25. Mati Rasa

44 4 0
                                    

Malam ini, Magara berjalan di sepanjang trotoar sepi, mencari angin malam yang sejuk untuk menenangkan pikirannya.

Setelah melewati minggu-minggu yang melelahkan dan masalah yang tidak kunjung reda, ia merasa terjebak dalam rutinitas yang melelahkan.

Pikirannya penuh dengan kekhawatiran, kekecewaan, penyesalan, dan ia berharap malam ini bisa memberikan sedikit kedamaian.

Ia memilih jalur yang jarang dilalui orang, dengan harapan bisa meresapi kesunyian dan menemukan ketenangan.

Namun seiring langkahnya, suara gaduh mulai terdengar dari kejauhan. Magara mempercepat langkahnya, tidak ingin terlibat dalam keributan yang mungkin terjadi.

Ketika ia melewati sebuah taman kecil, suara itu semakin jelas. Teriakan dan suara gaduh dari sekelompok remaja membuatnya merasa tidak nyaman. Meski hatinya berdebar, rasa ingin tahunya membuatnya berhenti sejenak untuk mengintip.

Di tengah kerumunan, ia melihat dua kelompok siswa dari sekolah yang berbeda terlibat dalam pertengkaran.

Suasana tegang dan penuh emosi. Beberapa di antara mereka terlihat marah, sementara yang lain tampak mencoba meredakan situasi.

Magara tahu bahwa ia seharusnya pergi, tetapi kakinya terasa berat untuk melangkah.

“Jangan sok jadi paling jago, anjing!” teriak salah satu siswa dengan wajah merah padam, menunjuk ke arah lawannya.

Ketika suasana semakin memanas, Magara merasakan instingnya memperingatkan.

Ia berbalik untuk pergi, tetapi tiba-tiba, sebuah dorongan membuatnya terjatuh. Seorang siswa dari salah satu kelompok tidak sengaja menabraknya dalam keadaan terbawa emosi.

"Eh, hati-hati!" Magara terkejut, lalu mencoba bangkit.

Namun, tidak ada yang memperhatikannya. Dalam kekacauan itu, seorang siswa lain melempar sebuah batu, dan semuanya menjadi lebih tidak terkendali.

Magara merasa terjebak di tengah-tengah pertengkaran yang tidak ada hubungannya dengan dirinya. Ia hanya ingin pergi, tetapi kerumunan itu semakin padat. Teriakan, umpatan, dan suara cekcok semakin membuatnya panik.

Tanpa disadari, ia terjatuh lagi, dan kali ini, seorang siswa secara tidak sengaja menginjak tangannya.

"Ah!" Magara mengerang, rasa sakit menyengat.

Ia berusaha bangkit dan bergerak menjauh, tetapi kepanikan itu membuatnya kesulitan. Dalam sekejap, dia merasakan adrenalin meningkat dan jantungnya berdegup kencang.

"Berisik!" Salah satu siswa mendekat, wajahnya penuh dengan amarah.

Magara mengangkat tangan, berusaha menjelaskan, "Gue bukan bagian dari kalian..." Gugupnya.

“Gak ada yang peduli!” teriak siswa itu, dan dalam hitungan detik, dia mendorong Magara dengan keras.

Magara terjatuh ke tanah, dan kepalanya terbentur aspal. Rasa sakit melanda, dan dunia seolah berputar.

Saat ia berusaha untuk bangkit, ia melihat kerumunan itu semakin liar. Beberapa siswa mulai saling mendorong, dan situasi semakin tidak terkendali.

Magara merasa terasing, tidak tahu harus berbuat apa. Ketika semua orang tampak sibuk dengan masalah mereka sendiri, ia hanya ingin melarikan diri.

Dengan segenap kekuatan, Magara berusaha berdiri. Ia menggeser langkah, ingin menjauh dari kerumunan.

Namun, salah satu siswa dari kelompok yang sedang bertengkar melihatnya. "Temen gue koma gara-gara temen lo yang kurang ajar itu!" Teriaknya pada Magara dengan penuh emosi.

Magara and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang