Saat Jennie tiba di mansion, langkahnya terhenti ketika ia melihat pemandangan yang mengoyak hatinya. Di sana, di hadapan ibunya, Taecyeon berlutut dengan kepala tertunduk, tampak seperti pria yang tak punya daya, penuh penyesalan. Tatapan mata Jessica yang tajam dan penuh luka seolah-olah menambah beban perasaan Jennie, mencabik-cabik jiwanya yang selama ini berusaha kuat.
"Sudah ku bilang aku tidak mau lagi bertemu denganmu" suara Jennie terdengar dingin, namun di balik nada itu, ada rasa rindu yang tak bisa ia pungkiri. Taecyeon, mendengar suara putrinya, segera berdiri. Dengan wajah penuh harap, ia memandang Jennie.
"Jennie-ya" lirihnya, mencoba mendekat. Namun Jennie dengan cepat melangkah mundur, menjaga jarak. Meskipun hatinya merindukan sosok seorang ayah, ia tahu bahwa mendekatkan diri pada Taecyeon akan melukai ibunya, sesuatu yang ia tidak ingin lakukan.
"Apa kamu baik-baik saja? Aku tadi melihat kamu dimarahi di depan umum" tanya Taecyeon penuh perhatian.
"Jangan sok peduli! Mau aku dimarahi atau dipermalukan, itu bukan urusanmu!" Jennie menegur, meskipun hatinya sedikit terkejut bahwa Taecyeon mengetahui kejadian itu.
"Pergilah" ucap Jennie dengan tangan yang mengepal kuat, seolah mencoba menahan emosi yang bergejolak dalam dirinya.
Namun, alih-alih menurut, Taecyeon justru mendekat dan memeluknya. Tubuh tegapnya melingkupi tubuh mungil Jennie yang tampak rapuh. Sentuhan ayah yang hangat, sesuatu yang Jennie tidak pernah rasakan sebelumnya, kini tiba-tiba hadir. Dalam keheningan, air mata Jennie mulai mengalir, mewakili perasaan yang selama ini ia pendam. Dengan ragu, Jennie mencengkeram punggung lebar ayahnya, membiarkan air matanya jatuh. Pelukan yang sangat ia rindukan akhirnya datang, meskipun sudah sangat terlambat.
"Tidak apa-apa, Nak" ucap Taecyeon dengan lembut, suaranya penuh kasih. "Itu semua bukan salahmu. Manusia bukan tempatnya sempurna. Kamu sudah hebat"
Namun, Jennie, yang tidak ingin terlalu terbawa oleh perasaan, segera mendorong tubuh ayahnya dengan kasar. Emosinya memuncak, dan ia merasa jika ia terus membiarkan dirinya merasakan kehangatan itu, ia akan terluka lagi.
"Pergi! Aku tidak mau lagi melihat wajahmu! Aku membencimu!" jerit Jennie dengan air mata yang terus mengalir. Ia lalu berlari keluar dari mansion, meninggalkan Taecyeon yang hanya bisa menatap kepergiannya dengan kesedihan mendalam.
Di dalam hatinya, Jennie tahu ia tidak benar-benar membenci ayahnya. Tapi rasa sakit, kebingungan, dan kesetiaan kepada ibunya membuatnya membangun tembok tinggi di antara dirinya dan sosok ayah yang baru saja hadir dalam hidupnya.
Setelah Taecyeon pergi, suasana di dalam mansion terasa begitu canggung. Semua orang terdiam, terjebak dalam pikiran masing-masing, hingga akhirnya suara berat dan bijaksana dari ayah Jessica memecah keheningan.
"Sica-ya" panggil ayahnya dengan nada lembut. "Appa mengerti bagaimana perasaanmu. Kau telah melalui banyak hal yang sulit. Tapi, jangan libatkan Jennie dalam masalahmu dengan Taecyeon. Dia hanya seorang anak yang merindukan kasih sayang ayahnya"
Jessica mendengarkan dengan tatapan kosong, sementara air matanya tertahan di sudut mata.
"Apakah kau tidak melihat bagaimana Jennie menatap Taecyeon tadi? Tatapan penuh kerinduan, sesuatu yang mungkin dia bahkan tidak sadari. Dengan mendekatkan diri pada ayahnya, bukan berarti dia ingin melukaimu. Satu-satunya orang yang paling berharga di dunia ini bagi Jennie adalah kau, Sica. Bisnis-bisnis yang ia dirikan, banyak ia lakukan atas namamu. Dia menyayangimu lebih dari apapun" lanjut ayahnya dengan tenang, mencoba mengingatkan putrinya akan cinta tulus yang dimiliki cucunya.
Kemudian, ibunya, Jihyun, ikut angkat bicara. Suaranya lembut namun penuh arti.
"Ayahmu benar, Nak. Kami tidak membela Taecyeon, tapi dia berhak mendapatkan kesempatan kedua. Kesalahannya di masa lalu mungkin tak bisa dimaafkan begitu saja, tapi ini bukan hanya tentang dia. Pikirkanlah Jennie. Dia tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah, hingga ia membenci semua pria yang mendekatinya"
Jessica masih terpaku mendengar setiap kata, tapi kini matanya mulai berkaca-kaca.
"Dan sekarang," lanjut Ji-hyun dengan suara lembut, "Ketika ia mencoba membuka hatinya, kau membuatnya harus memilih antara dirimu dan Taecyeon. Kau harus seharusnya bertanya pada dirimu sendiri, apakah ini tidak akan melukai hatinya?"
Mendengar kata-kata orangtuanya, tembok pertahanan yang selama ini Jessica bangun mulai runtuh. Ia memejamkan mata dan tangannya mulai bergetar, menahan perasaan yang begitu dalam. Air mata yang selama ini ia tahan mulai jatuh satu per satu.
Ia tahu betul bahwa Jennie tak pernah bermaksud menyakitinya, namun rasa sakit dari masa lalu selalu menghantui pikirannya. Sekarang, dengan perasaan yang bercampur aduk, ia hanya bisa menangis, merasakan beban yang selama ini ia pikul mulai terasa begitu berat.
Setelah seminggu absen dari mansion, Jennie akhirnya pulang, tetapi ada yang berbeda darinya. Tubuhnya terlihat lebih kurus, pipinya yang dulu chubby kini menirus, dan matanya tampak sayu dan cekung, seolah beban berat menghantui setiap langkahnya. Setelah kejadian terakhir itu, Jennie takut mendekati ibunya. Ia takut Jessica akan marah lagi seperti sebelumnya.
Namun kali ini berbeda. Saat Jessica melihat Jennie, panggilannya lembut, jauh dari nada kemarahan.
"Jennie-ya" ucapnya dengan penuh kasih.
"Mommy... mian" ucap Jennie buru-buru sebelum Jessica sempat melanjutkan kalimatnya. "Aku nggak pernah lagi bertemu dengannya. Aku janji nggak akan mengecewakan Mommy lagi"
Kalimat itu keluar begitu tulus, membuat hati Jessica terasa sakit. Ia sadar selama ini Jennie memikul beban yang seharusnya tidak ia tanggung. Tanpa pikir panjang, Jessica langsung memeluk putrinya erat-erat, merasakan tubuh Jennie yang kini kurus dan rapuh.
"Maafin Mommy, Nak" bisik Jessica dengan suara gemetar. "Seharusnya Mommy nggak melarangmu. Walau bagaimanapun, dia ayahmu. Jika kamu bahagia saat bersamanya, Mommy nggak akan melarangmu lagi"
Jennie membalas pelukan itu dengan erat, air matanya jatuh deras di pipinya. Semua beban yang ia rasakan seolah mencair dalam pelukan ibunya. Tangis mereka membentuk lingkaran kehangatan yang selama ini mereka rindukan.
Namun, kehangatan itu segera terganggu oleh suara kecil yang marah dari belakang.
"Mommy uwat Nini anis ladi!" seru Lisa, yang muncul bersama Chaeyoung dari tempat bermain mereka. Melihat Jennie menangis membuat si kembar marah.
Jessica tertawa kecil, merasa geli dengan tingkah anak-anaknya. "Enggak, Mommy nggak bikin Nini sedih kok" ucapnya lembut.
Di tengah kehangatan itu, Jisoo tiba-tiba muncul, dengan senyum usil di wajahnya.
"Jennie bentar lagi nggak tinggal di sini. Dia bakal ikut tinggal sama paman Taecyeon" godanya pada si kembar, sambil mengedipkan mata pada Jennie.
"Tidak! Nini tidak peldi temanapun! Nini atan tetap dicini!" seru Chaeyoung dengan wajah panik, membuat Lisa ikut merajuk.
"Nggak, Jennie nggak bakal main lagi ke sini. Dia sebentar lagi juga bakal punya adik baru" lanjut Jisoo, senang melihat adik-adiknya bereaksi.
"Adik Nini cuma tita" protes Lisa sambil menangis.
"Nggak, anak Aunty Suzy juga adiknya Jennie" balas Jisoo, yang makin memperparah tangisan si kembar.
Jennie segera memeluk adik-adiknya. "Suka banget sih bikin adiknya nangis" ujar Minyoung sambil melirik Jisoo yang tertawa puas. Jihyun menimpali, "Makanya, adeknya nggak mau dekat sama dia"
Sambil menghapus air mata di pipi Chaeyoung dan Lisa, Jennie berkata lembut, "Kalian tetap adikku sampai kapanpun. Jangan menangis lagi, ya"
Setelah mendengar suara lembut Jennie, si kembar pun perlahan berhenti menangis, merasa tenang di pelukan kakak mereka yang selalu mereka kagumi dan sayangi.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble Maker
FanfictionJennie dan Jisoo memiliki adik lagi diusia mereka yang sudah dua puluh tahun. Saat lahir adik kembar mereka suka membuat ulah dan menjadikan mereka sebagai korban kenakalannya. - Blackpink Siblings -