14. Empatbelas

746 143 21
                                    

Hampir saja Juna meloloskan Sasha. Wanita itu sudah bersiap menaiki mobil taksi daring. Tangannya segera menahan tubuh Sasha. Membuat tubuh Sasha terhuyung, untung saja Juna segera menangkapnya. Ia memeluk Sasha dengan erat.

"Lepasin! Gue mau pulang."

"Pulang sama aku."

"Nggak! Gue udah pesen dan driver udah dateng. Hush, hush! Pergi sana!"

"Nggak bisa. Tadi berangkat bareng aku, pulangnya juga harus bareng, udah dua hari kamu nggak pulang ke rumah." Juna bersikukuh mempertahankan argumennya.

"Bodo amat—"

"Jadi berangkat apa enggak, Neng? Kalau berantem sama suaminya jangan di pinggir jalan." Seru sang supir yang sudah jengah melihat pertikaian sejoli tersebut.

Juna mendekati si supir. "Maaf, Pak. Nggak jadi berangkat. Tapi Bapak jalan aja kayak nganter penumpang, biar nggak kehitung cancel. Udah dibayar, kan?"

Si supir mengangguk. "Ya udah kalau gitu. Lain kali kalau berantem jangan main pesen mobil, Mas."

Juna menyeret tubuh Sasha menuju mobilnya. Tidak peduli jika lengannya sudah digigit oleh si wanita. Sekarang Sasha berubah menjadi tikus penggigit. Di sepanjang perjalanan, Sasha melipat kedua tangan dengan alis bertaut sampai dahinya mengkerut.

"Gue mau pulang ke kos! Bukan ke rumah sialan itu!"

"Aku nggak mau anter. Kita pulang." Putus Juna tak bisa diganggu gugat.

Tambah mengamuklah Sasha. Kakinya menendang-nendang apapun yang ada di depannya. Tidak peduli jika barang tersebut akan rusak setelahnya.

"Kamu tadi ngomong apa ke Alice? Kenapa dia jadi jauhin aku—AW!"

Tanpa diduga, Sasha menjambak rambut Juna kuat-kuat. Dengan penuh emosi ia tarik rambut Juna. Sampai membuat mobil tersebut oleng karena Juna hilang kendali. Untung saja Juna sigap untuk mengendalikan mobil tersebut.

"GUE BILANG GUE MAU PULANG! ELO ITU UDAH HOMO, BUDEG PULA! ANJING, BANGSAT!"

Juna hanya terdian tidak membalas perlakuan Sasha. Jadilah sepanjang perjalanan ia harus rela beberapa helai rambutnya rontok. Semoga saja tidak menjadi botak. Agak susah berkendara dengan kepala miring ternyata.

***

Sasha masih setia ngambek rupanya. Mereka sampai di depan rumah dengan selamat. Bonus Sasha sudah naik ke atas pangkuan Juna untuk memudahkannya menjambak rambut sang suami, sekaligus menggigit lengan Juna.

Pria itu turun dari mobil setelah Sasha tenang. Berjalan sempoyongan untuk membuka gerbang pintu rumahnya. Rambut Juna sudah berantakan, kemeja yang ia kenakan juga sudah terbuka. Wajah Juna penuh dengan bekas lipstik berwarna merah merona.

Selesai membuka gerbang, kejutan belum berakhir. Netranya membelalak sempurna ketika melihat Sasha dengan santaina menggores mobil dengan hak tinggi runcing. Tidak lupa memukul kaca mobil tersebut menggunakan tongkat—darimana tongkat tersebut dia dapatkan?

"SASHA!"

Juna berlari menuju mobilnya yang malang. Ia dapatkan setelah bekerja keras. Kini tergores di banyak sisi. Benar-benar Sasha adalah titisan iblis!

Ya Tuhan, bunuh saja Juna sekarang. Ia menarik rambutnya sendiri karena frustasi. Mobilnya menjadi jelek. Ia memandang Sasha dengan tatapan murka. Namun wanita itu malah memberinya jari tengah dengan lidah yang menjulur.

"SINI KAMU! JANGAN LARI!" Geram Juna yang sudah menggertakkan gigi.

Terlambat.

Sasha sudah berlari. Sesekali membalik tubuh untuk mengejek Juna. Sasha ingatkan sekali lagi, ia adalah wanita pendendam dan pemarah.

Love Options Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang