"HAII, GWEN CINTAKUU," sapa Ruby dengan keras.
Hari ini Gwen mengundang teman-temannya untuk bermain di rumahnya. Ia akhir-akhir ini memang jarang bermain dengan mereka. Maka dari itu ia memutuskan untuk menyandang mereka ke rumahnya.
"Iyaa. Ayo masuk, kalian!" ajak Gwen.
Hari ini orang tuanya tengah pergi keluar. Entah kemana, Gwen juga tidak tahu. Biarlah, Gwen malah merasa senang. Ia bisa bersenang-senang dengan temannya tanpa ada gangguan.
Gwen mengajak teman-temannya untuk ke kamarnya. Tidak lupa dengan camilan dan minumannya. Mereka berempat kini sudah berada di dalam kamar Gwen.
Namun, ketiga teman Gwen merasa ada yang kosong. Kamar Gwen tidak semenarik dulu. Mereka menyadari bahwa poster-poster yang tertempel di tembok, juga tumpukkan buku-buku di meja belajarnya kini sudah menghilang. Kamar Gwen terasa hampa dari sebelumnya.
"Kamar lo kok kosong? Poster-poster sama buku-buku lo kemana?" tanya Casie.
Gwen menoleh sekilas. "Kayak ga tahu Ayah sama Bunda gua aja."
Ketiganya langsung paham. Mereka memang paham betul bagaimana orang tua Gwen.
"Eh kalian tahu, ga? Anak kelas sebelah ada yang jadi incaran guru," sahut Arneth tiba-tiba.
Ketiga temannya yang lain langsung mengalihkan atensi mereka padanya. Merasa tertarik dengan topik yang dibahas Arneth.
Waktu demi waktu mereka berempat habiskan dengan kegiatan menarik lainnya. Seperti bergosip, menonton film, sampai saling berdandan layaknya membuka salon. Mereka bermain dengan sangat bahagia.
***
Gwen melangkah pelan menuju studio tari barunya. Selepas teman-temannya pulang tadi, ia langsung bergegas pergi untuk membersihkan studio. Gwen rogoh sakunya untuk mencari kunci yang diberikan Dylan kemaren.
Namun, rupanya studio tidak sedang dalam keadaan dikunci. Pintunya bisa langsung dibuka. Saat masuk ke dalam, Gwen dapat melihat Dylan yang tengah sibuk dengan sapunya. Dylan sudah lebih dulu membersihkan ruangan tersebut.
"Hai, Gwen!" sapa Dylan begitu menyadari kehadiran Gwen.
Gwen tersenyum tipis. "Sini sapunya, biar gua lanjutin."
Saat Gwen ingin meraih sapu di tangan Dylan, Dylan malah menariknya ke belakang, membawa sapu tersebut semakin jauh dari jangkauan Gwen. Gwen mengerutkan dahinya.
"Gua aja yang bersihin. Lo siap-siap aja buat latihan," tutur Dylan lembut.
"Ga mau lah. Kan gua juga pakai ruangan ini, kadi gua harus bantu juga," timpal Gwen.
Namun, Dylan bersikukuh agar ia saja yang membersihkan. Gwen akhirnya hanya pasrah saja. Duduk pada kursi di pojok. Memperhatikan Dylan yang telaten membersihkan ruangan.
Lima menit sudah terlewati. Kini Gwen sudah mulai berlatih untuk perlombaan dua bulan lagi. Ia sambungkan ponselnya dengan speaker di sana.
Dylan perhatikan dengan saksama gerakan lincah Gwen. Kakinya bergerak lincah layaknya dancer profesional di luar sana. Dylan merasa heran, dengan gerakan Gwen yang selincah ini, mengapa ia tidak pernah mendapat juara pertama? Apakah memang sang juara pertama lebih mahir darinya? Atau memang terdapat kecurangan dalam penilaian? Entahlah, Dylan tidak ingin memikirkannya.
"Lo pakai lagu apa?" tanya Dylan.
"Hey Mama," jawab Gwen seadanya.
Dylan mengangguk. Kembali terdiam, memerhatikan Gwen yang sibuk berlatih.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Gwen's Dream [Sudah Terbit]
Roman pour AdolescentsGwyneth Riuzi, yang akrab disapa Gwen adalah seorang gadis yang memiliki bakat dalam dunia menari. Namun, ayahnya tidak merestui dirinya untuk menjadi penari mahir. Ayahnya sering kali melontarkan kalimat-kalimat menusuk mengenai hal yang ia sukai...