24

316 21 0
                                    

Davema menatap Angga dengan datar, berbeda dengan Angga yang terlihat santai. Ia yakin, Davema sudah tahu banyak tentangnya. Bukan hal yang sulit bagi Davema untuk mengetahui semuanya dengan kekuasaan dan uang yang lelaki itu miliki.

"Jauhi istri saya."

Ah, wow! Angga ingin tertawa melihat Davema yang tiba-tiba mengucapkan hal itu. Apakah lelaki itu cemburu padanya?

"Cemburu eh?"

Davema mengetatkan rahangnya, pertanyaan seperti itu apakah perlu dijawab?

Angga tersenyum miring, "saya dan Dinda hanya berteman, kalau itu yang membuat kamu cemburu" ujar Angga kalem.

"Pertemanan antara pria dan wanita hanyalah omong kosong, salah satu diantaranya pasti akan memiliki perasaan. Dan kamu pikir, saya tidak tahu kalau kamu menyukai istri saya? Hemm?"

Angga terdiam, tidak mengelak sedikitpun.

"Jauhi istri saya, kamu bisa bersama dengan wanita manapun, asal jangan istri saya."

"Apa jaminannya? Apa jaminan kalau saya berhenti menjauhi dan memantau Dinda? Apakah dia akan aman? Davema, sekalipun saya mencintai Dinda, saya tidak akan pernah berusaha merebut Dinda dari kamu. Saya hanya ingin menjaganya, sekalipun itu dari jauh."

Angga meraih selembar kertas dalam laci miliknya dan menyerahkan kepada Davema, "foto waktu Dinda hamil" ujarnya lirih.

Davema meraih selembar foto di atas meja, tatapannya mendadak sayu saat melihat Dinda nampak kurus dengan lingkaran hitam di matanya. Tapi, bibir wanita itu tersenyum tulus mematap kamera.

"Masa-masa itu, Dinda selalu merengek meminta supir pribadi saya untuk mengunjungi kamu, ingin melihat wajah kamu, katanya ngidam bawaan bayi." Angga tersenyum kecut, "supir pribadi saya juga pernah mengantarkan dia melihat kamu, tapi saat itu kamu tengah bersama Maria, sedang menghadiri acara".

"Bohong kalau Dinda terlihat baik-baik saja, karena setelah itu, Dinda pendarahan, hampir kehilangan bayinya. Saya benar-benar marah kepada supir pribadi saya karena membiarkan Dinda mengunjungi kamu diam-diam, sejak saat itu, saya melarang Dinda diam-diam melihat kamu, saya juga berusaha menutup akses informasi berita-berita sampah soal kamu dan Maria."

Angga menatap Davema dengan serius, "Dave,  selama kahamilannya, Dinda stress, Radja lahir prematur, dan Dinda selalu menangis karena ASInya tidak keluar. Kamu tidak tahu bagaiman bingungnya dia, bagaimana dia menangis setiap malam, bagaimana dia bekerja sambil membawa Radja."

"Saya berusaha membantu semampu yang saya bisa, tapi demi Tuhan, sekalipun Dinda tidak pernah bersikap berlebihan kepada saya. Dinda wanita terhormat, dan saya sangat menghormatinya, sekalipun saya mencintai dia, saya tidak akan merebutnya, karena saya bukan Maria."

Davema meletakkan foto Dinda di saku jasnya, "bagus, karena saya tidak akan membiarkan siapapun mengambil istri saya."

Angga tahu, sikap posesif dan dominan Davema selalu keluar jika berkaitan dengan Dinda. Ia pun tahu, Davema sangat mencintai Dinda, tapi ia juga benci sikap Davema yang tidak memiliki prinsip.

"Bagaimana kalau, Dinda yang pergi dari kamu dan memilih saya?"

Davema benar-benar ingin mencekik leher Angga yang percaya dirinya setinggi langit ini. Mana mungkin ia akan membiarkan Dinda memilih Angga modelan begini? Jelas-jelas dirinya lebih unggul segala-galanya dari pada Angga.

Dari sisi fisik? Oh jelas, ia lebih tampan. Ia juga lebih tinggi dari Angga, Dinda sangat menyukai laki-laki yang tinggi. Soal di ranjang? Jangan tanya lagi, ia lebih pro player, dan tentunya juniornya lebih besar dari pada Angga sialan ini.

"Percaya diri sekali kamu."

Angga terkekeh melihat wajah Davema yang masam dan memerah. Suka sekali ia melihat sikap Davema yang seperti ini. "Bukan hal yang tidak mungkin, selama tidak ada kamu, saya yang menggantikan kamu. Bisa saja, Dinda ada rasa dengan saya bukan?"

Brengsek, Angga Anj*ng. Davema menghampiri Angga dan menarik kerah kemeja Angga hingga satu bogeman mentah mendarat di sudut bibir Angga. Tak mau kalah, Angga juga membalas Davema.

Oh ayolah, ia sudah lama dan gatal ingin memukul Davema. Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Keduanya bertarung sengit hingga wajah keduanya babak belur. Hingga akhirnya, sang sekretaris Angga datang masuk begitu saja ke dalam ruangan lantaran mendengar suara keributan.

Dito berusaha melerai keduanya, "eh woy, berhenti woy, astaga, Angga, lo mau bunuh orang??" Dito menarik Angga menjauh, ia cukup prihatin melihat kondisi Davema di lantai, Angga benar-benar memukul Davema habis-habisan meski dirinya juga tak kalan babak belurnya.

"Saya sudah lama ingin memukul orang pengecut, tidak memiliki prinsip, dan laki-laki plin-plan seperti kamu Dave." Nafas Angga memburu, dadanya naik turun, "lebih baik, kamu urus istri kedua kamu itu, bukankah dari dulu kamu lebih memprioritaskan rubah s*alan itu dari pada istri kamu?" Angga berdecih sinis.

Davema berusaha berdiri, meski tubuhnya benar-benar sakit, "tidak ada yang lebih penting dari istri saya, kamu tidak tahu apa-apa soal saya! Jauhi istri saya atau saya akan beberkan rahasia terbesar kamu." Ujar Davema lalu pergi tertatih-tatih meninggalkan Angga yang terdiam kaku.

****

"Sakit kan lo? Siapa suruh lo berantem sama Davema aelah." Dito gedek sekali dengan sahabatnya ini.

"Udah gue bilang, Dinda punya suami anjay, lo jangan terlalu mengawasi dia."

"Diam." Angga meringis sakit saat Dito mengobati pipinya, tapi telinganya lebih sakit mendengar celotehan Dito.

"Tuh, emang dasar bucin akut, sinting. Suka kok sama istri orang." Dito tidak habis pikir, eh tapi... "tapi kalo modelan Dinda, wajar sih kalo dibucinin, speak gitar spanyol, attidutenya bagus, otaknya oke, gue..." Dito menghentikan ucapannya saat mendapat tatapan tajam dari Angga.

"Iye, iyee, sory, aelah, cemburuan amat, padahal cuma temen."

Angga mengabaikan ucapan Dito meski memang ada benanya. Angga menarik nafas lelah, "thanks, lo boleh keluar, gue mau istirahat, batalkan semua agenda hari ini, gue ingin sendiri."

"Lo kaga mau bunuh diri kan??"

Angga memutar bola mata malas, "nggak usah mikir aneh-aneh, gue masih punya iman.".

Dito bernafas lega, lalu keluar dari ruangan sembari membawa kotak obat. Ia merasa miris dengan Angga-sohib sekaligus bosnya itu. Pasalnya, ia tahu, Angga itu bucin mampus kepada Dinda yang notabenya istri orang, dan orang itu adalah Davema, laki-laki yang dari dulu juga sama bucin mampus dan sintingnya kepada Dinda.

Dinda, Dinda, wanita itu memang luar biasa, semua yang ada dalam dirinya bagaimkan maghnet, bisa menarik siapapun untuk mendekat, termasuk dirinya. Tapi, ia lebih dulu sadar diri, saingannya itu Davema, Angga, dan mungkin masih banyak lagi. Tentu saja ia kalah telak. Dan lagi, ia juga sudah mencintai wanita lain, meski hanya sebatas hubungan tanpa status atau dikenal HTS. Benar-benar miris sekali kisah cintanya ini.

________________
Jangan lupa vote dan komennya. Terimakasih sudah membaca ceritaku🌹🤍

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Possesif Dema (Davema)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang