57. Hali marah 2

211 37 64
                                    

Halilintar menghela napas. "Kalian dari mana?" tanyanya.

Blaze duduk di sofa. "Warung dekat jalan, Bang. Gue lagi pengen ngemil."

Ice langsung mendekat ke abangnya. "Bang Hali soal makan malam ... Blaze minta aku bikin ayam crispy malam ini. Bisa minta uang buat beli ayam sama tepung? Janji, cuma itu doang kok."

Permintaan itu disambut dengan tatapan tajam dari Halilintar. Dahinya mengernyit, tangannya berhenti membuka tas sekolahnya.

Halilintar memalingkan wajahnya sejenak, seolah mencoba menahan amarah.

"Serius, Ice?" Nada suara Halilintar terdengar tak enak. "Kalian baru aja beli jajan, sekarang minta uang buat ayam crispy? Kalian kira uang abang ini datang dari mana?"

Ice terdiam, tidak menyangka akan seperti ini jadinya. Blaze yang awalnya sibuk membuka snack, langsung menghentikan tangannya.

Halilintar melanjutkan, dia mulai membentak adiknya. "Gue ini masih kelas XI, Ice! Gue harus kerja paruh waktu setiap hari cuma buat bayar kos dan nafkahin kalian! Tapi kalian malah minta makan enak terus. Kalian pikir gue nggak capek?"

Ice menunduk. "Maaf, Bang ... Aku cuma-"

"Enggak ada maaf-maafan. Gue capek, Ice. Pulang sekolah langsung kerja, nggak pernah ada waktu buat diri gue sendiri. Kalian harus belajar hemat, nggak bisa terus-terusan kayak gini," potong Halilintar.

Blaze menelan ludah, rasanya canggung sekali. Pemuda itu tahu abangnya benar, tapi tetap saja Blaze tak menyangka abang mereka akan marah.

Suasana kos menjadi sunyi, hanya terdengar bunyi musik dari kamar sebelah. Solar sengaja memutar musik karena merasa Halilintar sepertinya akan marah sejak tadi.

Solar sebenarnya tak berniat ikut campur, tapi dari kamarnya dia bisa mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Halilintar. Dengan raut wajah datar, pemuda itu sesekali melirik pintu yang setengah terbuka.

Dia mendengarkan bentakan Halilintar yang terdengar sampai ke kamarnya. Tak ada perubahan ekspresi, bahkan saat suara itu semakin keras.

Solar tak memutar musik terlalu kencang, hanya cukup untuk menutupi suara Halilintar dari tetangga lain. Dia menghela napas, lalu kembali fokus pada layar ponselnya, Solar mencoba tak terlalu memikirkan keributan di sebelah.

Sementara itu, di ruang tengah Blaze dan Ice terdiam. Blaze memandang ke arah Ice, merasa sedikit bersalah karena permintaan ayam crispy-nya menjadi pemicu amarah Halilintar.

Setelah beberapa saat, Halilintar menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Dia tahu dia tak seharusnya marah sampai seperti itu pada adik-adiknya, tapi tekanan yang Halilintar rasakan membuat emosi kadang sulit dikendalikan.

"Maaf," gumam Halilintar akhirnya. "Gue cuma capek."

Halilintar berjalan menuju kasur di pojok ruangan. Biasanya, mereka bertiga tidur berdekatan di ruangan yang sama, tapi kali ini Halilintar terlihat menarik kasurnya menjauh.

Haliluntar meletakkan kasurnya di sudut kamar kos yang lebih jauh dari Blaze dan Ice.

Blaze mengerutkan alis, bertukar pandang dengan Ice yang terlihat sedih. "Bang, lo mau tidur di sana?" tanya Blaze.

Halilintar tidak menjawab. Dia hanya menarik selimut tipis, lalu membelakangi adik-adiknya. Halilintar menunjukkan bahwa malam ini, dia butuh waktu untuk menyendiri.

Blaze dan Ice saling menatap dalam keheningan. Hari itu akhirnya berakhir dengan canggung. Hanya terdengar bunyi musik dari kamar Solar yang terus diputar.

Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang