Francisco baru mendatangi rumah Lily usai menuntaskan agenda rapat dengan para menteri, saat hari sudah beranjak gelap.
"Silakan masuk," Dan Lily sendiri yang membukakan pintu. "Tutup lagi pintunya." suruhnya sambil lalu.
Dengan crop top hitam longgar dan celana pendek rumahan sebatas pangkal paha yang memperlihatkan pusarnya, perempuan itu berjalan ke arah dapur, mengambil camilan yang kemudian dibawanya ke sofa di ruang tengah. Rambut coklatnya dibiarkan tergerai sedangkan kacamata bertengger dihidungnya.
Francisco duduk bersandar di sofa sembari melonggarkan dasinya saat Lily sudah lebih dulu duduk berselonjor di seberangnya. Dia letakkan laptop di atas pangkuannya dan saat dia mengikat rambut, bajunya ikut naik hingga bagian bawah buah dadanya terekspos sekilas.
"Kupikir kau akan langsung datang setelah telepon tadi."
"I have a meeting with the ministers."
Sambil mulai mengunyah camilannya, Lily hanya mengangguk.
"How's your mother?" tanya Francisco.
"Sudah lumayan membaik. Kami akhirnya membawanya ke rumah sakit jiwa."
"Dia suka hadiahku?"
"Dia membuangnya ke tong sampah."
"Kenapa? Dia tidak suka?"
Lily menatap Francisco dengan kening berkerut, senyum tipis dan gelengan kepala. "Apa yang kau harapkan dari orang yang tidak waras?" tanyanya. "Ibuku bahkan bisa lakukan hal yang lebih buruk dari sekedar membuang hadiah. Dia orang yang sangat anti dicintai."
Francisco tidak mengatakan apa-apa. Sambil mengetuk-ngetuk lengan sofa, ia memperhatikan Lily yang kini sedang memperhatikan layar laptop dipangkuannya itu.
"Aku ingin menunjukkanmu sesuatu." kata Lily kemudian.
"Simpan dulu apapun yang ingin kau tunjukkan itu," jawab Francisco. "Sekarang, katakan padaku bagaimana perasaanmu, Mi amor?"
Sambil mengetik, Lily bertanya. "Tentang apa?"
"After being fired."
"Biasa saja. Memang harus bagaimana?"
"I think you told me Alaro just asked you to take a break."
"Ya tapi saat itu aku sudah menebak bahwa pada akhirnya mereka akan memecatku. Alaro bukan tipikal orang yang tahan akan komentar-komentar pedas. Dia takut sekali dianggap ketua yang tidak tegas. Lagipula kau pernah bilang, posisiku tak begitu penting di partai. Mereka bisa buang aku kapan saja."
Sejak dulu perempuan itu tak pernah memiliki reaksi dan emosi seperti orang-orang pada umumnya. Semua masalah dalam hidup dihadapai dengan gayanya yang biasa saja. Bahkan saat diceraikan pun, dia bersikap seolah itu bukan sesuatu yang patut untuk dipusingkan. Dia melanjutkan hari-harinya seperti biasa, juga memperlakukan Francisco seperti biasa pula. Perempuan itu bahkan masih mau tinggal di rumah yang penuh dengan kenangan intim mereka disaat perempuan lain pasti akan memilih angkat kaki demi mempertahankan gengsinya walau harus jadi gelandangan sekali pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOUCH OF LIES
Romance• A DARK ROMANCE • Satu video skandal seks berdurasi tujuh menit tersebar di media sosial. Video yang berhasil menggemparkan sejagat negeri tersebut telah menyulut amarah dan keributan dari berbagai pihak. Lily Rose dan Francisco Ruiz, yang ada di d...