•> Part 25

26 3 0
                                    

" Tante, ayo main mewarnai lagi sama aku" Ajak Veana pada Muna yang tampak asik sendiri.

Selepas makan malam Gavriel memilih untuk main Playstation seperti kebiasaannya dengan sang Papa, Veana membawa buku mewarnai juga pensil warnanya dengan senyum lebar anak itu menghampiri Muna yang duduk tak jauh dari Gavriel sambil memegang Snack. Anneth sendiri sedang berada di perpustakaan rumahnya sedang mengecek beberapa data pasiennya, sedangkan Bi Darmi dan mbak Ima ada didapur membereskan sisa makan malam mereka, Deven sendiri belum pulang dari kantor setelah kepergiannya siang tadi.

" Ayo Tante kita mewarnai bareng" Ajaknya lagi, namun masih tak mendapat respon.

Anak perempuan itu memperhatikan Muna yang terlihat ingin membuka Snack ditangannya namun tak pernah bisa kebuka. Veana lantas beranjak mengambil gunting dan menyodorkannya pada Muna.

" Pake ini aja tante"

Muna mendongak."ARGHHHH"

Kejadiannya begitu cepat dia menghempas tangan Veana hingga gunting itu menggores tangan Veana dan membuat anak itu menangis kencang.

" MAMAAAAA"

Gavriel melempar stick PSnya mendekat kearah sang adik yang sudah menangis kejer. Anneth berlari tergopoh begitu pula dengan Bi Darmi dan mbak Ima yang berlarian dari dapur menghampiri mereka yang ada di ruang keluarga.

" MAMAAA SAKITTT"

Masih bingung Anneth menenangkan sang putri, dia melihat Muna yang memeluk lututnya sambil menjerit-jerit histeris."Mbak Ima, tolong obatin tangan Vee dulu ya"

Mbak Ima mengangguk lalu menggendong Veana menuju kamar anak itu diikuti Gavriel dari belakang karena takut melihat Muna yang mengamuk. Anneth segera ke kamarnya untuk mengambil suntikan dengan segera ia menyuntikkan obat penenang dilengan Muna hingga membuat perempuan itu lemas.

Dengan dibantu Bi Darmi, Anneth memindahkan Muna ke kamarnya. Setelah memastikan Muna kembali terlelap Anneth keluar bersama Bi Darmi.

" Tadi kenapa nggak ada yang awasin mereka Bi?" Tanya Anneth pada asisten rumahnya.

" Saya minta maaf, Bu. Tadi saya tinggal bentar beresin meja makan saya pikir mbak Muna sudah tenang setelah dikasih camilan"

" Mbak Ima kemana emang? Kenapa nggak jagain anak-anak"

" Ima bantuin saya nyuci piring"

Anneth menghela nafas berat."Untuk sementara semua benda tajam disimpan dulu ya, Bi. Saya rasa mbak Muna punya trauma dengan benda tajam, entah apa yang dialami perempuan itu sampai dia bisa seperti ini" Ucap Anneth prihatin dengan nasib Muna.

" Maaf, Bu apa nggak sebaiknya mbak Muna ditaruh di yayasan saja, saya khawatir kalo dia akan menyakiti anak-anak lagi" Bi Darmi menunduk ketika menyampaikan pendapatnya.

" Rencananya besok akan saya bawa ke RS, biar dia dirawat saja disana, sebenarnya saya nggak tega tapi bapak juga kurang setuju kalo dia tinggal disini"

Bi Darmi mengusap bahu majikannya perempuan paruh baya itu sangat tahu bagaimana perasaan sang majikan yang begitu baik hati dan tidak tegaan."Memangnya tidak ada keluarganya yang bisa dihubungi Bu?"

" Saya ketemu dia dijalan Bi, nggak tau dia punya keluarga atau nggak, menurut pedagang sekitar dia itu emang orang gila yang tidurnya aja nggak tentu kadang dikolong jembatan, diemperean toko, ya selayaknya gelandangan lah"

" Kasihan sekali ya Bu, mana dia lagi ngandung lagi"

Anneth mengangguk menyetujui, sebenarnya itulah yang membuat dia kasihan dengan Muna hingga nekat membawanya pulang ke rumah.

SWEET HOME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang