Di tengah perjalanan menuju bagian dalam Akademi Nexus, Nior mulai menjelaskan dengan suara pelan, hampir berbisik, seolah takut kalau terlalu keras berbicara tentang mereka bisa memanggil kekuatan luar biasa yang dimiliki para legenda itu.
"Di Akademi ini, ada dua belas pejuang dari tingkat Spesial," Nior memulai, "mereka adalah pahlawan di antara kami. Bahkan para instruktur sekalipun jarang bertemu dengan mereka."
Althaf mendengarkan dengan seksama, penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Nior.
"Ilham, sang Penguasa Petir, adalah yang pertama. Kekuatan petirnya begitu dahsyat hingga banyak yang menganggapnya sebagai dewa di kalangan kami."
Althaf terkejut mendengar nama itu. Apakah Ilham yang dimaksud adalah sosok misterius yang menyelamatkannya saat pertarungan di desanya? Sebuah gejolak timbul di dadanya, tapi dia tetap diam, membiarkan Nior melanjutkan.
"Asahy, penguasa air, mampu mengendalikan dan mengubah bentuk air sesuka hati. Alul, sang Cahaya, yang kemampuannya bersinar terang di kegelapan dan bisa memadamkan kegelapan itu sendiri." Nior melanjutkan dengan nada kagum.
"Indra, yang kau lihat tadi, adalah penguasa Daun, mampu memanipulasi tumbuhan untuk melindungi atau menyerang. Gyda, pengendali angin yang bisa bergerak secepat badai. Yudan, penguasa api yang tidak tertandingi dalam hal serangan ofensif. Lalu Alip, sang Cermin, pembimbingku—dia memiliki kemampuan untuk memantulkan semua serangan kembali kepada lawannya."
Nior terlihat semakin gugup saat menyebut nama demi nama. "Fuad, penguasa Kertas, bisa memanipulasi kertas dengan cara yang tidak bisa dibayangkan. Gilang, yang memiliki hubungan dengan tanah dan bebatuan, mampu membuat bumi berguncang hanya dengan satu hentakan. Shafira, yang kau lihat tadi, penguasa Bunga yang bisa menyerang dengan keindahan mematikan. Rian, penguasa Batu, yang bisa mengubah dirinya menjadi sekeras batu, dan akhirnya, Zidan, sang Medis. Dia bisa menyembuhkan luka dalam sekejap."
Althaf mengernyitkan dahi. Nama-nama itu terdengar seperti legenda hidup, dan mendengar kekuatan mereka membuatnya semakin merasa kecil. Tapi nama yang paling membuatnya penasaran adalah Ilham.
"Ilham... yang kau sebut tadi, apakah dia yang...?" Althaf tidak menyelesaikan kalimatnya, tapi Nior menangkap maksudnya.
"Banyak yang belum pernah melihat mereka bertarung langsung," jawab Nior sambil menghela napas. "Tapi beberapa orang percaya, jika kau melihat kilatan petir di medan perang, itu pasti Ilham."
Althaf terdiam. Jika benar Ilham yang menyelamatkannya, maka dia harus bertemu dengannya suatu hari nanti.
"Tapi kenapa kau masuk Akademi ini, Nior?" Althaf bertanya penasaran.
Nior menunduk sejenak, mengumpulkan pikirannya. "Aku masuk Akademi Nexus karena ingin melindungi orang-orang yang aku cintai. Desaku pernah diserang oleh monster yang sama, dan banyak teman-temanku yang tidak selamat. Saat itu, aku menyadari bahwa aku tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan orang lain. Aku ingin menjadi pejuang yang kuat, agar aku bisa melindungi mereka. Itu juga yang membuatku terinspirasi untuk mengikuti jejak pejuang hebat seperti Ilham dan yang lainnya."
Kata-katanya terucap dengan penuh emosi, membuat Althaf merasakan kepedihan dan semangat yang sama.
Tiba-tiba, sosok lain muncul dari balik pohon besar. Seorang remaja dengan rambut acak-acakan dan sorot mata yang tampak dalam dan sedikit misterius mendekat. Ia memperkenalkan dirinya dengan senyum santai.
"Aku Chaesaril," katanya dengan nada tenang, "pengendali Mimpi dan sahabat Alip. Bisa dibilang, aku berada di antara tingkat biasa dan Spesial. Tidak ada tingkat 'semi spesial', tapi aku punya reputasi sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia yang berdarah
FantasySeorang anak yang hidup dalam bayang-bayang kehancuran mendapati dirinya tersiksa oleh kenyataan yang tidak pernah bisa ia lupakan. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri ketika desanya dihancurkan oleh monster raksasa, menyapu bersih seluruh...