"Titip mobil Evo dulu ya, Bi?" pintaku pada Biyan yang selesai memapah Evo ke dalam sebuah mobil ojek online.
"Mau aku temenin?" Biyan tampak khawatir.
"Nggak usah, tamumu masih banyak," tolakku halus, "aku bisa kok, santai aja! Udah biasa."
Biyan bergeming dengan sorot mata yang dalam. Aku tersenyum padanya, semata-mata ingin mengisyaratkan bahwa aku akan baik-baik saja.
"Pamit, ya?! Thank You," kataku.
Biyan menjawab ucapan terima kasihku dengan mengangguk pelan. "Kabarin kalau ada apa-apa!"
Aku mengiyakan dan bergegas masuk ke dalam mobil.
"Kalau udah sampai kos, kabarin juga!" titahnya dengan nada cemas.
"Iya—" jawabku dengan ekspresi tertawa. Aku pikir reaksi Biyan terlalu berlebihan kali ini.
Biyan menutup pintu mobil. Kemudian aku menurunkan kaca jendela dari dalam dan melambaikan tangan pada Biyan yang masih berdiri di samping mobil Avanza hitam yang kutumpangi.
"Tujuan sesuai aplikasi ya, Bu?" tanya sopir.
"Iya, Pak," jawabku.
Biyan merendahkan posisi kepalanya agar bisa sejajar denganku. "Jangan lupa langsung kabarin!"
"Iyaaaa." Tanganku melambai padanya sekali lagi. Dia pun melakukan gerakan yang sama hingga mobil bergerak meninggalkannya.
Dalam putaran roda yang lambat itu, mataku menangkap sosok wanita dengan belahan dada terbuka sebelum kaca mobil benar-benar tertutup sempurna. Aku melihatnya, namun kupikir aku tak perlu pamit padanya.
Mobil yang membawaku dan Evo mulai meninggalkan villa Khasaya tempat pesta yang kami hadiri. Aku merebahkan punggungku pada sandaran jok. Menyeka dahiku yang masih sedikit basah meski AC mobil cukup dingin. Kekhawatiranku terjadi juga. Ini musibah!
"El—" Evo memanggilku lirih.
"Iya?" Aku menoleh padanya. Kepalanya bersandar pada jok mobil dengan mata terpejam.
"Mabuk ya, Bu?" tanya sopir yang kutebak dari raut mukanya sudah paruh baya.
"Iya Pak, maaf nggih?!"
"Iya Bu, nggak apa-apa. Barangkali mau muntah, ada plastik di kantong jok," terangnya dengan sabar.
"Oh iya Pak, suksma." Suksma artinya terima kasih dalam Bahasa Bali. "Sudah sering antar penumpang mabuk, ya?" tanyaku.
"Iya Bu, sekitaran sini kalau malem rata-rata penumpang habis minum-minum," jawabnya sambil tertawa kecil. Aku memahami maksudnya, karena sekitaran Seminyak memang surganya kafe, bar, hingga diskotek mewah.
Aku tidak banyak merespons, hanya mengiyakan saja untuk menghargai usahanya. Mobil berjalan lancar menyusuri Sunset Road di malam hari. Semua berjalan nyaman dan tenang hingga Evo tiba-tiba berseru, "El, jangan deket-deket dia!" aku menoleh padanya, matanya masih tertutup. Kupikir dia hanya sedang mengigau.
"Jangan deket-deket si Satya⎯Satya itu! Dia itu...." Kali ini ia menegakkan punggungnya.
"Sttt—diem deh!" Aku menyengap mulutnya dengan tangan kananku. Namun ketika kulepaskan, yang terjadi badan Evo tiba-tiba lunglai dan mendadak tumbang ke arahku.
"Ya... ya... ya...."
Bruk!
"Hashhhh!!!" Kepala Evo telah mendarat sempurna di pangkuanku tanpa bisa kucegah.
"Hadeh—gini deh. Udah diingetin jangan banyak-banyak minum juga!" Kutepuk pipinya cukup keras. Aku tahu dia tidak akan paham apa yang kukatakan, kesadaran sedang tidak membersamai tubuhnya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramalan Jodoh
Roman d'amourDASAR PELAKOR!!!!! Senin yang seharusnya khidmat, seketika ambyar begitu Elliana membaca pesan di inbox Facebook miliknya. Elliana masih jomblo di usianya yang sudah kepala 3. Semua itu berkat kematian tunangannya 8 tahun silam. Terkadang dia berpik...