•••
Suara langkah Raven yang dia usahakan sepelan mungkin ternyata masih bisa didengar oleh Naya yang sejak tadi belum tidur, sahabatnya itu tergesa bangkit untuk turun dari ranjang tingkat mereka.
"Kemana saja kau? Ya Tuhan! Ponselmu tidak aktif, dan lihat ini sudah jam berapa?"
"Empat pagi." Raven menjawab lemah.
Naya mengernyitkan alis menyelidik penampilan lelaki itu, seragam sekolah yang kusut, mata sayu karena mengantuk, bahkan rambutnya juga berantakan.
"Jangan bilang kalau..."
"A-aku ketiduran di kantor. Su-sudah ya, aku mau mandi," potong Raven cepat lalu terbirit lari ke kamar mandi.
Naya menyipitkan mata.
"Kau selalu gagap saat sedang menyembunyikan sesuatu, Raven."
Naya bisa menebak itu, kebiasaan kecil sahabatnya yang tidak pernah berubah. Sejak kanak-kanak Raven mengalami kesulitan berbicara, saat dia merasa ketakutan, tertekan, dan sedang berbohong maka dia akan bicara gagap.
"Apa yang dia sembunyikan? Aku jadi penasaran."
Naya menguap dan kembali naik ke tempat tidurnya, apapun itu pasti malam yang panjang bersama Rafael kan?
Sementara di kamar mandi, Raven masih memejamkan mata menikmati guyuran air, kepalanya tertunduk menatap lantai saat ingatannya kembali bergerak mundur.
"Bergeraklah sampai aku puas, pelacur!"
Tangan Raven mengepal di tembok, suara mengerikan itu memenuhi benaknya yang berantakan, membawa kembali luka lama yang bertahun-tahun telah ia sembunyikan. Raven tak pernah ingin mengingatnya, air matanya kembali jatuh.
Tapi kalimat pria itu...
"Katakan kalau kau ingin aku berhenti, aku siap menghentikannya."
Raven membuka matanya, rasa trauma tadi berubah menjadi degup tak nyaman di dadanya. Setiap sentuhan Rafael tak terasa menyakitkan seperti yang terjadi sebelumnya, entah bagaimana pria berumur itu tahu cara membuat Raven merasa nyaman. Sorot matanya yang teduh dan setiap belaian tangannya terasa sangat hangat.
Oh Tuhan, Raven tak mengerti kenapa jantungnya terus berdebar sekarang.
•
•
•Hari ini seperti biasa Raven masih bekerja, sepulang sekolah dia kembali ke Onyx dan melakukan tugasnya. Pagi tadi Raven tak melihat Rafael, dia memang datang terlambat jika tak ada rapat penting. Tapi baguslah, menghindari tatapan matanya lebih Raven butuhkan untuk sekarang.
Raven merogoh sakunya, sepertinya ada panggilan telpon.
Itu nenek.
"Halo, Nek?"
"Raven, apa aku mengganggu pekerjaanmu?"
"Tidak, tentu saja tidak. Aku sedang bebas sekarang, apa ada masalah?" tanya Raven khawatir sembari meletakkan gelas-gelas yang tadi sedang dia cuci.
"Apa kau punya uang untuk membelikanku suplemen, Nak? Sebenarnya sejak usaha katring kita menurun, aku agak-"
"Boleh, kenapa kau bertanya? Aku akan membelikannya untukmu," potong Raven cepat.
"Apa aku merepotkanmu?" Wanita tua itu terus bertanya sungkan yang membuat hati Raven semakin sakit.
"Jangan berpikir begitu Nek, apa yang aku lakukan sekarang juga untukmu. Kau hanya perlu memikirkan kesehatan, bilang padaku dan Naya apapun yang kau inginkan, oke?"
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Kinda Hot [SungJake]
FanfictionRaven pikir, dia tidak mudah tertarik dengan seseorang, tapi sial, pria beralis tebal itu terlalu seksi untuk dia tolak. "Aku berani sumpah, hanya pria tua keladi yang tertarik denganmu." "Persis, salah satunya adalah ayahmu." a story by: jajangmyeo...