Chapter 6- Clarissa- Tantangan Perdana

34 15 19
                                    

Pantai Tanjung Tinggi bersinar di bawah sinar matahari, dengan ombak yang berdebur lembut di tepi pasir putih yang halus. Suara riuh tawa pengunjung bercampur dengan aroma laut yang segar, menciptakan atmosfer ceria.

Di tempat inilah, kami, delapan peserta dari berbagai latar belakang bersiap untuk tantangan pertama Best in Class. Laura Alzeta, pembawa acara yang anggun, berdiri di depan kami, dikelilingi oleh tim produksi yang sibuk dengan tugasnya masing-masing.

Ah, kalian bertanya siapa saja delapan peserta terpilih? Baiklah, akan kujelaskan enam peserta lain selain aku dan Renjiro.

Pertama, mari kita mengenal Kim Ryan. Penampilannya cukup mencolok dengan tubuh atletis dan tinggi badan sekitar 180 cm. Matanya biru tajam dengan rambut coklat berkilau yang mencerminkan asal usulnya sebagai blasteran Jawa, Islandia, dan Korea Selatan. Ide bisnis miliknya adalah sebuah marketplace untuk produk daur ulang kreatif. Dia berkeinginan menghubungkan desainer dan pengrajin untuk menciptakan barang-barang luar biasa dari bahan bekas.

Selanjutnya, orang yang cukup membuatku jengah selama kompetisi: Kayla Prameswari. Renjiro sudah memperingatkanku bahwa wanita ini berniat membuatku tereliminasi pertama kali. Namun aku tidak terlalu peduli, terserah dia ingin berbuat apa saja, aku tidak takut.

Kayla memiliki tinggi sekitar 165 cm dan kulit kuning langsat yang bersih. Rambutnya panjang dan lurus berwarna hitam, mengalir lembut hingga bahu. Ide bisnis miliknya adalah klinik kecantikan yang berfokus pada perawatan menggunakan produk organik dan ramah lingkungan.

Kemudian, mari kita beralih ke Arif Pramudito. Pria dengan postur tubuh kekar dan tinggi sekitar 175 cm. Kulitnya sawo matang dengan rambut pendek berwarna hitam yang memberikan kesan yang kuat dan energik. Matanya yang gelap dan tajam, berpadu dengan tubuh atletis, menambah karisma pada penampilannya. Ide bisnis milik Arif adalah sebuah platform inovasi untuk petani urban. Aplikasi ini dapat memberikan berbagai informasi seperti cuaca, teknik bercocok tanam yang efisien, hingga mempertemukan pembeli dan penjual.

Dari Arif, kita menuju Mira Nirmala, wanita dengan rambut panjang berwarna coklat gelap dan kulit kuning langsat. Tingginya sekitar 170 cm, dengan bentuk tubuh proporsional yang mencerminkan gaya hidup aktif. Mata hitamnya memancarkan kehangatan, dan aksesori lokal yang ia kenakan menambah sentuhan unik pada penampilannya. Mira berencana membuka kedai kopi yang juga berfungsi sebagai co-working space. Tempat yang menyediakan lingkungan nyaman bagi freelancer untuk bekerja.

Siapa lagi? Mari berkenalan dengan Sinta Rahayu. Wanita dengan tinggi sekitar 172 cm, berkulit putih dengan rambut panjang berwarna coklat kemerahan. Matanya coklat terang yang cerah mencerminkan imajinasinya yang melimpah. Tubuhnya ramping dengan postur tegak. Sinta ingin menawarkan layanan desain interior berbasis virtual reality yang memungkinkan klien merasakan desain ruang mereka sebelum direalisasikan.

Terakhir, Tari Purnama hadir dengan pesona yang menenangkan. Wanita berkulit cokelat gelap ini memiliki tinggi sekitar 160 cm dan rambut ikal pendek berwarna hitam. Dengan mata coklat ekspresif dan tubuh yang sedikit lebih berisi, Tari menciptakan aura ramah yang membuat orang merasa dekat. Ia memiliki ide untuk menyediakan layanan kesehatan mental melalui art therapy. Tujuannya adalah membantu orang mengekspresikan diri dan mengatasi masalah emosional dengan seni.

Kuharap apa yang kusampaikan bisa membuat kalian semua membayangkan bagaimana sosok mereka. Sekarang, mari kita kembali ke pembahasan utama. Timku terdiri dari Tari, Arif, Mira, dan aku sendiri. Sedangkan sisanya masuk ke Tim Renjiro. Betul, kami berada di tim yang berbeda.

"Selamat datang, peserta! Tantangan hari ini adalah menjual kerupuk kemplang. Ini akan menguji kemampuan kalian dalam pemasaran dan strategi penjualan. Penting untuk memahami kebutuhan pelanggan dan menawarkan nilai tambah," jelas Laura dengan semangat. Kamera mengarah ke wajah kami, menangkap ekspresi antusias. "Baiklah. Silahkan mulai penjualan kalian!"

Mendengar aba-aba dari Laura, timku memilih untuk berdiskusi sebentar, sebelum memulai penjualan.

"Gimana kalau kita kasih sample ke pengunjung? Harganya bisa kita naikin dikit buat nutup biaya sample," usul Mira, matanya berbinar penuh antusiasme.

"Setuju! Kita perlu bikin orang-orang tertarik dulu ke produk kita," kata Arif, sambil mengangkat kerupuk di tangannya. "Selain itu, kita juga bisa kasih bonus untuk mereka yang beli dalam jumlah banyak."

Tari, yang terlihat sudah tidak sabar, langsung melompat. "Oke. Biar gua yang mulai! Kita tunjukkin kalau kerupuk kita itu lebih enak! Meskipun produknya sama, marketing yang baik bisa bikin kita lebih unggul."

Mencapai kesepakatan, kami semua mulai melakukan penjualan.

Tari mendekati sekelompok anak muda. "Coba ini! Enak banget!" Dia menyodorkan potongan kerupuk, dan saat mereka mencicipi, senyum merekah di wajah mereka.

"Bener, ini kerupuk kemplang lokal, lho! Rasanya renyah dan gurih," tambahku, berusaha menarik perhatian lebih banyak orang. Aku merasa penting untuk menjelaskan bahwa kerupuk kami menggunakan resep tradisional dengan bahan alami.

Sementara itu, Arif berteriak, "Kerupuk kemplang kami cuma 8 ribu! Rasanya gurih, lho!" Dia melambai-lambaikan kerupuknya, menarik perhatian lebih banyak orang.

Di sisi lain, tim Renjiro juga sudah melakukan pergerakan. Kayla dan Ryan terlihat mendominasi proses penjualan, memanfaatkan keunggulan fisik yang mereka miliki. Terlihat beberapa remaja wanita sangat antusias dengan kehadiran Ryan yang berparas seperti idol Korea.

Pandanganku beralih ke arah Renjiro. Tanpa sengaja, mata kami saling bertemu. Dia berdiri di timnya, wajahnya tampak serius tetapi penuh harapan. Dalam momen singkat itu, ada kehangatan dalam tatapannya. Seolah-olah dia memberiku kekuatan untuk terus berjuang. Aku menangguk, tanda memahami isyarat yang dia berikan.

Di tengah proses penjualan, mendadak Kayla mendekat ke arahku. "Clarissa," bisiknya, suaranya rendah dan menusuk, "Lo harus lebih berusaha. Kayaknya tim lo bakalan jadi target eliminasi, deh." Ekspresi wajahnya sangat serius, meskipun nada suaranya terkesan manis.

Aku menatapnya tajam, berusaha tidak menunjukkan rasa cemas. "Kalau lo mau main kotor, silahkan aja. Gua nggak bakal takut," jawabku tegas.

"Lo berasa bersih banget, yah, sekarang. Nggak inget perbuatan kotor lo di masa lalu?"

Aku terdiam sejenak. Belum sempat membalas, seorang juru kamera mendekat ke arah kami. Tidak ingin menarik perhatian, aku memutuskan menjauh dari Kayla dan kembali berjualan.

Bersambung

BEST IN CLASS (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang