Chapter 14: Aku Cemburu

112 1 0
                                    

"Takdir kita itu lucu, ya?!" Biyan mengawali pembicaraan.

Aku yang bersiap menyantap satu suapan es krim terpaksa menoleh padanya. "Takdir kita?" Aku mengulang ucapannya.

"Iya, kita."

"Hmmm—" Aku tertawa bergumam, lalu menjejalkan es krim gelato ke mulut. Rasa susunya yang kaya benar-benar meleleh dan meresap ke seluruh jiwa raga.

"Kenapa?"

"Nggak apa-apa sih, berasa kayak... gimanaaa... gitu." Aku menyendok gelato di hadapanku. Sedikit canggung.

"Emang, gimana?"

"Ya.... Emmm... apa ya..."

Tiba-tiba seorang pramusaji perempuan mendatangi meja kami. "Permisi, Kak!" sapanya ramah.

"Oh, iya," kataku mempersilakan pramusaji cantik itu meletakkan pesanan kami.

"Ini pesanan Escargot—" Pramusaji itu meletakkan sebuah piring berukuran sedang berwarna putih dengan sebuah kue pastry di atasnya. Aku menurunkan kedua tanganku ke pangkuan. Kemudian gadis itu mengambil satu piring lagi yang masih menempel pada nampan di tangan kirinya. "Brownies, dan ekstra waffle cone," lanjutnya setelah meletakkan piring.

"Thank you!" kataku.

"Ada lagi yang bisa dibantu, Kak?"

Aku menggeleng, lengkap dengan senyuman termanis yang kupunya.

"Makasih!" ucap Biyan.

"Baik, Kak, selamat menikmati!" Kemudian Pramusaji itu meninggalkan kami.

Biyan mulai memotong Escargot miliknya. Kue pastry berbentuk melingkar seperti konde yang berisi krim dengan taburan kismis serta jeli aprikot itu terlihat menggoda. Aku menelan ludah. Sepertinya Biyan menangkap isi kepalaku.

"Mau nyicip?" tangan Biyan menyodorkan sepotong Escargot yang ia tusuk dengan garpu kecil.

Aku menerimanya dan langsung melahap tanpa permisi. "Hmmm, enak."

"Enak, kan?" tegasnya, "Ini favoritku."

Aku mengangguk beberapa kali. Kemudian memotong kecil Brownies pesananku dengan garpu khusus cake yang disediakan. "Hmm, nyam-nyam-nyam." Aku melemparkan ekpresi gembira. 

Biyan tersenyum melihat tingkahku yang tiba-tiba seperti bocah.

"Oh ya, mau cobain?" tawarku kemudian. Aku sadar itu telat, tapi setidaknya aku punya iktikad baik.

Biyan tersenyum. "Udah, buat kamu aja," jawabnya bijak.

"Oh iya, udah bekasku ya? Maap!" aku berusaha menunjukkan ekspresi bersungguh-sungguh.

Namun Biyan tersenyum. "Enggak," bantahnya. Mungkin hanya untuk meredakan rasa tak nyamanku.

"Nggak suka Brownies?"

"Suka," jawabnya. Kemudian menyuap Escargot miliknya. "Tapi lebih suka lihat kamu."

"Ishhh." Aku salah tingkah.

"Maksudnya, suka lihat kamu sebahagia itu."

"Oh, kirain." Aku menyendok Brownies lagi.

"Kirain apa?"

"Ah, enggak." Aku menggeleng. Lalu menggigit crispy waffle cone yang tadi kupesan sebagai tambahan. Kriuk renyahnya terdengar merdu. Begitu juga rasanya yang kaya dari perpaduan manis serta gurih serta wangi butter. Beda dengan kerupuk contong es puter yang terkadang selalu melempem itu. Haha, ya—iya lah Bunda, beda kasta!

Ramalan JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang