Gadis itu membuka matanya. Sangat terkejut—dikala mata sendunya langsung bertatapan pada mata elang aska, kakaknya. Laki-laki itu mengenakan bathrobe putih, tangannya menggosokkan handuk kecil kepada kepalanya—mengeringkan rambut setengah basah itu. Langkah tegapnya membawa tubuhnya mendekati adiknya, allesia. Gadis itu ingin bangun, tapi sedikit terhenti ketika mendapati pusing diarea kepalanya. Ketika pandangannya turun untuk melihat, kedua tangannya terikat.Aska terlihat mengambil gelas vodka disamping tempat tidur mereka, menegaknya rakus—pandangannya tak teralihkan pada allesia sama sekali.
"Bagaimana keadaanmu, adikku ?"
Allesia terlihat memberontak, meski tidak berpengaruh sama sekali. Ikatan itu malah semakin kuat saja.
"Berhenti, kau menyakiti dirimu sendiri allesia."
Gadis itu menatapnya nyalang. "Tutup saja mulutmu itu, lepaskan aku brengsek!" Gadis itu masih ingat sekali, semalam dia tidur dikamarnya. Dia juga sangat ingat diaz pulang larut malam, tapi tiba-tiba sekali dia ada dikamar kakaknya hari ini. Entah siasat seperti apa yang pria keji itu lakukan padanya.
Aska duduk disebelahnya—arah matanya memandangi wanita itu dengan seksama, kagum dan cinta. Semua keindahan itu ada pada adik cantiknya. "Kasar sekali, aku bahkan bisa memperkosamu sekarang. Dan bahkan apa yang baru saja kau katakan tadi, brengsek, Apa laki-laki bodoh itu yang mengajarimu sayang ?"
"Kebodohan macam apa yang kau lakukan sampai aku bisa berada disini aska."
Laki-laki itu tertawa sinis. "Aku membiusmu—dan satu-satunya manusia yang pantas kau katakan bodoh hanyalah suami bohonganmu itu adikku. Jika saja dia menggunakan akalnya hanya sekali, kau tidak mungkin berada disini sekarang."
Terlihat mata itu kini berkaca-kaca. "Apa yang kau lakukan padanya kakak ?"
Aska menyunggingkan senyum sinis, tubuhnya berdiri menjauhi gadis itu. Membuka lacinya dengan santai lalu mengeluarkan kertas putih—dia pandangi sebentar lalu pandangannya kembali pada allesia.
"Saat kau merasa nyawanya terancam lalu kau berkata sopan padaku dan memanggilku kakak, manis sekali." Katanya pelan, terdapat senyuman kecil dari ujung bibirnya. "Tapi nyatanya, aku benci kalau dia yang jadi alasanmu bersikap manis padaku. Atau kau sudah mulai menyukainya ?"
Allesia menatapnya dingin. "Aku bertanya—dimana dia, aku tidak ingin mendengar kalimat apapun selain tau keberadaannya."
Satu tangan aska mencengkram wajahnya. Wajah gadis itu mendongkak, melihat kearahnya. Tidak ada wajah ketakutan sama sekali, mungkin allesia terbiasa untuk diperlakukan seperti ini. Aska menatapnya tajam, tidak ada tatapan memuja seperti tadi, wanita ini bisa dengan mudah mengubahnya menjadi iblis dalam sekejap mata.
"Berani sekali—aku benar-benar tidak ingin menyakitimu sekarang. Tutup saja mulut cantikmu itu, dengan itu kau bisa dengan mudah membuatku tidak punya rasa kasihan sama sekali, sialan. Tidak belajar dari kesalahanmu sendiri, huh ?"
Aska melepaskannya, wajah allesia terbuang kesamping. Surai rambutnya menutupi sebagian wajahnya. "Kalau kau berani menyebutnya lagi, kurobek mulutmu, sialan. Lebih baik melihatmu bisu daripada mendengarkanmu bertanya tentang dia. Apa kau belum mengerti juga ?"
"Kalau kasar memang tabiatmu, mengapa tidak lakukan itu sekarang juga."
Allesia menatapnya dingin, keberaniannya entah dia dapatkan dari mana.
Laki-laki itu tertawa kecil. "Tentu aku tidak bisa melakukannya sekarang, sayangku. Apa kau tau kenapa ?" Arah pandangnya menatap gadis itu penuh cinta, tangannya bergerak—mengelus surai hitam itu pelan. "Kau memiliki hal berharga miliku yang harus dijaga dengan sangat baik—bagaimana aku bisa menyakitimu sekarang, allesia."
"Apa maksudmu?"
Aska belum berbicara, sedikit menahannya. Akan lebih baik untuk sedikit bermain pada adiknya ini. Selama ini—entah berapa kali dia mengharapkan kata cinta keluar dari wanitanya. Gadis itu mempermainkannya, hingga kini dia tidak butuh cinta wanita itu, cintanya saja sudah lebih dari cukup.
"Allesia, aku bukan laki-laki bodoh seperti dia yang mau menampungmu dan berjanji akan mencintainya suatu saat nanti. Aku tidak sebodoh dia—meski kau merahasiakannya sebaik mungkin, instingku—jauh lebih kuat, kau tau." Dia menunduk untuk mendekati wajah itu lebih dekat. "Kau sedang mengandung bukan ?"
Allesia kebalakan, wajahnya terlihat sangat panik—tersentak, tiba-tiba dia menjauhkan tubuhnya dari pria itu. Aska terlihat sangat menyeramkan sekarang, pada saat ini laki-laki itu bisa saja membunuhnya sekarang karna menyembunyikan anak darinya selama ini.
"Kau terlihat sangat syok sekarang, allesia. Tenanglah, aku tidak akan menyakitimu, setidaknya untuk sekarang. Hukuman itu akan ada saat bayi ini lahir, kau—harus menerima hukuman dari dosa yang kau lakukan."
"Bayi ini bukan milikmu."
"Sudah kukatakan, aku bukan pria bodoh itu, allesia. Percuma kau berbohong padaku, sampai mati bayi itu milikku. "
Laki-laki itu lalu melempar satu kertas yang jatuh tetap dihadapan allesia. Mata gadis itu terbuka lebar, kali ini dia tidak akan selamat, aska sudah mengetahui semuanya. Tamat sudah hidupnya, aska tidak akan mengampuninya kali ini.
"Matamu masih bisa digunakan dengan baik bukan, atau sekarang sudah buta. Tidak mungkin ibu kandung tidak tau siapa ayah dari anaknya. Dan kau—mati-matian menutupi jika akulah ayah kandung sierra, benar bukan. Atau kau masih punya sangkalan dari semua data yang kuberikan, allesia—mungkin dokter pribadiku bisa mengecek sierra sekali lagi. Dan jika hasilnya tetap sama, maka bersiaplah, aku sungguh akan menghancurkanmu, sialan."
Gadis itu menggeleng, sulit untuk berbicara, air matanya mengalir deras. Semua kenyataan tiba-tiba menghantam kepalanya, padahal dia sudah benar-benar mengubur ingatan bahwa aska adalah ayah kandung dari kedua anaknya. Tapi apa yang aska berikan, tidak bisa dia bantah sama sekali.
Aska mendekat, saat dia akan menggapai bibir allesia, gadis itu menjauhinya—terus mengelak sampai tubuhnya jatuh dikasur lagi, dengan aska diatasnya. "Kau akan menerima hukumanmu karna menyembunyikan calon anakku, setelah kau melahirkan—tapi kau akan menerima hukumanmu, karna telah mengelabuhiku jika sierra bukan putriku, hukuman itu, kau dapatkan hari ini."
Laki-laki itu membuka bathrobenya—allesia membuang wajahnya. Aska menatapnya dengan seksama. "Kau bahkan sudah berselingkuh saat kau mengandung calon bayi kita saat itu. Jangan berpikir kita sedang melakukan kejahatan allesia—terbiasalah untuk melakukannya, denganku."
"Singkirkan tubuhmu dariku, brengsek!"
"Tidak, sampai kau mengatakan kalau kau mencintaiku."
"Mimpi saja, kau sialan. Lepaskan!"
Laki-laki itu menahan tubuh allesia yang berontak, entah berapa kalinya mereka akan melakukan. Tapi tidak pernah rasanya gadis ini benar-benar menginginkannya, sialan dia benci fakta itu.
"Apa kau tidak berpikir untuk menyelamatkan nyawa pria kesayanganmu itu, allesia. Berhenti menolakku, aku akan membunuhnya sekarang kalau kau masih bersihkeras melawanku."
Tubuh itu tiba-tiba berhenti bergerak, tatapannya berubah sendu. "Apa maksudmu ?"
"Aku akan mengampuninya jika kau menurutiku. Setidaknya dia akan punya kehidupan setelah ini, dan tidak menggangu kita lagi."
Allesia terdiam, raut wajahnya bingung berupaya menanyakan kejelasan.
"Saat kau melihatnya besok pagi—dengan tegas kau harus mengakhiri hubunganmu dengan dia, tepat didepan mataku. Aku ingin kau hancurkan hatinya allesia."
Gadis itu menangis, "aku tidak bisa, kakak."
"Itu artinya kau lebih memilih kematiannya."
Allesia menggeleng, menolak keras.
Aska menarik tubuhnya, kemudian menarik bathrobenya lagi, mengikatnya dengan pelan. "Besok adalah pertemuanmu terakhir dengan dia, dan aku tidak menginginkan ada satupun kata manis pada kalimatmu, allesia. Hancurkan hatinya atau melihat kematiannya. Semua pilihan itu ada padamu, pikirkan baik-baik—dan tentu aku lebih senang jika harus mengotori tanganku untuk membunuhnya didepan matamu, adikku." Aska menarik diri, membiarkan wanita itu menangis dengan sepuasnya. Tangannya bergerak mengunci pintu kamar itu, lalu menjauhinya kemudian.
maaf banget jarang up ya, selamat membaca teman-teman.🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry Lia
Teen Fiction"Kehidupan seperti apa yang kau bayangkan allesia? " - Zaleon Aska Raymond -