chapter 5 : tidak ada istirahat untuk Freya

17 1 0
                                    

Setelah mandi Freya langsung membuka buku pelajaran. Setelah ini dia juga harus bersiap mengikuti les privat. Guru lesnya akan datang satu jam lagi dan Freya harus sudah paham materinya lebih dulu.

Letih? Iya. Capek? Sangat. Tapi Freya tidak bisa apa-apa. Sialnya, Alvin pun juga cerdas. Dalam beberapa mata pelajaran Freya sering dikalahkan olehnya. Jadi, satu-satunya cara agar ayahnya tetap memperhatikan dia adalah dengan belajar tanpa henti dan mendapatkan nilai yang bagus.

Freya memutar kedua bahu dan sendi lehernya. Badannya masih ngilu karena pukulan Wulan dan kawan-kawan. Apalagi kepalanya yang terbentur itu masih terasa pening. Freya berjalan menuju meja lalu menempelkan kompres dingin untuk demam didahinya. Ya, mungkin saja bisa sedikit membantu.

Saat Freya sedang serius pintu kamarnya diketuk dengan halus. "Non Freya? Ini Bi Inah" kata Bibi Inah yang memang bekerja di rumah Freya. Kemarin saat ada gonjang-ganjing rumah tangga Bi Inah sengaja dipulangkan agar Bi Inah tidak merasa terganggu: atau malah sebaliknya?

"Bibi masuk aja"

Bi Inah membuka pintu sambil membawa makanan yang Freya suka. Tatapan Freya penuh tanya langsung tertuju pada Bi Inah.

"Tadi Non Freya setelah pulang belom makan. Jadi, Nyonya sama Den Alvin minta ini dibawakan ke kamar Non Freya"

Mata Freya bergulir malas, "Ya sudah tolong taro dimeja aja, Bi. Makasih" balas Freya seadanya tapi masih sopan.

"Non Freya..."

"Iya?" Sahut Freya lagi dengan mendongakan kepala menatap dalam Bi Inah.

"Non Freya semangat, ya" ucap lembut Bi Inah sambil tersenyum tapi kedua tatapan Bi Inah memancarkan kesedihan. Yah, Bi Inah sudah bekerja di rumah sejak Freya masih didalam perut wajar jika Bi Inah khawatir padanya.

"Aku gapapa, Bi. Makasih" jawab singkat Freya. Bersamaan dengan itu suara tamu terdengar dari lantai bawah. Freya langsung mengambil semua perlengkapan belajar dan menuruni tangga bersama Bi Inah.

"Bibi ambilkan minum dulu"

"Makasih, Bi"

Bi Inah sudah menjauh. Guru les dan Freya sedang berdiskusi dengan serius. Matematika, Fisika, Kimia, Kalkulus, semua yang serba angka dan berhitung dipelajari dan dibabat habis oleh Freya. Semangat belajar Freya sangat tinggi walaupun berbanding terbalik dengan kondisi yang dilihat gurunya saat ini. Freya jelas sangat memaksakan diri.

"Freya, les hari ini sampai jam delapan malam. Kamu yakin?"

Freya mengangguk pasti. "Setelah les pun saya masih belajar jadi sama saja" mendengar jawaban itu guru les Freya hanya berkedip cepat. Dia tidak habis pikir paksaan seperti apa yang Freya terima hingga muridnya kepayahan dan seakan seperti robot dia tidak peduli dengan tubuhnya sendiri.

Pembelajaran yang berat dan rumit itu akhirnya selesai. Tanpa menunggu lagi guru itu langsung pulang. Freya juga bergegas untuk kembali ke kamar tetapi sebuah tangan yang tiba-tiba menyentuh bahu kanannya menghalangi badannya untuk berdiri.

Siapa lagi? Wajah menyebalkannya membuat Freya semakin merasa lelah.

"Freya minum ini dulu. Dari sepulang sekolah Freya belum makan apa-apa" tawar Alvin dengan menyodorkan gelas berisi susu pada adiknya. Tanpa diduga, Freya menghempaskan lengan Alvin sehingga gelas itu beserta isinya mengotori lantai rumah.

Freya tidak berkata apapun. Dengan tidak peduli dia melewati Alvin dengan menghantam bahunya lalu berjalan menyusuri tangga. Alvin menatap nanar pecahan gelas yang berserakan itu. Hatinya merasa semakin sakit ketika menerima penolakan Freya yang terus menerus dilakukannya.

***

Pukul 02.00 sudah cukup bagi Freya untuk menghadapi bukunya. Dia menghempaskan badannya ke kasur dan terpejam sesaat. Perlahan tubuhnya mulai merasa nyaman namun kejadian dia melempar gelas dihadapan Alvin malah muncul dan membuatnya membuka mata dengan cepat.

"Kenapa mikirin itu sih?" Ucap Freya yang kesal sendiri. Freya melihat lagi buku-bukunya yang masih terbuka dimeja. "Apa harus belajar lagi biar pikiran ngga kemana-mana?" Ucap Freya pada diri sendiri.

Saat Freya sedang asik melamun, ponselnya berdering. Freya dengan perlahan melihat siapa yang menelfonnya lalu tanpa menunggu dia langsung menjawab panggilan video dari Alditya.

"Iya, Bang"
"Bang Ditya iseng tapi ternyata Freya juga belum tidur"
"Bang Ditya kenapa?"
"Ada apa di sekolah, Freya?"
Freya menggeleng beberapa kali, "Ngga ada apa-apa"
"Bibirmu robek. Siapa yang ngelakuin itu?"
"Udah Freya kasih pelajaran orangnya"
"Gimana?"
"Freya sebarin videonya sama pacarnya ke website sekolah"
"Freya ngga mukul balik?"
"Ngga. Biarin aja"
"Frey, walaupun ayah mungkin ngga bisa bantu coba deh bilang ke ayah. Bang Ditya juga akan bilang ke ibu"
"Jangan! Ngga usah, Bang. Paling juga ntar pada bosen sendiri"
"Harusnya Abang dirumah jagain kamu"
"Emang kita punya rumah?"
"Bercandanya ngga usah begitu, Freya"
"Hehehehe, ya gimana"
"Bang Ditya akan tetep bilang ke ibu. Kalau perlu nanti diadain komite kekerasan sekolah"
"Bang, ngga perlu sampe begitu. Biar Freya yang tangani sendiri"
Alditya menghela nafasnya panjang lalu menatap adiknya lama, "Lukanya? Ada yang lain?"
"Kayaknya ini ada benjol gitu dikepala Freya yang belakang sini. Ini udah mendingan sih"
"Periksa ke dokter. Besok Bang Ditya jemput, ya?"
"Ckk, iyaaaaa"

Panggilan video itu berakhir. Freya merasa kesepian lagi. Nyatanya yang dia punya saat ini hanyalah Alditya. Freya membaringkan tubuhnya. Kali ini dia benar-benar berniat untuk tidur.

Pukul 03.00, Alvin yang sudah menunggu didepan pintu sedari tadi akhirnya bisa meletakan segelas susu dimeja Freya. Saat hendak masuk tanpa sengaja Alvin mendengar Freya sedang bicara melalui telfon. Sudah jelas dengan Alditya, abangnya.

Saat itu Alvin tersenyum. Dia senang tetapi dalam hati dia juga bertanya, kapan kiranya dia bisa seakrab itu dengan Freya dan Alditya?




-R!SK-

R!SKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang