Di dalam kelas yang masih lengang, Oes Martino duduk di kursinya sambil mengeluarkan buku dari tas. Suara kursi berdecit pelan ketika dia bergeser, mencari posisi nyaman. Udara pagi di kelas selalu terasa sejuk, dan cahaya matahari yang menembus jendela memantul lembut di meja-meja.
Jade masuk sambil membawa tas selempang dan beberapa kertas di tangan. Begitu melihat Oes sudah ada di sana, dia langsung menghampiri tanpa ragu.
“Lo cepet banget datengnya, Oes,” kata Jade, menaruh tasnya di kursi samping dan mengeluarkan sebuah kartu undangan. “Nih, buat lo.”
Oes menoleh dan mengambil kartu itu dengan satu tangan, sementara tangannya yang lain masih memegang pulpen. "Apaan nih?" tanyanya sambil membuka undangan itu.
“Undangan ulang tahun gue,” jawab Jade santai. “Desain sendiri. Keren, kan?”
Oes memperhatikan undangannya sejenak. "Bagus banget, sih. Lo serius bikin ini sendiri?"
Jade mengangguk bangga. “Iya dong. Lo harus dateng ya.”
Oes tertawa pelan sambil mengangguk. “Ya iyalah gue dateng. Sejak kapan gue absen ulang tahun lo? Sepuluh tahun terakhir, gue selalu ada, kan?”
Jade menyikut lengan Oes sambil ketawa. “Iya, tapi kan tetep aja, kali aja lo lupa.”
Oes memasukkan undangan itu ke dalam buku catatan di mejanya, memastikan nggak bakal hilang. “Jade, ulang tahun lo tuh kayak jadwal wajib. Mana mungkin gue lupa.”
Jade menghela napas lega, tapi senyumnya masih lebar. “Yaudah, kalo gitu gue tenang. Gua tunggu lu di sana.”
Oes menatapnya sejenak sebelum nyengir. “Siap, Nona Birthday. Gue bakal dateng paling awal, sumpah.”
Mereka berdua ketawa, obrolan sederhana tapi bikin suasana jadi hangat. Jade suka gimana semua terasa gampang kalau sama Oes—nggak ada canggung, nggak ada jaim. Mereka cuma dua teman lama yang udah saling ngerti satu sama lain tanpa perlu banyak omong.
“Eh, tapi serius, dress code-nya apa?” tanya Oes tiba-tiba.
Jade melipat tangannya sambil pura-pura mikir. “Rahasia. Lo dateng aja dulu.”
“Nyebelin,” Oes geleng-geleng sambil ketawa.
Jade cuma nyengir jahil, tapi di dalam hati, dia seneng. Undangan sudah diberikan, dan yang paling penting—Oes akan datang, seperti biasa.
***
Saat bel istirahat berbunyi, Oes menyandarkan tubuhnya ke kursi dan menatap Jade yang masih sibuk membereskan meja. Dengan santai, ia membuka bungkus permen dan memasukkannya ke mulut. “Jadi, siapa aja yang udah lo undang?” tanyanya sambil nyengir.
Jade memutar ujung rambutnya, kebiasaannya saat sedang berpikir. “Freya sama Mackenzie udah pasti. Masa nggak, sih? Terus ada Jaden, Jingga, sama temen-temen gue yang lain.”
Oes mengangguk sambil mengunyah permen. “Mantap. Berarti nggak bakal garing, kan? Udah pasti rame tuh.”
Jade tersenyum, tapi matanya masih menyimpan sedikit kekhawatiran. “Pokoknya, lo jangan sampai ngilang di hari itu ya.”
Oes ketawa kecil, tangannya menepuk bahu Jade dengan akrab. “Lo pikir gue bakal lewatin ulang tahun lo? Dari sepuluh tahun yang lalu aja gue selalu dateng. Nggak pernah absen.”
Jade ikut tertawa, tapi senyumnya sedikit lega. “Ya kali aja lo lupa. Gue nggak mau ada drama kayak di ulang tahun gue yang ke-13. Lo baru dateng pas acara udah mau selesai.”
KAMU SEDANG MEMBACA
SMP Floor 1997
Teen FictionSMP Floor 1997-- "Ini bukan tentang siapa, tetapi tentang keadilan." • Joebartinez, 1910, setelah penegakkan hukum yang dianggap kurang adil dalam kematian Gartinez. Cerita ini mengikuti kehidupan sekelompok remaja di SMP Flores, sebuah sekolah yan...