chapter 二十一

105 19 13
                                    

HAPPY READING

21






Felix tidak tahu, waktu seperti ini akhirnya tiba. Waktu dimana ia memutuskan untuk mulai bicara. Bagaimanapun Felix tidak mungkin menyembunyikannya terlalu lama karena pada akhirnya Minho juga akan tahu semuanya.

Masih di kamar yang sama. Minho duduk tenang disana, menunggunya bersuara di kursi yang letaknya tak jauh dari jendela. Felix yang detik sebelumnya sudah sempat berkata bahwa ada hal yang perlu Minho ketahui itu kini justru mendadak tergugu, hilang keberanian hanya karena Minho Edevane yang terus menatapnya.

"Aku hamil, Minho." Felix tertunduk, bersikap pengecut dengan menghindari perubahan raut wajah pria didepannya.

Bak sibuk memproses kalimat yang baru saja menerjang pendengaran itu, Minho hanya bisa diam di posisinya, meyakinkan telinganya tidak salah dengar dengan apa yang Felix suarakan baru saja. "Anakku?"

Kalau Minho berharap Felix akan mengangguk mantap setelahnya, nyatanya harapannya harus runtuh secepat itu ketika ia justru mendapati Felix yang perlahan menggeleng.

"Aku tidak tahu."

Dunia Minho seakan terhenti detik itu juga. Sunyi menyelimuti keduanya saat tak satupun dari mereka mengisi dengan suara. Minho tidak tahu harus seperti apa. Mendengar Felix berkata tidak tahu rasanya berhasil membuat perasaannya kacau balau. Tanpa perlu dijelaskan pun Minho cukup pintar untuk menebak maksud dari jawaban itu.

Minho tersenyum masam, mendadak enggan menatap Felix, dan malah mendengus pelan. "Kamu melakukannya dengan Mingi?"

Felix termangu, napasnya tercekat, bahkan untuk sekedar menelan ludah saja rasanya berat. Pengakuannya setelah ini mungkin akan terasa seperti hantaman untuk Minho. Felix tahu Minho berharap hal sebaliknya, dan sayang sekali kenyataan tidak selaras dengan itu. "Maaf Minho."

Lantas Minho tersenyum miris seraya berdecih. Minho tidak tahu apakah dirinya harus tetap memberi senyum tulus seperti sebelumnya dan bertindak seakan hatinya masih bisa menerima dan baik-baik saja. Minho memang mencintai Felix, ia tidak suka melihat laki-laki manis itu merasa bersalah, apalagi ketika melihatnya sedih. Tapi dalam keadaan seperti ini, akan terlalu bodoh kalau ia tidak sekali saja memikirkan perasaannya sendiri.

"Kenapa Felix? Kamu tidak menolaknya?"

Felix benar-benar kaku sekarang, tak punya alasan untuk menjawab pertanyaan itu. Minho tidak tahu saja bagaimana keadaannya saat itu. Memang awalnya Felix menolak juga memberontak, bahkan sampai rela kakinya tertembak. Tapi Mingi selalu tahu titik lemah Felix, dia tahu cara terbaik untuk melumpuhkannya hingga hanya bisa tunduk tak berdaya.

Sontak Felix kembali memusatkan pandang pada Minho, tidak tahu lagi harus mengeluarkan kata apa selain, "—maaf."

Minho reflek berdiri dari kursinya, masih dengan tatapan tak percaya pria itu kemudian menendang kursi yang sebelumnya ia duduki hingga menimbulkan bunyi yang cukup berhasil membuat Felix memejamkan mata. Minho tidak tahu tengah meluapkan emosinya pada siapa, entah marah pada Mingi, kecewa dengan Felix, atau bahkan mungkin pada dirinya sendiri. "Aku mencintaimu Felix, sangat. Tapi—"

Minho menarik napas dalam, pikirannya kalut tidak karuan hanya untuk menjelaskan apa yang ada di dalam kepalanya saat ini. "—tidak ada yang tahu siapa ayah dari anak itu."

Pria itu mulai terlihat gegabah, membuat Felix ngeri jika Minho justru tiba-tiba berucap atau bahkan bertindak di luar kendali. "Kita bisa lakukan tes saat ia lahir." Usul Felix, mencoba membuat Minho sedikit lebih tenang.

Beyond EvilWhere stories live. Discover now