Lima tahun berlalu sejak Ira mengikuti student exchange ke Korea. Namun, Ira baru saja lulus setahun yang lalu. Rasanya Ira sangat ingin menyalahkan pandemi yang terjadi di tahun 2020. Saat itu, semua teman kuliahnya sudah lulus. Sedangkan dia harus pulang ke rumah orang tuanya karena dia mempunyai risiko tertular. Lalu, dia baru bisa lanjut menulis skripsinya lagi di tahun 2021.
Satu setengah tahun untuknya menyelesaikan skripsi. Semua itu tidak mudah. Apalagi dengan kondisi masih pandemi. Ada saja yang membuat dia stres. Belum lagi, dia memilih untuk balik ke Depok dan tinggal sendiri di kosan yang cukup sepi. Ya, lagi-lagi karena pandemi.
Memang dia telat lulus. Namun, dia bisa merasakan wisuda di tempat setelahnya karena keadaan sudah membaik. Sayangnya, dia malah menghadapi susah mencari kerja setelah wisuda. Saat ini pun, dia belum mendapatkan pekerjaan yang proper di usianya yang ke-25 tahun.
Ira sangat benci dengan pandemi. Dia merasa kehilangan jati dirinya karena hal itu. Bahkan, dia merasa malu karena dulu berprestasi tapi malah telat lulus. Kebanyakan teman-temannya sudah memiliki pekerjaan dengan jabatan yang bagus. Ada juga yang sudah menikah atau memiliki uang yang cukup untuk memenuhi wishlist. Sedangkan Ira sendiri masih mencari pengalaman kerja dan hanya mendapat gaji di bawah UMR. Bahkan, di pekerjaannya sekarang mendapat enam ratus ribu sebulan, Ira sudah bersyukur.
"Udah paid berapa hari ini?" Tanya atasan Ira di kala dia baru saja mengunjungi suatu sekolah. Sebenarnya pertanyaan itu bukan untuknya. Namun, tetap saja dia kesal mendengar pertanyaan tersebut. Buru-buru lah gadis itu masuk ke salah satu ruang kelas di lembaga bimbel tersebut.
Langsung saja, Ira duduk di kursi paling pojok di ruang kelas itu. Dia pun mulai mengeluarkan laptopnya dan menghidupkan benda tersebut. Gadis itu mulai fokus membuat laporan dan mengerjakan jobdesk-nya sebagai sales. Sebenarnya, dia tidak menyukai pekerjaannya saat ini. Menawarkan produk dan menjual bukanlah passion untuknya. Gadis itu lebih suka bekerja di belakang layar atau kalau pun harus bertemu orang banyak, lebih baik dia jadi volunteer. Namun, apalah daya. Sekarang mencari kerja saja susah.
Lagi-lagi, Ira ingin mengatakan salah satu alasan susah mencari kerja karena dampak dari pandemi.
Di saat gadis itu mulai membalas satu per satu chat yang masuk dari calon siswa dari tempat kerjanya, tampak sebuah notifikasi dari seseorang. Siapa lagi kalau bukan Javas.
Ya, Ira tidak pernah menyangka mereka masih bisa berhubungan. Padahal, dulu Ira kira mereka akan lupa satu sama lain saat balik ke Indonesia. Namun, siapa sangka Javas merupakan satu-satunya teman student exchange gadis itu, yang masih menghubunginya.
(Kecuali Elang. Dia masih satu almamater dengan Ira.)
Javas Bandung
Ayo, sore ini kita ketemuan di Stasiun MRT Dukuh Atas.Ira menghelakan nafas setelah membaca pesan itu dari layar ponsel. Mengapa lelaki itu mengajaknya ke sana? Jangan bilang dia ingin mengajak main ke Grand Indonesia. Kalau iya, dia lagi tidak mempunyai uang yang cukup untuk main ke sana. Gajian masih beberapa hari lagi dan itu belum tentu dapat full. Minta kirim sama orang tua? Hahaha.. Tidak mungkin.
Ira langsung membuka room chat mereka berdua. Gadis itu mulai membiarkan jari-jarinya mengetik balasan.
Ira
Sorry, gue lagi enggak ada duit.Javas Bandung
Gue traktir deh.Oh iya, sekarang Ira menggunakan kata panggil lu gue ke Javas. Rasanya aneh ketika Ira memakai kata panggil aku kamu dengan lelaki itu. Bukan dia menganggap setiap orang yang memakai kata panggil aku kamu ingin PDKT. Hanya saja, aneh rasanya ketika dia memakai kata panggil itu setelah sempat lost contact dua bulan dengan Javas di awal mereka kembali ke Indonesia. Javas pun tidak pernah protes.
KAMU SEDANG MEMBACA
APT. (아파트)
FanficWhitory Story When you're trapped in a situationship Kisah dua orang yang terjebak dalam situationship bertahun-tahun karena sebuah permainan random di kala minum-minum, APT.