Kicauan burung mulai terdengar menandakan pagi datang, dua orang yang saling berpelukan di atas ranjang nampak tak terganggu. Hingga beberapa waktu berlalu Louise terbangun lalu berlari dengan buru-buru. tak lupa membangunkan Axton terlebih dahulu, takut laki-laki tampan yang menurutnya kurang waras itu melakukan aksi nekat seperti beberapa waktu lalu.
Axton sialan batinnya. Bagaimana tidak, Axton tidur sudah seperti orang mati, ia yang membangunkan saja lelah sendiri.
"Persetan dengan Axton aku akan turun sendirian." Entah Louise memang lupa atau bagaimana, padahal semalam ia jelas melihat kamar mandi di ujung kamar. Tetapi mengapa sekarang ia berlari tunggang langgang ke arah keluar. Ayhner yang melihat bocah mungil itu berlari bak kesetanan sampai tersedak di tempatnya.
"LOU JANGAN BERLARI!"
"KAU BISA TERJATUH."
Brakkk
Nah kan sudah dibilang.
"uh sial."
Sialan batin Louise, HEI SIAPA YANG MENGEPEL LANTAI PAGI-PAGI?, ia terjatuh dengan posisi terlentang. Memandang kosong ke atas beberapa saat, lalu memejamkan mata menikmati rasa sakit yang kian terasa, rasanya punggung miliknya seperti akan patah, juga bokong yang rasanya akan pecah.
Aldrich yang kebetulan lewat membelalakkan mata kemudian berlari disusul Ayher di belakangnya.
"Astaga Louise!"
"Kau tak apa kan?"
Pertanyaan bodoh macam apa itu, sudah jelas ia sekarang tak berdaya. Pria tua itu bisa-bisanya mengira keadaanya baik-baik saja.
Ditepuknya pipi Louise dengan pelan, sayangnya tak ada sahutan. Sungguh Aldrich dan Ayhner dibuat panik bukan kepalang. Bagaimana jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Tak tahu saja mereka sebenarnya Louise memang sedang tak mau membuka mata juga malas mengeluarkan suara.
" Hey Louise bangun."
"Jangan lagi ya tuhan."
Pletak
Kurang ajar! Siapa yang berani menyentil dahi indah paripurna miliknya?!
Ditatapnya Ayhner yang kini menampilkan wajah paniknya. kemudian Louise layangkan tatapan tajam khas permusuhan."Astaga!"
"M-maaf, maafkan kakak."
"Kakak mengira kau pingsan, kakak hanya mencoba menyentilmu pelan agar kau sadar Louise."
"Sungguh, kakak tak berbohong padamu."
Louise kini sampai lupa dengan rasa sakit di perutnya. Padahal niat awalnya ingin membuang hajat, namun sepertinya ketidak beruntungan sedang berpihak padanya.
"Semangat Louise, jangan putus asa. Masih banyak kesialan yang belum dicoba." batinnya menyemangati diri sendiri dengan posisi tubuh yang sekarang ia miringkan ke kiri.
"Mana yang sakit hm?"
"Biar papa sembuhkan." Tanpa suara Louise menyentuh bagian punggung juga bokongnya. Sungguh, rasa sakitnya kian terasa.
"Ayhner cepatlah panggilkan dokter spesialis tulang, papa takut tulang ekor adikmu retak atau patah."
"TIDAK MAU" tatapan horror Louise layangkan. Matilah, jika seperti itu, Louise ingin menangis saja rasanya.
"Tidak ada bantahan, Papa takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan."
"Tidak mau!"
"Papa tak perlu jawabanmu."
"Sudah aku katakan tidak mau!"
"Kau harus Louise."
"Aku tidak mau!"
"Papa sama sekali tak menerima bantahan."
"Sekali tidak mau tetap tidak mau."
Helaan nafas aldrich keluarkan, astaga keras kepala sekali anak kecil satu
ini. mau tak mau ia harus mengalah kali ini. Takut Louise mendiaminya nanti."Baiklah tetapi panggil papa dulu."
Dasar Aldrich, mencari kesempatan dalam kesempitan. Sementara Louise hanya memandang datar dengan bibir yang ditipiskan. Hingga akhirnya, satu suara membuat wajah tampan Aldrich dihiasi senyuman.
"Tidak mau, Papa."
⬇️⬇️⬇️⬇️⬇️
Sementara di dalam kamar Axton nampak meraba di sisi kanan. Seketika matanya membulat dengan jantung seolah akan meloncat, wajah putihnya langsung memucat. Astaga, adiknya tak ada di sisinya. Tangannya bergetar, tanpa aba-aba melompat turun dari ranjang lalu berlari keluar. Axton membuka pintu dengan buru-buru. Hingga saat pintu terbuka eksistensi orang yang ia cari berdiri di depannya.
Tadi setelah menyebut Aldrich 'Papa' Louise langsung beranjak dari posisinya. Berjalan tertatih ke arah tangga sembari memegang punggungnya tanpa mendengarkan suara teriakan dua orang yang ada disana. Namun sekarang, lihatlah di depannya. Pemandangan yang sudah ia duga dan mau tak mau harus terbiasa. Axton dengan tingkah juga tampilan bak orang gila.
"Sudah kakak bilang jangan pergi lagi." Kasihan, tapi Louise agak kesal. Padahal ia hanya keluar sebentar dari kamar. Eratnya pelukan membuat Louise bisa mendengar detak jantung Axton yang berdebar kencang. Tolong ingatkan Louise bahwa ia harus selalu bersabar.
"Maaf kakak."

KAMU SEDANG MEMBACA
BARREY (Hiatus)
General FictionTentang Louise Faine Barrey, anak laki-laki 12 tahun yang terjebak dalam sebuah keluarga hingga tak bisa menemukan jalan keluarnya. Mereka selalu memastikan Louise ada dalam jangkauannya, ditambah lagi dengan putra ketiga yang mengalami gangguan jiw...