The Beginning of a New Threat
Setelah berhasil mendapatkan Pedang Elemen, rombongan Alexandra berkumpul di tepi jurang, menatap langit yang semakin gelap. Suara petir mulai terdengar di kejauhan, menandakan ada sesuatu yang lebih besar sedang datang. Mereka semua merasakan perubahan atmosfer-udara yang tadinya terasa ringan, kini terasa berat dan penuh dengan ketegangan.
"Kita tidak bisa tinggal di sini," ucap Julian dengan tegas, tatapannya masih terpaku pada awan gelap yang bergerak cepat. "Ada sesuatu yang mendekat, dan aku yakin itu bukan bagian dari ujian berikutnya."
Maximus mengangguk, pandangannya serius. "Kita harus mencari tempat yang aman untuk berlindung sementara. Badai ini tampak terlalu besar untuk dihadapi saat ini."
Alexandra mengangguk setuju, tetapi ada sesuatu yang mengganggunya. Matanya melirik Alexander di sebelahnya, yang tampak berpikir dalam. "Kau baik-baik saja?" tanya Alexandra lembut, meski suaranya nyaris tenggelam oleh angin kencang yang mulai bertiup.
Alexander menoleh dan menatapnya, bibirnya melengkung dalam senyum tipis. "Aku baik-baik saja. Aku hanya berpikir tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Setiap kali kita menyelesaikan satu ujian, ancaman baru selalu muncul."
Alexandra mengangguk, matanya memandang jauh ke depan. "Aku merasakan hal yang sama. Tapi kita sudah sejauh ini. Kita harus tetap fokus."
Julian yang berdiri tidak jauh dari mereka menoleh, seolah mendengar percakapan mereka. "Fokus, ya. Itu yang terpenting sekarang," gumamnya. "Tapi ingat, tidak semua ancaman datang dari luar. Kadang, ancaman terbesar datang dari dalam diri kita sendiri."
Maximus, yang sedang mengamati medan di sekitar mereka, tiba-tiba menemukan jalur yang aman menuju sebuah gua yang tersembunyi di balik tebing. "Di sana," katanya sambil menunjuk. "Kita bisa berlindung di gua itu untuk sementara waktu."
Tanpa berpikir panjang, mereka semua segera bergerak menuju gua tersebut. Saat mereka tiba di dalam, suasana berubah menjadi tenang, meskipun di luar angin terus menderu dan petir semakin menggelegar.
Di dalam gua, mereka semua duduk sejenak, merasakan kelegaan. Namun, ketenangan ini hanya bersifat sementara. Alexandra merasa ada sesuatu yang tidak beres, dan perasaannya semakin kuat ketika matanya bertemu dengan tatapan Alexander.
"Kita sudah sejauh ini," gumamnya, memecah kesunyian. "Tapi aku takut, Alexander. Bagaimana jika... kita tidak bisa menghadapi apa yang ada di depan?"
Alexander menatapnya dengan lembut, menyadari ketakutan yang tersembunyi di balik kata-katanya. Dia meraih tangannya, genggaman mereka erat namun penuh kehangatan. "Kita akan baik-baik saja, Alex. Kita sudah melewati banyak hal bersama, dan kita akan melewati ini juga. Kau lebih kuat dari yang kau kira."
Alexandra tersenyum kecil, merasa sedikit lega dengan kata-kata Alexander. Hubungan mereka semakin dekat seiring perjalanan ini, dan meskipun dia belum sepenuhnya mengungkapkan perasaannya, Alexandra mulai merasa nyaman berada di dekatnya.
Julian yang memperhatikan interaksi mereka dari kejauhan, tersenyum tipis. Dia memahami dinamika yang sedang berkembang di antara Alexandra dan Alexander, namun dia memilih untuk tidak mencampuri. Baginya, tugasnya adalah memastikan mereka semua berhasil melewati ujian demi ujian, apa pun yang terjadi.
Sementara itu, Maximus dan Eleanor duduk di sudut lain gua, berbincang pelan tentang apa yang akan mereka hadapi. Eleanor, meskipun terlihat tenang, masih merasakan kecemasan. "Aku tidak tahu apa yang ada di depan kita," ucapnya, matanya menatap kosong ke dalam gua yang gelap. "Tapi aku tahu kita tidak bisa terus-menerus bertahan seperti ini. Ada sesuatu yang harus kita lakukan."
Maximus menatapnya dengan tenang. "Kita harus percaya pada diri kita sendiri, Eleanor. Kita sudah melewati banyak hal bersama. Dan selama kita tetap bersatu, kita bisa mengatasi apa pun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Woven Fates: A Tale of Magic and Love
FantasiDi tengah ancaman kegelapan yang menyelimuti dua kerajaan, putri muda Alexandra menemukan kekuatan sihir yang luar biasa dalam dirinya. Namun, kekuatan itu adalah pedang bermata dua-harapan bagi kerajaan atau awal kehancurannya. Bersama-sama dengan...