Kegelapan yang mengintai

5 0 0
                                    

Di luar Akademi Nexus, di balik pegunungan kelam yang menjulang bagaikan dinding dunia, berdiri sebuah benteng terkutuk. Dinding-dindingnya, terbuat dari batu hitam legam, berkilau dalam cahaya bulan yang terhalang kabut pekat. Tempat itu adalah markas para monster—kediaman bayang-bayang gelap yang dipenuhi bisikan jahat dan desisan ancaman. Udara di dalamnya terasa berat, hampir seperti menyatu dengan kegelapan itu sendiri, sementara para monster berkumpul dalam kebisuan yang dipenuhi ketegangan.

Di pusat ruangan besar yang hanya diterangi oleh cahaya lilin ungu yang berkelip-kelip, berdirilah sosok yang tak terelakkan—Selina. Sosok anggun namun mengerikan itu memiliki aura yang begitu kuat sehingga ruangan seakan tertunduk di bawah perintahnya. Rambut hitamnya panjang mengalir seperti aliran bayangan, melingkar di sekelilingnya, dan matanya bersinar dengan cahaya ungu yang tidak manusiawi, tajam seperti pedang yang belum terhunus. Senyumnya samar, namun penuh dengan niat jahat.

"Diam dan dengarkan!" suara Selina membelah ruangan, menggema seperti seruan dari kedalaman neraka. Semua mata—besar, kecil, berkilau, atau kosong—tertuju padanya, tak ada satu pun yang berani berpaling. "Kalian telah menyaksikan kekalahan Sandras di tangan para bocah Akademi Nexus itu. Tapi kalian bodoh jika berpikir itu adalah akhir. Kekalahan ini hanya permulaan dari kebangkitan yang lebih besar. Sang Raja Kegelapan akan bangkit!"

Desas-desus mulai memenuhi ruangan, suara-suara gemetar, penuh ketakutan. Mata-mata monster saling bertukar pandang, terisi keraguan. Namun Selina, dengan langkah anggun namun penuh ancaman, melangkah ke depan, tatapannya seperti menusuk langsung ke dalam jiwa makhluk-makhluk di hadapannya. "Ketika Raja Kegelapan bangkit, kekuatannya akan melebihi segala yang pernah kalian bayangkan. Dunia ini akan bersimpuh di bawah kaki kita, dan Akademi Nexus... akan menjadi abu!"

Salah satu monster yang besar, berbadan seperti batu karang dengan sisik hijau gelap, memberanikan diri untuk berbicara. "Tapi... mereka terlalu kuat. Kita tidak bisa mengalahkan mereka dalam keadaan ini."

Mata Selina menyala lebih terang, tatapan penuh amarah dan kekuasaan. "Kekuatan para pahlawan itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kebangkitan Raja Kegelapan! Ketika dia terbangun dari tidurnya, kekuatan kegelapan akan membanjiri kita. Setiap monster, dari yang terkecil hingga yang terkuat, akan menjadi senjata tak terhentikan."

Raungan semangat meledak dari para monster di sekelilingnya. Ketakutan yang tadinya menyelimuti mereka kini berubah menjadi kegilaan. Mereka menyambut janji kekuatan tak terhingga dengan sorakan liar. Namun, dari sudut ruangan, seorang monster kecil bertanya dengan suara gemetar, "Bagaimana kita bisa memulai kebangkitannya?"

Selina tersenyum licik, aura misteri melingkupinya. "Kita akan mengacaukan Akademi Nexus. Serang di saat mereka lengah. Kita akan mengirimkan pasukan bayangan, menyusup ke dalam kedamaian mereka, dan menghancurkan mental mereka dari dalam. Sebelum mereka menyadari apa yang terjadi, Raja Kegelapan sudah bangkit, dan dunia ini akan menjadi milik kita!"

Ketika Selina mengucapkan kata-kata itu, udara di sekitar mereka menjadi lebih dingin, seperti ada sesuatu yang datang dari balik kegelapan. Bayang-bayang di dinding bergerak dengan sendirinya, dan suara derap kaki pasukan mulai terdengar dari kejauhan, tanda bahwa rencana gelap telah dimulai.

"Tapi ingat ini!" Suara Selina semakin berat, dipenuhi kepercayaan diri yang tak terbayangkan. "Ketika Raja Kegelapan bangkit, kekuatannya akan menyatu dengan kita. Kita tidak akan terkalahkan, dan musuh-musuh kita akan dilumat tanpa ampun."

Namun, di luar benteng kegelapan itu, di balik pepohonan dan hutan lebat yang mengelilinginya, seorang pengintai dari Akademi Nexus telah mendengar setiap rencana jahat itu. Dengan napas yang tertahan dan jantung berdegup kencang, dia berlari dengan sekuat tenaga melewati hutan, menuju Akademi. Bahaya besar tengah mengintai, dan tak ada waktu untuk disia-siakan.

Di Akademi Nexus, malam yang biasanya tenang mulai dipenuhi dengan ketegangan yang tak terlihat. Di bawah langit berbintang, dua sosok berdiri di atas tembok pertahanan, menatap bulan purnama yang menggantung seolah memperingatkan akan datangnya bencana. Althaf dan Nior, dua pejuang muda yang telah menghadapi berbagai bahaya, kini merasakan sesuatu yang berbeda malam ini—kegelapan yang semakin mendekat.

"Perasaan ini... sepertinya akan terjadi sesuatu," gumam Althaf, matanya tetap menatap langit.

Nior mengangguk, setuju. "Ya, ada sesuatu yang tidak beres. Seperti ada sesuatu di luar sana yang menunggu."

Tiba-tiba, suara langkah cepat terdengar dari arah hutan. Seorang pemuda muncul dari balik bayangan, langkahnya santai namun penuh percaya diri. Rambut cokelat mudanya memantulkan cahaya bulan, sementara matanya biru terang bersinar penuh semangat. Dia menghampiri Althaf dan Nior dengan senyum lebar yang karismatik.

"Heh, kalian pasti Althaf dan Nior, kan?" katanya dengan nada ringan. "Namaku Eggi, Sang Knight dengan tinju api."

Nior terperangah. "Eggi?! Yang mengalahkan monster api di Wilayah Utara? Kau Sangat keren!"

Eggi mengangguk dengan bangga, menyilangkan tangan di dada. "Itu aku. Tapi malam ini aku cuma lewat. Kalian berdua kelihatan lelah. Kalian butuh istirahat. Percayalah, kalian akan membutuhkan semua energi kalian untuk apa yang akan datang."

Althaf memandangnya dengan kagum. "Terima kasih atas peringatannya, Eggi. Kami pasti akan bersiap."

Eggi mengedipkan mata, senyumnya tak pernah pudar. "Kalian adalah pejuang sejati. Aku yakin kita akan bertarung bersama suatu saat nanti. Sampai jumpa di medan pertempuran!"

Dengan lambaian ringan, Eggi pergi, menghilang ke dalam kegelapan malam, meninggalkan Althaf dan Nior dengan semangat baru. Nior memandang ke arah di mana Eggi menghilang, lalu berbisik, "Sang Knight dengan tinju api... dia benar-benar keren."

Althaf tersenyum, semangatnya bangkit. "Kita harus bersiap, Nior, kita tidak boleh lengah."

Dengan tekad yang membara, mereka kembali ke dalam Akademi. Malam itu, mereka tidur dengan pikiran yang dipenuhi dengan mimpi tentang pertempuran yang akan datang—pertempuran yang akan menentukan nasib dunia. Kegelapan semakin mendekat, tapi mereka siap menghadapinya. Dan di balik setiap bayang-bayang, di setiap desahan angin malam, terdengar suara yang berbisik: perang akan segera dimulai.

Kegelapan mungkin sedang menyusun rencana, tapi para pahlawan juga telah bersiap.

Dunia yang berdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang