⚚❅⚚
"Kau merasa lega sekarang?" Karina memegang bahu Jeno, memastikan bagaimana perasaan bocah itu.
"Ibuku baik-baik saja, tidak ada yang lebih baik dari itu," Untuk yang pertama kalinya, Jeno tersenyum pada orang selain ibunya, walaupun hanya senyum tipis yang hampir tak terlihat.
Kini mereka berempat telah berada di Kastil, di depan pintu utama. Pintu secara otomatis terbuka, melewati dua pilar yang menjulang tinggi, mereka sampai pada ruang utama, ruangan yang mereka jadikan tempat berkumpul.
Benar saja, para vishesha yang lain telah berada di sana. Jeno langsung merasa tidak nyaman dengan tatapan mereka, tatapan yang begitu sulit di artikan. Seakan-akan bertanya-tanya, penolakan, dan takut. Terlebih Winter, dia sedari tadi hanya menundukkan kepala, tidak sudi untuk melihat Jeno.
Atau, Winter merasa takut untuk melihat Jeno.
"Kenapa kalian berkumpul disini? Kalian sudah berlatih?" Karina menginterupsi mereka.
Jay mengerutkan keningnya, "Kau lupa? Besok malam adalah upacara ananeosis, kita menunggu kalian disini untuk menyatukan kekuatan," Terselip nada kesal dalam setiap kalimat yang Jay ucapkan.
Karina, Felix dan Jisung duduk beriringan, dengan Jisung berada di tengah. Felix menarik tangan Jeno untuk bergabung dengan mereka, duduk di samping Felix.
"Kau benar, aku melupakan nya. Kita bisa berkumpul sekarang," Karina mengambil apel yang sudah tersedia diatas meja, dan menggigitnya dengan santai.
Mata tajam Jeno tidak sengaja menangkap Heejin yang sedang meremas tangannya sendiri, gadis itu terlihat sangat gelisah, bahkan ia tidak bisa menyembunyikan kegelisahan nya. Hal itu juga tidak luput dari pandangan rekan-rekannya, tapi mereka menanggapinya seolah hal itu telah biasa terjadi.
"Heejin, kau masih merasa takut?" Karina memandang Heejin sendu.
Sunyi beberapa saat, hingga Heejin menjawab pertanyaan Karina, "Dalam tiga tahun, aku hanya meningkat 3 level, sedangkan aku harus mencapai level tinggi secepatnya agar bisa mengendalikan kekuatan vishesha ku," Heejin bertutur sendu. Dia merasa tidak percaya diri. Dia memiliki level paling rendah diantara lainnya. Sekeras apapun dia berlatih, tetap tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Tidak ada yang tau mengapa kultivasi Heejin sangat lambat.
"Upacara ananeosis yang sebelumnya hampir gagal karena aku tidak kuat seperti kalian," Cicitnya.
Winter memegang tangan sahabatnya, berusaha menyalurkan ketenangan, "Kau hanya perlu percaya pada dirimu. Gagalnya ananeosis yang sebelumnya, karena kau ragu pada dirimu,"
"Kita juga bertambah satu vishesha, kau bisa memaksimalkan potensi mu, Heejin," Jay menimpali.
Jeno hanya menyimak percakapan mereka, sama halnya dengan seseorang yang duduk disudut kursi, Haechan. Hanya dia orang yang Jeno tidak pernah mendengar suaranya. Haechan sangat jarang berbicara, kecuali dia sendiri yang ingin.
"Yeji memanggil kita," Ungkap Felix setelah mendengar telepati dari Yeji. Lantas mereka semua berdiri untuk bergegas berkumpul di paviliun.
Tidak memakan waktu lama, mereka sudah berkumpul di paviliun, dengan Hwang Yeji disana. Aura dinginnya begitu kental dengan dirinya, ia berdiri dengan jubahnya sebagai Tetua Agung.
Felix dan Jisung berdiri di kedua sisi Yeji.
"Seiring berjalannya waktu, barier Psyxros akan semakin rentan, sedangkan populasi vishesha semakin berkurang," Yeji menatap tajam satu persatu para vishesha, "Selama ini tidak pernah gagal dalam membangun barier Psyxros. Kita semua tau, barier Psyxros berasal dari gabungan kekuatan para vishesha, maka dari itu kita harus percaya satu sama lain agar barier Psyxros tetap kuat,"
KAMU SEDANG MEMBACA
MALVERA II; Winter's Ashes [NOMIN]
Fantasia❗[Fantasy] [bxb] [Dark Romance] Jika takdir mengatakan bahwa Jeno dan Jaemin tidak bisa bersama, maka Jaemin akan memaksa takdir untuk mengikat Jeno padanya. Bukan kisah yang indah, kisah tragis mereka terukir dalam setiap denyut jantung, setiap he...