16. Enambelas

784 158 39
                                    

Sasha membanting tubuhnya di atas kasur. Bahkan ia tidak ingat kapan terakhir menangis, karena di dalam pikirannya tertanam bahwa menangis itu artinya lemah. Sekarang ia menangis seperti bayi.

Ia memang sensitif sekali mendengar kata pembawa sial. Membuatnya kembali dipaksa mengingat kenangan buruk di masa lalu. Kenangan yang mati-matian Sasha ingin lupakan.

Sungguh, ia bukanlah wanita berperingai keras sebelumnya. Semua itu hanyalah senjata yang ia gunakan untuk melindungi diri. Menjadi benteng agar orang lain ta mudah menginjaknya. Ia, Jeni, Dani serta manusia lain hanyalah segelintir orang yang mempertaruhkan hidup di kolong bawah ibukota.

Dahulu hidup Sasha tergolong makmur. Ayahnya merupakan pemilik dari pabrik tekstil. Sasha kecil tak pernah kekurangan materi maupun kasih sayang orang tua.

Bencana berawal kala ayah Sasha dijebak koleganya sendiri. Sang ayah yang berniat investasi malah uangnya raib ratusan juta. Musibah belum selesai, sang ibu mulai sakit-sakitan dan memerlukan biaya banyak untuk berobat. Terpaksa Ayah harus menutup pabrik untuk membantu biaya berobat ibunya. Pada akhirnya sang ibu meninggal di saat usia Sasha menginjak sepuluh tahun.

Tidak lama setelahnya, sang ayah ditemukan tewas gantung diri. Membuat Sasha menjadi yatim piatu. Itulah awal kemalangan nasib Sasha.

Sasha dirawat oleh sang bibi yang merupakan adik dari ibunya. Namun, bukannya dirawat, Sasha dianggap sebagai benalu. Tiap kali ada masalah atau sedang naik pitam, Sasha menjadi sasarannya.

"Udah numpang, harusnya tau diri! Gara-gara kamu, orang tuamu meninggal. Coba mereka masih hidup, nggak perlu aku hidup susah. Orang mati cuma ninggalin hutang aja. Ketularan sial aku rawat kamu di rumah ini."

Sasha hanya bisa menangis. Karena ia tak punya sandaran lagi. Padahal hari itu ia hanya meminta lauk saja, karena selama ia tinggal disana, Sasha hanya diberikan makanan jika keluarga sang bibi selesai makan. Selain itu, ia harus mencari sayur sendiri. Semua barang-barang peninggalan keluarga telah dijual. Bahkan baju-baju bagusnya dipakai kerabatnya yang lain, sedang ia diberi baju lusuh.

Pernah terlintas pikiran, apakah dirinya memang pembawa sial? Apa kedua orang tuanya mati karena dirinya? Apa sebaiknya ia saja yang mati?

Hutang yang menumpuk yang dipakai sang ayah untuk menutup kerugian perusahaan, serta pengobatan sang ibu, membuat Sasha nekat merantau ke kota. Hanya bermodalkan nekat saja. Apapun ia lakukan demi mendapatkan uang.

Di kota pula dirinya bertemu dengan Jeni. Yang sama-sama menjadi mesin pembayar hutang. Ayah Jeni terjerat judi, membuat Jeni yang adalah anak pertama, mau tidak mau dilempar untuk bekerja. Keluarga Jeni juga tak kalah berantakan. Ayahnya hobi kawin cerai serta berpoligami. Jeni sampai tidak tahu siapa saja saudaranya. Tahu-tahu, namanya menjadi jaminan hutang. Sudah menjadi pembayar hutang, masih pula menafkahi keluarga dari pihak ibu. Lagi-lagi ibunya menikah dengan pria yang tidak mau bekerja, setelah bercerai dari ayah kandung tukang judi tersebut.

Mereka berdua adalah contoh nyata manusia yang terpaksa membungkus luka demi berlangsungnya hidup.

Sasha juga tak mau seumur hidup bekerja keras. Wanita bertubuh ramping itu juga ingin disayangi oleh keluarganya. Ia tidak mau menahan lapar karena gajinya habis dipakai membayar hutang yang tak pernah usai.

Perempuan itu terus menangis di atas kasur. Sungguh ia membenci semua perkataan Juna. Suami bodohnya tersebut tak pernah tahu bagaimana rasanya hidup seperti dirinya. Dengan mudahnya Juna membangkitkan trauma yang mati-matian dihilangkan oleh Sasha.

Sasha memegangi perutnya. Kenapa rasanya mual sekali? Apa asam lambungnya naik? Ah, benar juga. Dia belum makan sedari tadi. Wanita itu memuntahkan cairan tubuhnya di dalam kamar mandi. Rasanya di dalam sana seperti teraduk.

Love Options Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang