Suara gemuruh hujan menemani seorang gadis dengan seragam putih-abunya. Hujan semakin deras ditemani guntur kencang. Angin berhembus kencang membuat seorang gadis itu memeluk tubuhnya sendiri. Di halte ini hanya ada dirinya sendiri, tidak ada lagi orang yang berlalu-lalang melewati jalanan.
Kaluna Aerabella Lavanya, kerap dipanggil Kaluna. Gadis yang selalu ceria dan mudah berbaur dengan siapapun, tidak suka keributan dan keramaian. Sangat menyukai cokelat hangat dan hujan.
"Mama takut khawatir karena aku belum pulang. Mau kabarin tapi ponsel aku mati. Kalau aku terobos hujannya, nanti mama marah karena takut aku sakit."
Kaluna menatap sepatunya yang terkena cipratan air hujan. Beberapa saat ia menunduk, dua pasang sepatu berada di depannya. Ia mengangkat kepalanya dan melihat siapa pemilik sepatu tersebut.
"Kamu? Yang waktu pagi kena hukuman karena terlambat kan?"
Orang itu hanya melihat Kaluna sekilas lalu duduk di kursi halte, tepat di samping Kaluna berdiri. Ya, sedari tadi Kaluna tidak duduk.
Kaluna yang merasa diabaikan menggerutu pelan, bisa-bisanya seorang Kaluna yang ceria di acuhkan begitu saja. Kaluna mencuri-curi pandang ke arah lelaki itu.
"Kamu bisu ya, ga jawab ucapan aku," ucap Kaluna dengan nada sedikit ketus.
Lelaki tersebut menoleh saat Kaluna berbicara, ia menatap Kaluna tajam sehingga membuat bulu kuduk Kaluna berdiri. "Gua ga bisu!" Tekannya.
"Lagian aku tanya gamau jawab, cuek banget sih jadi orang. Kata mama orang cuek gabakal punya temen, karena pasti mereka bosen kalo ngobrol sama orang cuek."
"Cih! Anak mama."
"Jelas dong, kamu kira aku anak apa? Anak ayam?"
Lelaki tersebut kembali mengacuhkan ucapan Kaluna yang tidak penting menurutnya. Ia menutup kedua matanya untuk menikmati hujan dan dinginnya sore itu.
"Mama, tolong Kaluna. Ini dingin banget, hujannya gamau berhenti. Gimana caranya Kaluna bisa pulang? Hujan berhenti dong, Kaluna gamau buat mama khawatir karena belum kabarin mama."
Kaluna terdiam sejenak, melihat lelaki itu ia rasanya ingin meminta bantuan. Berpikir sebentar lalu ia memutuskan untuk meminta bantuannya.
Kaluna mengguncang pelan tubuh itu, tidak ada respon darinya. Tidak putus asa, Kaluna kembali mengguncang sedikit lebih kencang.
"Apasih?"
Kaluna tersenyum lembut, "Aku boleh minta tolong?"
"Enggak."
Kaluna berdecak pelan. "Ga susah kok, aku cuman mau pinjem ponsel kamu untuk menghubungi mama. Kalo aku enggak kabarin mama, aku takut mama khawatir karena aku belum pulang. Boleh ya? Nanti aku kasih permen."
Lelaki itu tertawa meremehkan, yang benar saja ia diberi permen. "Lo kira gua bocah, yang di sogok permen langsung mau? Aneh."
Kaluna terdiam sejenak, benar juga apa yang dia katakan. "Ya udah kamu mau apa?"
Mengacuhkan ucapan Kaluna, lelaki itu memberikan ponselnya kepada Kaluna. Kaluna yang mendapatkan izin, dengan refleks meloncat kegirangan sampai tak sadar bahwa sekarang hujan dan Kaluna tak sengaja terpleset.
Dengan sigap seseorang menangkapnya kedalam pelukannya. "Bocah, bisa kan gak usah loncat-loncat gak jelas!"
Kaluna mengejapkan matanya, "Eh? Maaf, terlalu seneng karena bisa kabarin mama."
"Oh iya, nama kamu siapa? Boleh kita kenalan?"
"Akshelio."
Akhselio Maxelle Cavandra, kerap dipanggil Akhsel. Memiliki mata sipit nan tajam, tidak suka basa-basi, sering sekali balapan bersama kedua temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geloof Niet
Teen Fiction"Papa, boleh Kaluna bicara?" "Saya bukan papa kamu. Berhenti memanggil saya papa, saya membenci kamu." Kaluna terdiam, ia masih diselimuti rasa kebingungan dengan Semuanya. Apa yang membuat papanya sangat membenci dirinya dan apa yang membuat papany...