chapter 9

865 176 24
                                    

Senyum terus terukir di wajah Jimin. Matanya terus memandang jarinya yang dilingkari cincin manis dengan berlian membentuk mahkota sebagai hiasan. la tidak menyangka ia dan Jungkook bertunangan.

Setelah ini, apa ia akan menikah dengan pria itu?

Memikirkan itu wajahnya memerah malu. Jimin tau ia tidak sempurna, ia adalah namja dengan banyak kekurangan.

Jungkook adalah mimpinya. Menikahi Jungkook seperti anugerah untuknya. Oh, ia masih tidak.menyangka hidupnya seberuntung itu.

"Kau senang?"

Jimin menoleh dan menemukan Jungkook disana dengan wajah dinginnya. Melihat itu senyumnya lenyap.

"Kau tidak bahagia?" Ucap Jimin sendu.

Jungkook menghela nafasnya.

"Setidaknya kau bahagia.." Ucapnya yang membuat Jimin bahagia sekaligus sedih. la seperti memaksa pria itu, meski sebagian kecilnya benar.

"Apa kau keberatan bertunangan
denganku?" Tanya Jimin pelan.
Takut kalau-kalau ada ucapannya yang menyinggung Jungkook.

"Tidak..... eomma ku menyukaimu." Jawab Jungkook singkat.

Jimin menghela nafasnya. Selintas
dipikirannya tentang namja yang sempat ia lihat bersama Jungkook di mall terakhir kali. Dengan ragu ia memberanikan diri bertanya.

"Jungkook..namja di mall?" Jimin ragu
melanjutkan ucapannya saat melihat
rahang Jungkook yang sedikit mengeras.

"Kenapa kau tidak mengundangnya?"
Jimin memejamkan matanya sejenak
dan menunduk takut.

"Tidak penting."

Jimin mendongak mendengar jawaban Jungkook namun yang dilihatnya Jungkook sudah berjalan meninggalkan nya. Jimin tersenyum miris. la selalu melihat punggung Jungkook. Jungkook dekat tapi terasa jauh. Sebenarnya apa yang dimaksud pria itu tidak penting?

Namja itu atau pertunangan mereka?

"Kau disini sayang?"

Jeon Hanna menghampiri Jimin dan
merangkul calon menantunya.

"Kemana Jungkook pergi?" Tanya Jeon Hanna padanya.

Jimin tersenyum canggung.

"Katanya ada urusan."

Jeon Hanna tersenyum lembut. Dari semua yang ia ketahui dekat dengan
Jungkook hanya Jimin yang paling ia
sukai. Namja itu lembut, mandiri dan
tidak banyak menuntut. Mengingat sifat
putranya yang temperamental tentu saja Jimin sangat cocok dipasangkan
dengan putranya.

"Kau tidak bahagia?" Jeon Hanna bingung karena sejak tadi Jimin seperti
menanggung beban. Apa ia terlalu
memaksa namja itu?

Jimin menggeleng pelan.

"Aku bahagia." Ucapnya lembut.

Jeon Hanna tersenyum.

"Ah, seandainya kalian menikah lebih cepat. Aku pasti bisa menimang cucu" Ucapnya berandai.

"Apa aku terlalu cepat memikirkan itu?"
Tanya Jeon Hanna sadar saat melihat wajah Jimin yang memerah.

"Tidak." Jimin sedikit menunduk.

"Aku juga ingin menikah secepatnya."

Tapi ia yakin Jungkook menginginkan
sebaliknya.

"Tenang saja. Aku akan memaksanya
menikahimu secepatnya. Anak itu tidak boleh terlalu lama menyia-nyiakan dirimu." Tegas Jeon Hanna penuh tekad.

Jimin tersenyum. Inilah dirinya. la tidak
bisa mendapatkan hati pria yang ia cintai. Tapi ia mendapatkan restu eomma nya. Jimin menatap miris cincin pertunangannya.

Hostility becomes LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang