"Darimana lo?"
Pertanyaan dari bibir tipis Jevian adalah hal pertama yang didapat oleh Jovan saat sampai di rumahnya. Entah apa gunanya Jevian ada di sini, maksudnya apa yang dilakukan anak itu di dalam rumah besar yang tak ada seorangpun di dalamnya. Jovan juga tak ada di rumah sedari pagi, ayahnya pun sama. Hanya ada Bibi yang membereskan rumah yang akan pulang setiap pukul tiga sore. Sedangkan sekarang sudah pukul delapan malam.
Harusnya Jevian sudah tidur dan bergelung dengan bantal dan selimutnya, mengingat bocah itu mudah sekali mengantuk. Namun kini, dengan televisi yang menayangkan kartun spons berwarna kuning, Jevian duduk di atas sofa putih milik Jovan. Kakinya dinaikkan pada sandaran sofa. Sedangkan tangannya memeluk dua bantal sofa sekaligus.
Posisinya terbalik omong-omong.
"Buset ngapain lo?"
Bukannya menjawab, Jovan malah balik bertanya pada Jevian. Dapat dilihat Jovan wajah Jevian yang berubah dan berdecak dengan sewotnya.
"Jawab pertanyaan gue!" teriak Jevian. Jovan sempat terkejut sebentar. Walau bukan kali pertama, tapi suara melengking dan fals milik Jevian selalu mampu membuat Jovan terkejut.
"Main lah anjir." jawab Jovan sewot. Tangannya bergerak membuka resleting tasnya. Mengeluarkan snack yang dibelinya di supermarket tadi. Sengaja untuk Jevian.
"Nih oleh-oleh." ucapnya seraya melemparkan satu kantong plastik jajanan kesukaan Jevian.
Ada coklat, yogurt, keripik, dan juga kopi kaleng. Semuanya dibelinya karena mengingat adik sepupunya itu.
"Oleh-oleh tai. Pergi sama siapa lo? Kok nggak ngajakin gue?" tanya Jevian lagi. Tangannya sibuk memilih snack yang ingin dimakannya. Anak ini emang cerewet sekali, tak heran jika Jovan sering kehabisan energi dibuatnya.
"Sama temen-temen gue lah."
"Iky? Atau Chandra?"
"Sama Ale, Liam, Ijon, sama Dendi. Nggak kenal juga lo."
Mata Jevian memicing menatap Jovan. Sedangkan Jovan mengerutkan keningnya bingung dan menatap Jevian aneh. Kenapa sepupunya ini?
"Kok lo punya temen selain gue, Iky, sama Chandra sih?"
"Lah kocak! Iky sama Chandra juga punya temen lain jir selain kita."
"Iya kah?" Jevian kembali menatap Jovan dengan penuh selidik. Jovan tak tau lagi harus bereaksi seperti apa selain menggeleng heran akan tingkah laku anak Keenan ini.
"Lah ya iya, jir. Emang lo, temennya cuma Bang Jeff." ucap Jovan meledek. Namun tampaknya Jevian merasa sakit hati.
Terlihat dari wajahnya yang tiba-tiba murung. Walau sambil mengunyah keripik yang dibawa Jovan tadi, Jevian menunduk dan memandang kosong karpet di bawah sofa. Karpet yang sudah belasan tahun umurnya.
Jevian ingat sekali akan masa kecilnya di sini. Di atas karpet berwarna hijau yang seingatnya di beli oleh Mama Airin bersama dengan Bunda Jihan. Di sana, Jevian sering sekali tertidur saat menonton bersama Jovan. Sampai-sampai anak itu di jemput oleh ayahnya. Kadang kala, saat terbangun, dia hanya mendapati dirinya yang tertidur sendirian di sana tanpa Jovan. Karena Jovan sudah pergi bermain bola dengan teman-teman yang lain.
Ah benar, Jevian memang tak memiliki teman sekalin kakak-kakaknya, Jovan, Iky, dan Chandra. Jevian benar-benar merasa sendirian.
"Heh!"
Lamunan Jevian buyar saat Jovan menepuk bahunya. Anak itu terkejut bukan main. Keripik di tangannya bahkan terjatuh. Membuat Jovan mengerutkan keningnya bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
meilleurs amis
Ficțiune adolescenți(Jaemin ft 00l Dream) Kisah pertemanan empat orang anak remaja yang masih mencari jati diri. Sebut saja Kwartet Teretet. BUKAN BxB