Bik Nur dan bang Maman pun seakan tahu jika majikan mereka kini di landa masalah sehingga sang tuan tidur di kamar lain. Kendati demikian, mereka tak ada yang berani bertanya. Selain tak sopan juga merasa tak berhak untuk ikut campur dengan bertanya.
Semalaman Riga maupun Rila tak ada yang dapat beristirahat dengan nyaman. Tak ada yang bisa terlelap di serang bayangan pernikahan mereka kedepannya.
Riga membuka pintu. Dan Rila yang duduk di tepi tempat tidur mengedarkan pandangan, mendapati Riga kembali setelah pergi tadi malam. Dan Riga menyadari sesuatu, jika Rila tampaknya tak beristirahat di ranjang mereka yang masih rapih. Tapi dia enggan untuk bertanya kenyenyakan tidur wanita itu, dan hanya melewatinya begitu saja, tak mengindahkan sang wanita yang membuka mulut hendak berbicara.
"Mas mau di buatkan apa untuk sarapan?" Rila menyusul menahan daun pintu.
"Terserah saja" Riga memberi dorongan pada daun pintu hingga tertutup sempurna, membatasi diri dari percakapan dengan bersikap acuh.
Riga sebenarnya pun tak tega bersikap demikian, tapi dia pun tak mau menerima sikap atupun ucapan manis wanitanya yang palsu. Baginya tak ada bedanya mengharap bayang-bayang semu.
Sedang Rila harus mengelus dada akan sikap acuh sang suami yang kian bertambah dingin. Dia sadar diri, karena kejujurannya lah yang menjadi pemantik dinginnya sikap Riga kini.
Dia pikir kemarahan Riga telah lenyap setelah memutuskan tidur terpisah, tapi nyatanya sikap Riga tetap sama.
Hingga sikap berdiaman ke-duanya berlanjut ke meja makan. Tapi Rila tak melupakan kewajibannya, dia tetap melayani Riga sebagai mana mestinya. Juga mengantarnya hingga ke depan pintu meski tak ada interaksi antara keduanya. Bahkan Riga pergi tanpa menunjukkan perhatian sedikitpun seperti yang sudah-sudah.
Ketika memutar badan hendak memasuki rumah, bik Nur menatap nyonya nya iba. Tapi Rila memberi senyum sebagai gambaran dirinya baik-baik saja lalu pamit ke kamar.
Rila tak bisa diam menerima sikap diam Riga yang kian jadi. Dia tak mau karena hal ini membuat jarak di antara mereka kian melebar, dan berdampak pada pernikahan mereka yang bahkan belum seumur jagung.
Setelah apa yang terjadi, dia lebih menyadari arti pria itu di sisinya. Tapi mau bagaimana lagi selain berusaha.
"Nggak. Aku harus melakukan sesuatu, aku nggak mau berpisah dari mas Riga" gumam Rila memantapkan hati tak akan berdiam diri.
Dia tahu Riga yang masih mendiamkannya mungkin tak akan pulang untuk makan siang, maka dia yang akan mengunjungi.
Bergegas meninggalkan kamar turun ke lantai bawah, membuat beberapa menu sebagai makan siang untuk di bawa menemui sang suami.
Tanpa mengabari dia mengunjungi Riga dengan perasaan gugup, tak seperti biasa perasaannya selalu bahagia ketika akan bertemu dengan suaminya.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk"
Rila membuka pintu seraya melempar senyum, tapi Riga hanya menatap heran. Rila tak ingin ambil hati sambutan itu, dia masuk dengan langkah mantap, membawa kotak bekal untuk sang suami.
"Makan siangnya mas" ujarnya, di mana senyum tak pernah padam di bibirnya. Tapi Riga membuang pandangan keluar jendela, tak mau menatap wajah cantik dan senyuman manis wanitanya itu.
Rila lagi bersikap tak perduli, atau tak ingin ambil pusing. Dia meletakkan kotak bekal di hadapan Riga.
"Nggak usah, mas sudah pesan makan siang" tolak Riga menahan tangan Rila dari membuka penutup kotak bekal.
"Kan belum datang, di icip saja dulu, ini kesukaan mas loh"
"Saya lagi nggak mau makan ini"
Rila membuang nafas pelan, harus lebih bersabar lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihan
RomansApa jadinya jika sahabat karib meminta sebuah permintaan tak masuk akal sebagai permintaan terakhirnya. "Aku mohon La, menikah lah dengan ayahku" Itulah kalimat tak masuk akal dari sang kawan yang sudah seperti saudari sendiri. Rila bingung, teramat...