To: diary

22 1 0
                                    

Kamis,
15/2/2024

Hari ini aku menjadi bagian belakang.

Untungnya sih seperti itu. Aku paling tidak suka saat disuruh untuk melayani tuan dan nona, mereka menyuruh ku terus menerus dan memegang bagian bawahku. Jika melawan aku akan di hukum, aku paling tidak suka saat dihukum dikamar mereka, bagaimanapun aku memohon mereka tidak pernah mendengar.

Tidak nyaman, sakit, perih, aku takut. Seseorang . . . Apa aku akan ditolong jika memohon?

***

Lagi-lagi aku diterseret. Kali ini bukan ke kasur, untungnya, mungkin ke halaman belakang. Itu lebih baik.

Aw

Tidak apa-apa, hanya dipukul sapu.

Itu hanya sapu. Maaf. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Maaf, aku benar-benar menyesal, tidak akan ku ulangi lagi, kumohon sehari saja. Tolong jangan pukul aku.

""M-maaf, aku minta maaf. Itu tidak akan terjadi lagi, kumohon."

Tolong dengarkan aku sekali saja. Suaraku tertahan. Jangan. Jangan menangis, kalau menangis hanya akan memperparah hukuman. Aku tidak mau diseret ke kamar.

Bughh

Aku mendengar suara pukulan? Aku tidak melawan, sungguh, aku akan jadi anak baik dan mendengarkan semua perintah Tuan pemilik. Maafkan aku. Jangan bawa aku ke kamar, Kumohon.

"Apa yang akan kita lakukan padanya?"

Aah, tidak, aku minta maaf, maafkan aku kumohon. Aku tidak melihatnya, aku tidak melihatnya, aku tidak melihatnya, aku tidak melihatnya, aku tidak melihatnya, aku tidak melihatnya, aku tidak melihatnya. "a-aku, maaf, aku tidak melihat apa-apa. Tidak, aku tidak melihatnya."

Kumohon dengarkan aku sekali ini saja, aku tidak meminta yang lain. Hanya saja tolong ampuni aku, jangan bawa aku ke kamar. "Biarkan saja dulu. Kita bicarakan dengan Rion dan yang lainnya terlebih dahulu."

Mereka pergi. Aku diampuni? Mereka benar-benar sudah pergi? Pak penjaga? Dia pingsan. Bagaimana ini, bagiamana ini? kalau aku terus disini mungkin aku akan dituduh melawan. Tidak. Aku tidak mau mendapat hukuman lagi. Maafkan aku pak penjaga aku tidak mau dihukum.

Aku menariknya untuk mendekati tempat pembuangan sampah. Aku berlari ke dapur dan mengambil kantong yang biasa digunakan untuk menampung sampah. Tidak ada yang boleh tau ini pak penjaga. Sudah ku tutup seluruh tubuhnya dengan kantong sampah.

. . . Kalau pak penjaga bangun, aku akan tetap dihukum. Bagaimana ini, aku harus apa. Apa itu? Minyak bekas nya tumpah di sebelah tangan pak penjaga.

Tidak apa. Disini tidak ada yang melihat. Aku menaburkan lebih banyak minyak bekas di sekujur tubuh pak penjaga. Kalau tidak salah pak penjaga itu perokok. Ada korek di kantong nya, mungkin bisa. Tunggu kalau langsung dibakar dia akan bangun dan berteriak, aku harus membuatnya tidak bisa berteriak, tapi bagaimana? . . . . .

***

"Adek! Kemarilah, kemari"

Aku menghampiri tuan yang memanggil ku. Diruang gelap seperti ini dia menggunakan kacamata hitam? Aneh sekali.

"Apa kamu mau balas dendam?"

Aku terkejut mendengarnya. Apa maksud tuan ini?

"Aku tau kau diperlakukan tidak baik disini, benarkan? Kamu masih terlalu muda untuk mengerti apa tempat ini."

Apa yang sedang ia bicarakan? Aku? Terlalu muda? Sedari awal aku sadar akan kehidupan ini aku sudah disini. Tidak pernah diizinkan keluar, aku tidak tau tempat lain selain 'rumah' ini.

"Begini, lihat uncle. Ini caramu membuat seseorang diam."

***

Benar. Begitu saja. Seperti yang tuan itu katakan, aku hanya perlu menyayat leher dan nadinya. Aku perlu pisau, pisau dapur cukup tajam hari ini. Aku baru saja mengasah nya untuk membuat acar.

Srett

Sreett

Darahnya keluar, persis seperti contoh tuan itu. Sekarang, hanya perlu mematik korek ini.

Krekk

Krekk

Ctass

SHWUSSS

Sekarang aku harus kembali ke dapur. Jangan tinggalkan barang-barang. Aku tidak mau mendapat hukuman lain. Bay bay pak penjaga, semoga kita tidak bertemu lagi. Kuharap kau tidak menghukum ku karena ini.

***

Hari sudah gelap,

Sekarang aku bisa beristirahat di kamar 'ku'. Kalau disini aman. Tidak akan ada yang mau datang ke ruang gudang seperti ini. Kecuali saat 'rumah' dibuka untuk umum, kamar tidurku dipenuhi tong-tong besar yang mengeluarkan bau agak busuk, tapi itu tidak akan lama, setelah setahun baunya berubah menjadi wangi yang manis. Semakin lama tong itu berada disini, semakin wangi aromanya. Aku suka bau manis itu.

Aku membuat sedikit ruang diantara tong-tong itu untuk dijadikan kasur. Aku menggulung kain sisa untuk dijadikan sandaran, setidaknya itu mengurangi kerasnya ubin lantai.

Disini sangat dingin, setiap malam aku tersiksa akan dinginnya ruang penyimpanan ini. Tapi, aku lebih tidak suka kehangatan yang menyengat di pagi dan siang hari, apalagi saat menemani tuan dan nona. Sangat menyakitkan. Aku takut, tapi apa yang bisa ku lakukan?

Cukup untuk hari ini, aku mengantuk.

BRAK

DOKDOKDOK

Tidak bisakah aku beristirahat dalam diam di malam hari sekalipun? Aku harus segera menjawabnya atau aku akan dipukuli lagi, entah oleh siapa. "Ya, tuan? Anda butuh saya?"

"CEPAT KELUAR, ADA KEBAKARAN BESAR DI SAMPING BAR. ASALNYA DARI DAPUR."

Apa? Kebakaran. Siapa yang memasak dimalam hari! Orang orang bar sudah sangat gila rupanya. Aku mengikuti kakak penghibur tadi, terimakasih berkat nya aku tidak ikut terpanggang. Namun apa yang terjadi? Sayang sekali bar nya sudah setengah hangus.

Seiring berjalannya waktu para kepolisian berserta pria berpakaian merah berusaha menolong warga dan memadamkan api. Aku hanya berdiri, terdiam disebelah kakak-kakak penghibur lainya. Ternyata mereka sudah keluar terlebih dahulu.

Aku mendengar suara motor lain yang tiba-tiba saja muncul. Mungkin salah satu petugas kepolisian atau pria berseragam merah. Aku melirik, penasaran. Tidak. Mengapa pria itu disini? Tidak, tidak, tidak. Jangan lihat aku. Kita tidak pernah bertemu. Lari, aku, aku harus lari. Kemana?

Pikirkan saja nanti, pokoknya lari. Jangan melihat, jangan dilihat, kumohon jangan kejar aku. Aku tidak akan melaporkan nya kepada para polisi. Maafkan aku.

"Hey!"

TIDAK, kumohon maafkan aku. Aku, maaf, aku minta maaf, "maaf, maaf, maaf, maaf, maaf a aku tidak lihat apa-apa. Aku tidak tau apa-apa."

"Apa? Kenapa kau meminta maaf?" Tunggu suaranya berbeda, oh, ternyata bukan pria tadi ya. Syukurlah. Aku benar-benar dalam masalah Jika pria itu melihat ku. Dia, oh pak polisi! "I-iya? Maaf, saya lupa sesuatu, saya ingin mengambil barang saya" alasan, aku harus berbohong dengan baik.

"Siapa namamu? Saya perlu mendata warga yang tidak sengaja terlibat untuk dimintai keterangan. Tolong berkoperasi dengan kepolisian, dek."

*Menghela nafas lega*
Untunglah, ia tidak mencurigai ku. "Aku juga bagian dari kakak-kakak disana. Kak Felly yang membantuku keluar dari gudang penyimpanan." Kumohon percayalah, hanya itu yang bisa kuberitahukan kepada bapak! "Kamu..."

"Apa kamu korban kekerasan di bar ini?" Korban? Apa maksudnya itu. Aku harus menjawab apa? Bagaimana ini aku tidak tau. "B-bukan? Aku hanya mengikuti perintah, aku berkerja, ya kerja." Cukup, jangan tanya lagi aku tidak mau ketahuan!

"Berapa usiamu? Apakah dia yang kamu panggil 'Felly' wali mu?" Aduh. Pak polisi yang ini banyak tanya sekali. Aku tidak tahu, pak. Aku hanya diperintahkan untuk memanggilnya kak Felly, si rubah nakal. Tapi itu informasi yang hanya dibagikan kepada para tuan dan nona. Bapak ini kan polisi, ia bukan tuan dan nona, bagaimana ini, kepala ku sakit. "Eee..."

"Sae!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Repress FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang