———;———
Malam ini di meja makan, aku tak bisa lagi menahan diri untuk bertanya pada bapak mengenai hal yang dikatakan oleh Panji sore hari tadi. Kegelisahan yang membuatku terus mencari jawaban dari semua masalah yang menyebabkan kesalahpahaman antara kami berempat. Apalagi bapak juga terlibat dalam kesalahpahaman ini. Saat bapak sedang makan, aku mengumpulkan keberanian dan meletakkan sendok, siap memulai percakapan mengenai hal ini dengan bapak.
"Bapak..." Suaraku keluar lebih pelan dari yang kuharapkan, hampir tenggelam dalam suara dentingan sendok. "Aku mau tanya soal waktu aku sakit... Kenapa bapak melarang teman-temanku menjengukku?"
Bapak menoleh sedikit, ekspresinya netral, tapi aku bisa melihat ketegangan kecil di matanya. Bapak menghela napas pelan, sebelum akhirnya berkata, "itu bukan keputusan bapak sendiri, anakku... Kamu sendiri yang memintanya..."
Aku terdiam, berusaha mengingat hal tersebut. "Aku? Kapan aku minta kayak gitu?"
Bapak meletakkan sendoknya, menatapku dalam. "Dulu sebelum kamu lupa ingatan, kamu pernah bilang ke bapak, apapun yang terjadi, jangan sampai ada seorang pun yang tahu tentang diri kamu yang sebenarnya."
"Kamu sangat ingin menyembunyikan semua tentang diri kamu karena kamu tidak mau orang-orang tahu dengan identitas diri kamu yang sebenarnya, anakku..." lanjut Bapak, memberitahu apa yang ingin kuketahui.
Aku mengernyit, bingung dengan jawaban bapak. "Maksud bapak... Karena kita miskin gitu? Aku sampai segitunya?"
Bapak tak segera menjawab, tapi ekspresinya sudah cukup jelas. Aku merasa semakin sesak dengan jawaban yang mulai terbentuk di kepala. "Aku yang dulu... malu dengan semua ini? Apa yang kita punya sekarang?"
Bapak hanya mengangguk pelan, dan itu membuat dadaku terasa berat. Aku jadi merasa malu dengan diriku dulu yang tidak bersyukur dengan apa yang sudah aku punya. Di sisi lain, aku memikirkan hal lain, permintaan ku itu kali ini tidak dijalankan oleh bapak—teman-temanku pada datang menjengukku di rumah sakit maupun di rumah ini.
"Terus," tanya aku mencoba mencerna semuanya, "kenapa Panji, Kiran, Naomi, Bang Jo, dan si chindo itu bapak izinkan datang?"
"Mereka semua berkaitan dengan kasus kecelakaan kamu, anakku..." jawab bapak dengan tenang.
Aku merasa semakin bingung. "Berkaitan gimana?"
Bapak mulai menjelaskan dengan sabar. "Pertama, Kirana adalah ketua PMR sekolah kamu di mana dia bakal bertanggung jawab jika terjadi masalah kesehatan para siswanya dalam ruang lingkup kegiatan sekolah. Kedua, kebetulan kereta yang kamu pakai waktu kecelakaan itu milik Panji, dan kita berhak atas ganti rugi yang ditimbulkan dari kecelakaan itu. Ketiga, Jo juga bertanggung jawab atas kejadian ini karena dia ketua klub futsal, kecelakaan waktu itu terjadi ketika kamu berangkat menuju lokasi turnamen futsal. Yang terakhir Naomi dan Lian, si cindo yang kamu maksud, Mereka kebetulan yang terakhir kamu hubungi sebelum kecelakaan, jadi polisi menghubungi mereka sebagai saksi."
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAUMA ; Ingatlah Atau Lupakan
Teen Fiction"Sebenarnya.. aku ini siapa?" Terbangun tanpa ingatan, Adhibrata Felix Hadikusumo hanya tahu satu hal: dia tidak mengenal dirinya sendiri. Dia berusaha mencari tahu identitas dan masa lalunya dengan harapan menemukan kenangan yang berarti, tapi yang...