- ✧ -
"Capek banget.. " Millan menyalakan Kipas angin berdiri lalu merebahkan tubuh nya di sofa. Memejamkan matanya sejenak sambil merilekskan tubuh nya yang lelah.Giorgio Keluar dari kamar mandi, melirik sekitar mencari simanis yang ternyata sedang tiduran disofa.
Setelah memastikan bahwa Millan benar-benar tertidur, Giorgio menyeringai tipis. Sebuah ide jahil terlintas di benaknya. Ia mendekati Millan dengan langkah pelan, lalu duduk berlutut di sebelah sofa, menatap wajah damai Millan yang tertidur.
Perlahan, Giorgio mengambil sehelai rambut Millan yang tergerai di wajahnya, menggesekkan ujung rambut itu ke hidung Millan. Pemuda itu sedikit mengerutkan hidungnya dalam tidurnya, menggaruk hidungnya dengan malas, tapi tetap tak terbangun. Giorgio menahan tawa melihat ekspresi Millan yang terusik.
Tak puas dengan itu, Giorgio pun mendekatkan wajahnya, berbisik pelan di dekat telinga Millan, "bunny.. Wake up."
Millan menggeliat kecil, lalu memiringkan tubuhnya sedikit, menggumam tak jelas. "Hm... Ishan, jangan ganggu... ngantuk..."
Giorgio mendengus geli mendengar nama Ishan disebut, lalu semakin penasaran dan menyentuh pipi Millan dengan ujung jarinya, mendorongnya sedikit hingga Millan akhirnya terbangun. Matanya yang setengah terpejam tampak kebingungan sebelum akhirnya sadar dengan sosok di depannya.
“Giorgio! Kamu ngapain sih?!” Millan buru-buru bangkit, merasa wajahnya sedikit memerah karena kehadiran Giorgio yang begitu dekat.
Giorgio hanya tertawa kecil, masih duduk santai di lantai, menatap Millan dengan tatapan menggodanya. "Apa? Gue cuma mau liat lo beneran tidur atau gak."
Millan menatapnya tajam, lalu membuang muka dengan gugup. "Y-ya.. jangan deket banget juga kali."
"Hm.." Giorgio berdiri, lalu menjulurkan tangan ke arah Millan, menawarkan untuk membantu dia bangun dari sofa. "Udah sore, makan."
Millan menatap tangan Giorgio, sejenak ragu, tapi akhirnya dia menerima bantuan itu. Mereka berdua berjalan menuju dapur, dan Millan merasa, meski kesal, ada kehangatan terselip dalam keisengan Giorgio yang tak dia duga.
Sesampainya di dapur, Millan langsung membuka kulkas, mencari bahan-bahan yang bisa diolah cepat untuk makan sore. Dia mendapati beberapa potong ayam yang sudah dimarinasi sejak pagi, siap untuk digoreng. Sementara itu, Giorgio berdiri di dekat meja dapur, menatapnya dengan tatapan santai namun penuh perhatian. Eak.
"Aku mau goreng ayam, jadi... kamu bisa diam di sana aja." ucap Millan dengan nada sedikit ragu, berharap Giorgio tidak lagi membuat kekacauan.
Namun, Giorgio hanya menyeringai tipis dan berkata, "Gue bisa bantu, tenang aja. Kali ini gue serius gak bakal bikin berantakan."
Millan mengangkat alis, jelas tidak percaya. "Serius, kan?"
"Serius. Gue cuma bakal berdiri di sini sambil nonton. Kalau lo butuh tangan ekstra, bilang aja." Giorgio mengangkat kedua tangannya, seolah berjanji tidak akan mengganggu. Meski skeptis, Millan akhirnya mengabaikannya dan mulai menyiapkan penggorengan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enter the Figuran Body
Teen FictionMika, seorang pengelola toko roti peninggalan mendiang ibunya, menjalani kehidupan yang monoton dan sederhana. Namun, segalanya berubah drastis ketika suatu malam jiwanya dipindahkan ke dunia novel yang tak pernah ia bayangkan. Dua tokoh penting dar...