Part 29

29 20 5
                                    

"Kenapa mukamu masam begitu, Cha?" Lyn bertanya.

Aku menggerutu, mengedikkan dagu ke arah abang-abangku. "Apalagi kalau bukan karena mereka."

Ika menyengir lebar. "Kecihannya sobatku ini."

Saat ini kami sedang dalam perjalanan ke dufan. Pinjem mobil punya om kami. Tadinya mau pakai mobil Noah, tapi enggak muat untuk kami semua, coba kalian hitung ada berapa orang yang akan ikut ke dufan: Shuu, Noah, Amuro, si empat cunguk (abang-abangku), Ika, Lyn, dan terakhir aku. Mobil Noah mana cukup menampung orang sebanyak itu. Kalau mobil om kan gede, meski tetap harus berdempet-dempetan juga.

Tadinya abang-abangku pada berebutan mau duduk di dekatku, tapi aku sudah duluan ambil tempat duduk di sebelah Lyn dan Ika. 

"Oi, Shuu! Bawa jajan gak?" Ika berseru.

"Kagak."

"Bangke, padahal gue udah minta bawain jajan."

"Lo kira gue siapa? Babu lo hah?" Shuu berkata datar. "Makan melulu lo, lama-lama jadi babi."

"Eh, berani lo ama gue? Nantang lo hah?"

"Elo yang nantang duluan."

Amuro mengusap dagu, terlihat lelah dengan pertengkaran 'anak-anak'-nya. Sia-sia aja dilerai, yang ada dia makin pening. Sedangkan Noah, malah ikutan nimbrung pertengkaran itu, ikut meledek Ika. 

"Masih jauh nih, Noah?" Aku mendesah.

"Sedikit lagi."

"Oh, masih jauh." Aku mengucek-ucek mataku, mulai merasa ngantuk. Aku bilang kayak tadi karena biasanya orang-orang tuh bilang 'sedikit lagi sampai', padahal sebenarnya masih jauh. Tapi, aku tidak yakin banget sih. "Lo traktir kita semua pakai uang atau daun sih? Santai banget traktir dufan serame ini. Bokek lo ntar."

Alfarezi berdeham dari kursi belakang. Menegurku karena memakai 'lo/gue' lagi. Aduuh, abangku yang satu ini, hidup dari jaman kapan sih? Kagak gauul banget. Aku menggerutu di dalam hati.

"Pakai uang-lah. Emang bisa bayar pake daun?" Noah menyalip motor yang dikendarai emak-emak menor. "Aissh, lampu send kiri, belok ke kanan. Bikin bingung aja."

Aku yang sudah setengah sadar, udah mau tidur, terkekeh.

"WADAW!! HOI, NOAH!! Gue mau boker!!" Lyn mendadak berseru heboh. Seperti biasa, suaranya itu memekakkan telinga. Aku jadi membuka mataku lebih lebar, urung tidur.

Sialan. Aku menjitak jidatnya, dan melototinya. "Gue mau tidur, Bangke! Kecilin suaranya."

Lyn cengengesan. "Galak banget sih. PMS lo?"

"Iya. Kenapa hah?" Aku menyandarkan kepalaku, "udah ah, aku mau tidur."

"Nyanyiin, Lyn, Ika! Biar tidurnya nyenyak." Amaar dan Abyaaz berseru.

Dan, Lyn dan Ika menyanyikan nina bobo padaku. Aku sebenarnya mau banget tampol mereka semua, tapi rasa kantuk membuatku urung menghajar. Saat mataku mulai terpejam, abang-abangku, Noah, dan Shuu malah ikutan nyanyi.

Punya temen emang gaje semua.

*****

"Chaaaa.... Chacamerica, hei, hei!" 

Suara siapa itu? Aku menggeliat, dan membuka mataku. Memandang mata beriris hitam pekat itu yang juga sedang menatapku.

Satu detik.

"ANJ (PIIIIPPP)!" Aku berseru kaget, sambil mendorong Shuu menjauh. "HOI! Gue bisa jantungan, tahuk! Deket amat muka lo!"

"Buset, boleh juga tenaga lo, Cha." Shuu menyeringai, "udah sampe. Kau harusnya berterima kasih karena aku bangunin."

Aku menegakkan punggung, meregangkan tubuh, lalu beranjak berdiri. Kuraih tas selempangku.

"ICHAAA! Cepetan dong, lama banget sih!" teriak Lyn.

Aku bergegas turun dari mobil. "Kagak sabaran banget sih lo pada."

CTAK!! Sentilan mendarat di jidatku. Siapa lagi kalau bukan Alfarezi. Aku mengacungkan jari manis, lalu memandang sekitar. Waw, ramai banget. Juga heboh. Aku melihat anak kecil berlari sambil membawa gulali, tertawa-tawa riang. Orangtuanya yang tersenyum, sambil berseru menegur anaknya. Orang-orang seusia kami berlalu lalang.\

Kami belum memasuki dufan-nya saja sudah seramai ini, apalagi kalau di dufannya? Kami masih di parkiran lho.

"Aku mau masuk rumah hantu!!"

"Kalau siang begini, mana seru, Cha! Sore nanti kita masuk ke rumah hantu!!" Ika berseru. Dia melangkah paling depan, "Ayo, cepet dikit kelean jalannya."

"Daddy!!" Lyn menarik lengan baju Amuro, menunjuk gulali yang dibawa anak kecil yang berlarian tadi. "Mau gulali!"

Amuro mengusap wajah. "Nanti."

****

Memang gila si Noah dan Amuro ini! Mereka membayar tiket kami semua, dengan fast track. Kami tidak perlu mengantri lama-lama. Kalau Amuro sih, aku memang sudah tahu dia itu kaya, orangtuanya juga kuaya ruaya. Tapi, kalau Noah? Aku tahu orangtua Noah juga kaya, punya perusahaan yang sukses meski sempat bangkrut. Tapi, Noah kan sudah 'diusir' dari rumah, apa orangtuanya tetap memberikannya uang jajan yang banyak?

Tapi, itu tidak penting diurus sekarang! Nikmati saja yang di depan dulu. Eak.

"REJIII!! Minta duit." Aku berseru tak sabaran.

"Wah, preman." Asheer berpura-pura terkejut ala cewek.

Bangke. Jijieq gue lihat reaksinya kek begitu. 

"Kita naik halilintar yuk!! Yang penakut mending jangan ikut yak!" Noah berseru. 

Tidak ada yang tidak mau ikut naik halilintar. Kami semua ikut naik. Aduh, aku baru pertama kali ke dufan, belum pernah naik halilintar. Bagaimana rasanya ya? Kata sebagian orang-orang, naik halilintar itu mengerikan. Tapi, aku penasaran juga.

****

Sampai sini dulu ya, geesss. Aku sudah nulis 700 kata lebih lho. Di bagian part ini, tidak ada bagian yang menegangkan. Tapi, biasanya, kalau sedang tenang-tenang tuh, tiba-tiba saja ada masalah yang menimpa lo. 

Jangan lupa di-voted ya! Comment-nya juga.

Bye-bye! Sampai jumpa lusa nanti (Minggu aye libur nulis :P)!

****

My Annoying BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang