerah karena semalam harus melalui malam panjang karena pertengkaran mereka.

"LARA TERLALU KECIL BUAT TAHU SEMUANYA!" bentak Budhe keras.

"TAPI BUKAN BERARTI KITA HARUS TAU DARI ORANG-ORANG YANG UDAH HANCURIN HIDUP KITA!!"

"TURUNIN NADA LO KALO NGOMONG SAMA NYOKAP GUE!!" sambar Aryan tak terima. Dengan nafas terengah, Aryan menatap sahabatnya. Matanya membulat marah.

Bertahun-tahun Aryan mengenal Avi, ini adalah titik terbrengsek pemuda itu. Avi memang sering membuat kesalahan yang pemuda itu sendiri tak bisa menyelesaikannya. Aryan selalu berdiri paling depan, membenahi kekacauan yang dibuat oleh teman kecilnya. Namun kini, Aryan menyerah. Avi diluar kendalinya.

Pemuda itu sudah dikuasai rasa egois yang tak mau salah.

"Yang sebetulnya hancur disini siapa?" lirih Mamah menatap Avi dengan lemah.

"Kalian tahu sendiri... Lara sangat memuja Diana diseumur hidupnya. Gimana perasaan dia saat tahu orang yang dia puja ternyata bukan Ibu kandungnya? Sehancur apa dia?!" Mamah kembali meraung lagi.

"Dia anak haram. Anak dari hasil perselingkuhan Ayah, kalo bukan karena Ibu dia keluarga kita bakal baik-baik aja!"

"Yakin soal itu?! Sekarang kamu sebut orang itu dengan sebutan Ayah?! Waras kamu?!" Mamah dengan cepat bangkit dari duduknya. Menunjuk wajah Avi. Matanya seolah membusur tepat.

Kelopak mata Avi bergetar, mengedarkan pandangan ke bawah tak percaya dengan apa yang barusan dia ucap dengan mulutnya sendiri.

"Yessa Juandi itu teman baik Diana. Sama seperti Lara, hidup dia jauh lebih perih," ujar Mamah dengan nada bergetar. Ia mengalihkan wajahnya saat merasa air matanya hendak meluruh lagi. Menarik nafas dalam bersiap menceritakan semuanya.

"Yessa dan Diana bertemu dipameran lukis kala itu. Yessa adalah seniman. Dia pergi ke pameran itu memajang karyanya setelah Ayahnya di putuskan harus mendekam di penjara seumur hidup,"

Ketiga pemuda dalam ruangan itu sukses membulatkan mata kompak. Terperangah tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. Aryan mengerjap, Yessa adalah seorang seniman, dan Lara juga sama. Lara tak pernah mengatakan kalau dia menyukai seni, namun dia melakukan semuanya secara naluri. Mungkin... kemampuan Yessa menurun pada putrinya.

"Ibu Yessa meninggal karena kekerasa dalam rumah tangga. Yessa melihat dengan mata kepalanya sendiri gimana Ibunya dibunuh saat itu. Dipameran itu, dia berniat mengakhiri hidupnya. Dia ingin semua lukisan miliknya dirawat oleh orang lain sebelum dia pergi,"

Sea For Blue WhalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang