Sebelum tragedi dalam rumahnya terjadi Freya sudah termasuk orang yang dingin, lebih banyak diam, tatapannya yang selalu tajam, kesan cuek tapi pintar itu sudah melekat dalam dirinya. Freya si siswa berprestasi yang juga merupakan anak dari keluarga orang terpandang itu sangat sulit menemukan teman.
Maka dari itu wajar jika sekarang banyak yang membully dirinya karena perceraian orang tua Freya seperti sebuah kesempatan bagi siswa lain yang membenci Freya.
Sekarang pun dia harus menghadapi Wulan dan kedua temannya, Santi dan Sandra. Di kamar mandi perempuan itu Freya mendapat serangan bertubi-tubi dari mulai tamparan, tendangan, ucapan kasar dan punggung yang tidak ada henti terbentur tembok.
Semakin sering Freya mengeluh sakit semakin kencang suara tawa Wulan. Freya yang sudah lima belas menit bertahan akhirnya harus terkapar lemas sambil mengatur nafas. Kaki Wulan yang jenjang mendorong bahu kanan Freya yang mungkin disana ada lebam akibat pukulan mereka. Kaki itu mendorong sambil berusaha membenturkan badan Freya untuk kesekian kali.
"Lo cuma murid biasa sekarang, Freya!" Tegas Wulan yang langsung mengundang tawa Santi dan Sandra.
"Tapi gue bukan pengecut yang beraninya main keroyokan!" Jawab Freya dengan tatapan mata yang tegas dengan senyuman miringnya.
PLAK! PLAK!
Dua tamparan keras dari Wulan itu membuat luka sobek dibibirnya semakin melebar. Wulan menjambak rambut Freya lalu menghantamkan belakang kepala Freya dengan tembok. Terakhir mereka bertiga mengguyur Freya dengan air dingin.
"Udah dibawah masih aja sombong!" Hina Wulan sebelum dia keluar dari kamar mandi. Santi dan Sandra juga ikut bersamanya.
Freya berdecak kesal. Ini masih jam istirahat pertama. Tidak mungkin dia ikut jam pelajaran selanjutnya dengan pakaian yang basah kuyup. Tapi Freya juga tidak sanggup untuk mencari solusi. Seluruh badannya terasa sakit dan kepalanya pun masih pusing.
Yang bisa dia lakukan hanyalah mencoba untuk kuat. Memaksa kedua kakinya untuk tetap tegak walau dia yakin saat berjalan pasti terlihat sempoyongan.
Freya terus berjalan melewati kerumunan yang melihatnya dengan tatapan benci, ada yang terkejut, ada yang khawatir, ada juga tatapan orang yang tidak peduli. Freya pun membalas semua soror mata mereka satu persatu. Freya tidak akan ciut hanya dengan semua itu.
Ruang kelasnya masih diujung koridor dan untungnya dengan kaki yang sakit itu Freya berhasil menaiki tangga yang menuju lantai 3 di sekolahnya.
"Freya! Frey!"
Panggilan samar itu membuat Freya membalikan badan tanpa niat. Alvin yang berhasil mendekat pada adiknya memberikan seragam olah raga miliknya. Dia memang selalu membawa seragam olah raga untuk berjaga ketika ada hujan atau semacamnya.
"Gue ngga butuh"
"Kamu bisa sakit, Dek"
"Gue! Ngga! Butuh!"
Freya mengatur nafas sekaligus luapan amarah disaat yang bersamaan.
"Ini udah kekerasan, Dek. Kita bisa ngomong sama ayah dan pihak sekolah"
"Lo pikir bokap bisa ngapain? Apalagi pihak sekolah. Lo kan anak emasnya. Gue bisa belain diri gue sendiri"
"Mereka bakalan terus bertindak lebih jauh semakin harinya"
"Terus?"
"Ini demi keselamatan Freya"
"Sejak ada elo sama nyokap lo itulah gue ngga pernah selamet!"
KAMU SEDANG MEMBACA
R!SK
Короткий рассказDisclaim : Cerita dari anak broken home. Jadi pasti akan ada banyak sekali scane atau kata kata yang kurang pantas untuk ditiru. :) Terinspirasi dari kisah nyata penulis☺️ __---____------_______------______-----______ Freya masih 12 tahun saat itu d...