Ice kembali dari dapur, membawa segelas es untuk Solar. Dia menatap Duri dan Solar dengan senyum gugup, berharap ketegangan di antara mereka sudah mereda.
"Nih esnya, Solar," kata Ice sambil menyerahkannya. Dia kemudian duduk di meja kecil di dekat mereka.
"Makan bareng, ya? Aku masak makanan tadi, lumayan buat makan bareng, aku juga lagi nunggu kembaranku pulang, Blaze tadi keluar." Ice berusaha mencairkan suasana.
Solar menerima es itu tanpa banyak bicara, sementara Duri hanya tersenyum tipis, senyuman yang entah tulus atau tidak. Solar masih merasa waspada, tak pernah tahu kapan Nala akan mengendalikan kakaknya untuk melakukan hal yang tak diinginkan.
Ice di sisi lain, berdoa dalam hati agar tak ada kekerasan yang terjadi di antara dua saudara itu. Dia tahu ada sesuatu yang sangat kelam di antara mereka, tapi dia tak tahu detailnya. Yang jelas, dia tak ingin melihat salah satu dari mereka terluka atau saling membunuh, seperti yang Ice khawatirkan.
"Yuk, kita makan," kata Ice lagi, mencoba memberi kesan bahwa semuanya normal.
Ice mengeluarkan makanan dari dapur dan menatanya di meja, berharap suasana bisa mencair.
Di saat yang hampir bersamaan, terdengar ketukan pelan di pintu depan. Ice berlari membukanya, dan di sana berdiri Blaze, tersenyum lebar seperti biasa. Di belakang Blaze, Taufan berdiri canggung, seperti seseorang yang tak yakin apakah dia diundang atau tidak.
"Blaze," gumam Ice, dia bersyukur kembarannya sudah kembali ke kos.
"Kok muka lo kayak takut gitu?" tanya Blaze.
Ice menghela napas. "Ada Duri," jawabnya.
Blaze seketika menoleh ke Taufan, mereka baru saja membahas isi tulisan Sirius, si kepribadian gandanya Solar. Panjang umur sekali si Duri yang sempat mereka bahas ada di sini.
Taufan mengikuti Blaze masuk ke kos itu, ekspresinya ragu-ragu. Matanya tertuju pada Solar, yang sedang duduk dengan es di tangannya, sementara Duri melihat Taufan dengan tatapan dingin, seolah menilai orang yang mendekati adiknya.
"Solar," panggil Taufan, mencoba terlihat santai. "Gimana kabar lo?"
"Baik."
Solar menatapnya tanpa ekspresi. Dia tahu niat baik Taufan. Di dalam pikirannya, sosok Sirius, kepribadiannya yang lain, menunggu dengan sabar untuk keluar.
Taufan masih menatap Solar. Meskipun dia tahu tentang Sirius, tentang masa lalu Solar dan Duri, dia tidak ingin mundur. Dia ingin membantu Solar, bahkan jika itu berarti harus berurusan dengan sisi tergelapnya Solar.
"Lo mau main game gak? Gue ada game baru nih," kata Taufan, mencoba sok akrab pada Solar.
Anehnya Solar tak ketus pada Taufan, mungkin itu untuk keamanan nyawa Taufan sendiri karena sekarang ada Duri di samping Solar.
"Gue mau makan dulu."
"Oke," balas Taufan sambil mengangguk.
Solar beberapa kali melirik Duri, kakak kembarnya itu masih mengawasi setiap gerakan yang dilakukan orang-orang di sekitar Solar. Tentu saja Duri tak terlalu waspada pada Ice karena dia menganggap Ice temannya.
Yang diawasi Duri teman satu kos sekaligus kakak kelasnya, yang was-was dari tadi Solar. Pemuda itu takut kalau Duri suatu saat nanti akan membunuh salah satu di antara mereka kalau ada masalah dengan Solar.
Solar berusaha menenangkan dirinya saat menyadari bahwa Duri terus mengawasinya dan yang lainnya. Pemuda itu tahu, jika Duri merasa ada ancaman terhadap dirinya, situasinya bisa berbalik membahayakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)
FanfictionStart 24 Mei 2024. End 20 November 2024. Setelah Blaze dan Ice sudah akur dan Ice tak dirundung Blaze lagi. Semua masalah telah mereka selesaikan, suatu hari mereka bertemu dengan murid baru yang menjadi adik kelas mereka dengan kepribadian buruk, a...