15. Limabelas

767 157 57
                                    

Warning : ada kata kasar, mohon kebijakannya.

Jika sesuai rencana, sepasang kekasih sesama jenis itu seharusnya mengunjungi klinik bedah plastik.

"Beneran ini kliniknya, Sha? Kok nggak banyak ceweknya, ya." Tanya Tari memastikan kebenaran kepada Sasha.

"Karena harus booking dulu, Ma. Mungkin pasien lain udah dapat jadwal."

Sasha berjalan beriringan sembari merangkul lengan Tari. Ia tidak bohong bahwa dirinya menyayangi Tari. Oleh sebab itu ia berpikir rencana ini juga agar Tari beserta keluarganya berhenti ditipu oleh Juna. Serta menggelontorkan banyak uang untuk seorang banci kaleng. Lebih baik uang Juna untuk Sasha saja.

"O-oh, iya juga. Mama nggak kepikiran."

Sengaja Sasha mengajak Tari menunggu antrian di ruang yang sama dengan pasien bedah plastik. Padahal sang mertua hanya ingin merawat kulitnya saja. Sasha tidak sabar menunggu Juna muncul.

Jujur awalnya ia agak kasihan ketika Jeni mengatakan bahwa dirinya keterlaluan kepada Juna. Apalagi pria itu tidak mempunyai masalah secara langsung dengan Sasha. Ia akui memang dirinya berlebihan. Namun tiket perjalanan yang Sasha temukan, membuat dirinya berkobar kembali. Entahlah, akhir-akhir ini Sasha kesulitan mengontrol suasana hati. Hal kecil saja membuatnya naik pitam. Terkadang ia bisa bahagia namun sedetik kemudian murung.

Matanya teliti mencari sepasang kekasih tersebut. Senyumnya terbit kala melihat Bagus yang menggelayut manja pada lengan Juna. Ugh, Sasha pastikan sehabis ini Juna tak menyentuhnya. Sasha merasa jijik. Baik, lupakan hal tersebut. Kini Sasha memulai kemampuan aktingnya kembali.

Tangannya makin erat memeluk lengan Tari. Sampai membuat wanita paruh baya itu bersedih. Bahkan tubuh Sasha sudah bergetar.

"Kenapa, Sha?"

Tari ikut memandang ke arah pandangan Sasha. Seketika tangannya mengepal keras. Lantas ia berbalik menatap Sasha yang sudah tak karuan raut wajahnya.

"Mah, Juna ... itu bukan Juna, kan?"

Kepala Sasha menggeleng-geleng. Seakan menolak fakta yang ia lihat. Lantas ia berlari menjauh. Menyerahkan semuanya kepada Tari. Ingin menyusul Sasha dahulu lalu melabrak Juna, atau melabrak putra bungsunya terlebih dahulu.

***

"Babe, menurut kamu bagusan yang mana bentuk hidung aku? Aku nggak suka yang sekarang. Kurang mancung, Babe." Tanya Bagus dengan nada manja.

"Terserah kamu aja, Bagus."

Juna tidak peduli bentuk hidung yang akan Bagus pilih. Hidung ya hidung, fungsinya untuk bernafas. Tidak ada kriteria khusus.

Kepala Juna dipenuhi dengan Sasha. Wanita itu hanya diam saja tak bertingkah. Malah membuat Juna khawatir. Entah keajaiban apa yang akan Sasha perbuat.

Yah, apapun itu, Juna akan menikmati waktu berliburnya kali ini. Dari penatnya rutinitas harian di kantor. Meski ia sering bertandang ke Thailand juga. Tidak mengapa, karena Bagus yang meminta.

"Baaabeeee, nyebelin deh!" Bagus merajuk dengan memainkan lengan Juna.

"JUNA!"

Juna tahu siapa pemilik suara tersebut. Tiba-tiba saja ia kesusahan menelan ludah. Tubuhnya tak dapat digerakkan. Suara langkah kaki makin mendekat ke arahnya.

"Ma—"

PLAK!

Suara tamparan renyah menggema. Tari menampar wajah sang anak tanpa ampun. Membuat Juna meringis kesakitan.

Love Options Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang